Segar banget

Segar banget
bangett

Rabu, 31 Agustus 2011

Keberhasilan dan Kegagalan Naomi





Bagikan
"Dengan tangan yang penuh aku pergi, tetapi dengan tangan yang kosong Tuhan memulangkan aku" [ Rut 1:21 ].

"Pada Naomi telah lahir seorang anak laki-lakinamanya Obed. Dialah ayah Isai, ayah Daud" [ Rut 4:17 ].

Kegagalan Naomi dimulai ketika keluarganya, yang dipimpin suaminya Elimelekh, pergi meninggalkan tanah Israel menuju daerah Moab untuk menetap disana sebagai orang asing, karena ada kelaparan di tanah Israel. Keputusan Elimelekh dan Naomi ini bertentangan dengan yang tertulis dalam Mazmur 37:3, "diamlah di negeri dan berlakulah setia". Umat Israel diharapkan tetap setia tinggal di Tanah Perjanjian, apapun yang terjadi disana. Meninggalkan Tanah Perjanjian, berarti meninggalkan Perjanjian yang ada antara Allah Israel dan UmatNya. Keputusan Elimelekh dan Naomi ini kelihatannya biasa saja, sebagaimana suatu keluarga pindah ke tempat lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Tetapi sesungguhnya keputusan ini membatalkan perjanjian Allah dengan mereka. Akibatnya, sebagai bentuk disiplin Tuhan pada keluarga ini, Elimelekh dan kedua anaknya laki-laki meninggal tanpa memiliki keturunan. Bagi Umat Israel, jika seseorang tidak memiliki keturunan, berarti nama orang itu terputus. Dan ini berarti, identitasnya sebagai umat pilihan Tuhan lenyap. Itu sebabnya, bagi umat Israel berlaku Hukum Penebusan ( Imamat 25 ), agar jangan ada seorang yang lenyap identitasnya sebagai Umat Tuhan, yaitu agar namanya dapat ditegakkan diatas milik pusakanya ( Rut 4:9- 10 ). Jadi, ketika Naomi kehilangan suami dan kedua anaknya laki-laki tanpa adanya keturunan, maka sebagai isteri, Naomi telah gagal karena tidak dapat menegakkan nama keluarganya.

Sekalipun Naomi telah gagal, ia bangkit dan mengambil keputusan untuk pulang ke tanah Israel, walaupun motivasinya tetap soal makanan ( Rut 1:6 ). Tetapi Tuhan menghargai keputusan ini, dan memberikan keberhasilan kepada Naomi. Melalui Rut, menantunya, dan juga Boas, sanak saudara suaminya, maka Naomi memperoleh anak laki-laki, yang menegakkan nama keluarganya. Bukan hanya menegakkan nama keluarganya, tetapi anak laki-laki Naomi ini adalah kakek dari Raja Daud.

Keberhasilan Naomi ini juga disebabkan ia dapat membangun hubungan yang baik dengan menantunya. Biasanya, mertua perempuan dan menantu perempuan sering tidak cocok, karena mungkin cara yang berbeda dalam melayani dan memperlakukan suami. Tetapi Naomi dapat membangun hubungan sedemikian sehingga menantunya dapat berkata, "bangsamulah bangsaku, dan Allahmulah Allahku".

Keberhasilan dan kegagalan Naomi ini dapat menjadi pelajaran bagi para isteri Kristen. Kegagalan Naomi ini nampaknya karena ia agak terfokus pada soal makanan jasmani. Tetapi, didalam kegagalannya, Naomi tidak menjadi putus asa dan ia tetap berbuat baik kepada orang- orang yang masih tertinggal bersamanya, yaitu kedua menantunya perempuan. Sebenarnya, ketika ia mengajukan usul tentang Hak Penebusan, ia tetap memperhatikan kebahagiaan menantunya ( Rut 3:1 ). Perbuatan baik Naomi ini mendatangkan hasil yang luar biasa bagi keluarganya. Penolong Ideal juga berbuat baik seumur hidupnya ( Amsal 31:12 ). Isteri yang tidak jemu-jemu berbuat baik kepada keluarganya, pada akhirnya akan mendatangkan hasil yang luar biasa.

Sumber: Gema Sion Ministry

--

Kemurnian Suami dan Isteri


Bagikan
"Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu" [ Kejadian 2:25 ].

Alkitab menceritakan bahwa manusia dan istrinya itu dalam kondisi telanjang. Ketelanjangan didalam Alkitab selalu menunjukkan sesuatu yang memalukan dan suatu kondisi seseorang yang menyedihkan. Namun kita lihat disini bahwa manusia dan istrinya itu tidak merasa malu dengan kondisi mereka. Mengapa ketelanjangan manusia dan istrinya itu tidak menimbulkan rasa malu diantara keduanya ? Hal ini disebabkan mereka "diselimuti" oleh kemuliaan Allah. Kemuliaan Allah telah membuat mereka saling memandang dengan "mata" yang berbeda dan mereka tidak tahu bahwa mereka telanjang. Mereka dapat menerima keadaan diri mereka sendiri dan juga keadaan pasangan mereka. Ketelanjangan mereka malah merupakan sesuatu hal yang positif dimana ini berarti diantara mereka ada keterbukaan dan kesatuan, yang memang mutlak diperlukan dalam hubungan suami-istri.

Tetapi setelah dosa masuk, maka manusia kehilangan kemuliaan Allah [ Roma 3:23 ]. Hilangnya kemuliaan Allah ini membuat manusia memiliki mata jasmani yang memandang ketelanjangan sebagai sesuatu yang memalukan, dan ketelanjangan memang merupakan sesuatu yang memalukan. Manusia telah sadar dan tahu bahwa dirinya telanjang. Selama manusia diselimuti kemuliaan Allah, ia tidak tahu bahwa dirinya telanjang. Kemuliaan Allah membuat manusia hanya memandang Allah dan tidak memandang dirinya sendiri.

Sekarang, bagaimana hubungan suami-istri ini setelah mereka melihat ketelanjangan mereka ? Alkitab menyatakan bahwa, "mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat". Manusia dan istrinya itu sekarang sibuk menutupi rasa malu yang diakibatkan kondisi mereka. Tidak ada lagi keterbukaan dan kesatuan diantara mereka. Tidak ada lagi saling menerima keadaan masing-masing. Tidak ada lagi kemurnian diantara mereka. Masing-masing telah menjadi egois dan memikirkan diri mereka sendiri. Dosa dan hilangnya kemuliaan Allah telah membuat hubungan suami-istri rusak berat.

Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari ayat diatas ? Pertama, "ketelanjangan yang diselimuti kemuliaan Allah" merupakan suatu hal yang mutlak didalam hubungan suami-istri. Adanya keterbukaan total dan saling menerima diantara suami istri, merupakan syarat mutlak menuju kesatuan yang direncanakan Allah. Suami dan istri tidak memiliki "simpanan" apapun yang tidak diketahui pasangannya. Kedua, dosa dan hilangnya kemuliaan Allah perlu diselesaikan dengan tuntas diantara suami-istri. Perlu adanya saling mengaku dosa dan saling mengampuni diantara suami-istri. Suami-istri harus belajar bagaimana membiarkan Allah bekerja menempa kemuliaanNya sedikit demi sedikit didalam kehidupan mereka. Suami-istri perlu belajar memandang Allah saja didalam kehidupan rumah tangga mereka. Melalui ketekunan suami-istri, maka kemurnian hubungan itu akan tercapai. Amin.

--

Peran Seorang Suami


Bagikan
"Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan DiriNya baginya" [ Efesus 5:25 ]
"Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah ! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang" [ 1 Petrus 3:7 ].

Perintah agar suami mengasihi isteri, dikaitkan dengan perihal Kristus mengasihi Jemaat. Ini berarti suami harus mengasihi isterinya dengan kasih yang dimiliki Kristus. Tuhan mengetahui bahwa di dalam dirinya sendiri, suami tidak memiliki jenis kasih yang mana sanggup untuk mengasihi dan menyerahkan dirinya bagi isterinya sebagaimana Kristus. Mungkin waktu masih berpacaran dulu, sang pemuda merasa ia akan sanggup mengasihi gadis yang akan menjadi isterinya kelak, sampai mereka mencapai usia lanjut, bahkan sampai mati. Tetapi harus diakui, walaupun sang pemuda telah menjadi Kristen dan mengalami lahir baru, namun jenis kasih yang dimilikinya kepada sang kekasih adalah jenis kasih manusiawi. Kasih manusiawi ini, tidak akan tahan menghadapi rintangan dan masalah-masalah didalam pernikahan. Telah terbukti di dunia ini, bahwa banyak orang menikah "atas dasar cinta" namun berakhir dengan perceraian. Itulah sebabnya, datang perintah agar suami mengasihi isterinya, bukan dengan kasih manusiawi, namun dengan kasih yang dimiliki Kristus kepada Jemaat.

Karena itu, apabila seorang suami rindu mentaati perintah Tuhan untuk mengasihi isterinya, maka ia harus bertumbuh sedemikian sehingga kasih Kristus didalam dirinya semakin bertambah. Pertumbuhan dalam kasih Kristus ini, tidak boleh kita samakan dengan pertumbuhan dalam iman, pengharapan atau pertumbuhan dalam urapan. Seorang suami mungkin bertumbuh dalam iman , pengharapan dan urapan, sehingga ia semakin dipakai Tuhan dan menjadi semakin terkenal didalam pelayanan. Tetapi seringkali konflik yang kita alami didalam rumah tangga kita, membuktikan bahwa kita belum cukup bertumbuh dalam kasih Kristus sebagaimana mestinya. Bagaimana agar pertumbuhan kita sebagai suami, adalah pertumbuhan didalam kasih Kristus ?

Pertama, karena perintah agar mengasihi isteri ini, disertai janji bagi sang suami, yaitu doanya tidak terhalang, maka seorang suami yang ingin bertumbuh dalam kasih Kristus haruslah seorang yang sangat memperhatikan kehidupan doanya. Seorang suami perlu belajar bagaimana menjaga hubungan dengan isterinya sedemikian sehingga doanya tidak terhalang. Seorang suami haruslah bertumbuh menjadi pahlawan doa, jika ia ingin bertumbuh dalam mengasihi isterinya dengan kasih Kristus. Pahlawan doa disini bukan hanya berarti banyak berdoa, tetapi doanya banyak yang dijawab Tuhan serta berdampak besar bagi pekerjaanNya di muka bumi ini. Seandainya kehidupan doa sang suami dapat diukur, maka kasih sang suami terhadap isterinya juga dapat diukur, karena kehidupan doa suami dan kasihnya kepada isteri adalah dua hal yang mempunyai hubungan langsung.

Kedua, agar seorang suami bertumbuh dalam kasih Kristus, maka ia harus tinggal bersama isterinya. Terjemahan literal dari hiduplah bijaksana dengan isterimu, adalah tinggal bersama (dwelling with). Ini berarti, kebersamaan antara suami dan isteri harus bertumbuh baik di dalam kualitas maupun kuantitas. Komunikasi, kontak fisik, keterbukaan sudah termasuk didalamnya.

Sumber: Gema Sion Ministry

--

Peran Seorang Isteri


Bagikan
"Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya" [ 1 Petrus 3:1 ].

Setelah keluarga pertama jatuh dalam dosa, Tuhan Allah memberi pengaturan mengenai hubungan suami-isteri sebagai berikut, "ia ( suami ) akan berkuasa atasmu ( isteri )" [ Kejadian 3:16 ]. Terjemahan Young´s Literal menyatakan, "he doth rule over thee", maksudnya suami akan memerintah isterinya. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana hubungan suami-isteri sebelum kejatuhan. Apakah Adam ditetapkan dari semula untuk memerintah Hawa ? Atau, perihal memerintah ini terjadi karena adanya kejatuhan manusia kedalam dosa ?

Kalau kita perhatikan hubungan Adam dan Hawa di Taman Eden, dapat disimpulkan bahwa hubungan mereka bukanlah yang satu memerintah yang lainnya. Jenis hubungan mereka adalah seperti apa yang kami istilahkan, yaitu jenis "hubungan saling". Hubungan saling adalah suatu hubungan suami-isteri, dimana diantara mereka terdapat saling melengkapi, saling mengasihi, saling menundukkan diri, saling menasihati dst. Hubungan sedemikian ini dimungkinkan karena adanya kesehatian dan kesatuan sejati diantara keduanya.

Tetapi setelah kejatuhan, terjadi kerusakan hubungan antara manusia dengan Allah, dan antara manusia dengan sesamanya. Dalam kondisi seperti inilah, datang perintah Allah agar para isteri tunduk kepada suaminya. Tetapi kami percaya bahwa apabila segala kerusakan akibat dosa telah dipulihkan sepenuhnya, maka "hubungan saling" diantara suami-isteri akan dikembalikan. Suami dan isteri akan saling melengkapi, saling menasihati dan saling menundukkan diri. Dan kami percaya juga bahwa "hubungan saling" yang terjadi diantara suami-isteri ini, dapat terjadi didalam keluarga-keluarga Kristen yang telah dewasa dan matang. Tetapi, bagaimanapun juga, diawal pernikahan kristen, seorang isteri haruslah tunduk pada suaminya.

Ini bukan berarti bahwa suatu pernikahan yang telah matang dan dewasa, tidak menggenapi lagi firman Tuhan dalam 1 Petrus 3:1, melainkan mereka menggenapinya didalam dimensi iman yang berbeda.

Didalam 1 Petrus 3:1, terdapat janji Tuhan yang indah bagi seorang isteri yang tunduk pada suaminya, yaitu tanpa perkataan, tindakan penundukkan diri seorang isteri, dapat memenangkan seorang suami yang tidak taat pada Firman. Artinya, seorang suami yang tidak taat Firman, akan bertobat dan mentaati Firman, tanpa dikhotbahi oleh isterinya.

Tetapi yang sering terjadi, kita lihat, adalah seorang isteri yang telah aktif puluhan tahun dalam kekristenan, namun sang suami tetap tidak mengikut Tuhan dan tidak taat Firman. Mengapa demikian ? Mungkin salah satu sebabnya adalah isteri tidak tunduk pada suaminya, dan hanya "tunduk" pada program-program serta aktifitas kekristenan. Kalau memang benar demikian, betapa ruginya bagi sorang isteri, karena ia kehilangan janji Tuhan untuk menyelamatkan suaminya. Mungkin sang isteri berpikir ia mendahulukan kerajaan sorga dengan mengikuti segala aktifitas kekristenan, dimana tanpa sadar ia telah mengabaikan suaminya. Apabila sang suami menghendaki isterinya untuk tinggal dirumah menemaninya serta mengurus anak-anak, barangkali lebih baik sang isteri meninggalkan segala program-programnya diluar rumah, dan mengambil tindakan penundukkan diri, melayani suami dan anak-anaknya. Tindakan sedemikian ini akan mengundang kuasa Allah bekerja dan menjamah sang suami, sehingga tanpa perkataan ia akan bertobat dan menuruti Firman. Semoga para isteri, khususnya yang aktif dalam program-program kekristenan namun suaminya belum mentaati Firman, memutuskan dan mengambil prioritas dengan benar sehingga tidak kehilangan janji Tuhan dalam 1 Petrus 3:1. Amin

-
Menjaga Kemurnian Pacaran dan Pernikahan


6
Bagikan
Oleh: Walsinur Silalahi

Banyak manusia masa kini tidak lagi menganggap bahwa pernikahan sebagai hal yang istimewa,sehingga mereka saling memadu kasih dengan mempergunakan tubuh mereka. Mereka tidak perlu lagi menunggu sampai mereka menikah untuk melakukan intercourse. Pria dan wanita mempergunakan tubuh mereka untuk saling mendekatkan diri. Tidak masalah apakah mereka sudah menikah atau belum.

Mereka mempergunakan tubuh mereka dengan cara yang mereka inginkan, dan melakukan perbuatan yang memberikan kesenangan bagi mereka. Mereka sudah lupa tujuan utama manusia diciptakan yaitu untuk memuliakan Tuhan dan menikmati kehadiranNya. Menunjukkan kasih atau cinta kepada lawan jenis tdk harus menyerahkan tubuh untuk saling mengenal. Mempergunakan tubuh untuk menunjukkan kasih kepada seseorang bukanlah cara untuk mengenal orang itu. Dua orang itu harus saling mengenal dengan baik,jika mereka melihat karakter yang menyerepuai Kristus di dalam diri masing-masing, lalu mereka dapat bersahabat dan mulai saling mengasihi. Kemudian mereka membuat komitmen untuk selalu hidup bersama sebagai suami-isteri. Bila mereka sdh mendapat pemberkatan nikah,maka mereka boleh menggunakan tubuh mereka untuk saling menunjukkan kasih mereka. Ketika seorang pria dan wanita menikah,mereka saling mengucapkan janji nikah dihadapan Tuhan. Mereka ber-ikrar untuk menjadi suami/isteri satu sama lain dan tdk dengan orang lain seumur hidup mereka berdua.

Seekor binatang bisa memiliki pasangan yang berbeda-beda,tetapi manusia bukanlah binatang,dan sungguh menyedihkan apabila manusia tdk menyadarinya. Manusia diciptakan menurut gambar Allah. Hubungan suami- isteri harus menjadi gambaran hubungan Allah dengan umat-Nya untuk selamanya. Menjadi murni secara seksual bermakna lebih dari sekedar bersikap hati-hati dalam penggunaan tubuh kita. Kita harus menjaga kemurnian hati dan perkataan seperti juga dalam perbuatan. Yesus berkata jika seorang pria tdk berbuat salah dengan tubuhnya,tetapi membayangkan didalam hatinya untuk melakukan hal2 yang tdk boleh dilakukan dengan seorang wanita yang bukan isterinya, maka pria itu telah berjinah didalam hatinya(mat 5:28). Allah tdk berkenan dengan apa yang kita lakukan secara lahiriah.

Allah menghendaki kita memiliki hati yang murni. Cara terbaik untuk tetap menjaga kemurnian seksual didalam perbuatan kita adalah dengan tetap menjaga kemurnian dalam segala hal yang kita pikirkan. Apa yang kita lakukan berasal dari dalam hati kita. Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan.(Amsal 4;23)

--

Jangan Pisahkan


Bagikan
Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. -- Kolose 3:16

Saya menyumbangkan lagu secara spontanitas dalam resepsi pernikahan seorang sahabat. Terbawa oleh suasana nostalgia, saya memilih Biru, yang pernah dipopulerkan oleh Vina Panduwinata. Lagu yang mendayu tersebut diakhiri dengan suatu permohonan, "Tuhan, jangan Kaupisahkan apa pun yang terjadi. Kuingin slalu dekat kekasihku." Hm, romantis nian.

Namun, sesampainya di rumah, dan setelah memikirkan lirik lagu itu lebih jauh, saya jadi malu sendiri. Bukannya karena suara saya fals, melainkan karena kata-kata permohonan tersebut terasa tidak pas, dan malah berlawanan dengan berkat pernikahan.

Yang jelas, permohonan tersebut salah arah. Dalam pernikahan Kristen, Tuhan adalah pihak yang mempersatukan, memberkati dan meneguhkan. Ide tentang kemungkinan perpisahan atau perceraian bagi pasangan yang telah menikah tidaklah bersumber dari hati Allah.

Permohonan itu lebih tepat bila ditujukan kepada manusia, khususnya pasangan yang telah mengikat janji untuk memadu kasih mereka dalam sebuah pernikahan. Seperti yang diingatkan oleh Tuhan Yesus, kelonggaran perceraian dalam hukum Musa diberikan justru karena ketegaran hati manusia. Peringatan itu mengisyaratkan bahwa kesatuan dan keutuhan rumah tangga bukanlah karunia yang jatuh dari langit. Suami-istrilah yang bertanggung jawab untuk memelihara, memupuk dan menyiram kasih di antara mereka, agar jangan sampai "beku dan membiru".

Dan ingat, bila ingin beromantis ria, jangan salah pilih lagu!

-
Seksualitas yang Seharusnya


Bagikan
Penulis : Eka Darmaputera

COBA tolong Anda definisikan apa "merah" itu! "Merah? Ah, kalau cuma itu sih, semua juga tahu!", begitu mungkin reaksi Anda. Ya, siapa yang tidak kenal warna "merah"? Tapi silakan mendefinisikannya, maka saya jamin, Anda pasti kebingungan. Saya duga, yang paling banter dapat Anda katakan adalah, bahwa merah itu bukan putih, bukan kuning, bukan biru, dan seterusnya.

Ini mirip dengan pengalaman saya, ketika di luar negeri saya diminta menjelaskan apa itu "demokrasi Pancasila" dan "ekonomi Pancasila". Gelagapan saya dibuatnya.

Yang waktu itu spontan meluncur dari mulut saya adalah, bahwa "demokrasi Pancasila" itu bukan "demokrasi liberal" ala Amerika; tapi bukan pula "demokrasi rakyat" gaya Korea Utara. Dan "ekonomi Pancasila" adalah sistem ekonomi yang tidak kapitalis, namun sekaligus tidak pula sosialis".

Yang ingin saya katakan adalah, bahwa kadang-kadang kita hanya bisa menjelaskan "what is" dari "what is not". Apa yang "ya", dari apa yang "tidak". Dan apa yang "harus", dari apa yang "tidak boleh".

Hukum ketujuh Dasa Titah berbunyi, "JANGAN BERZINAH". Apa persisnya yang dilarang oleh hukum tersebut? Ada dua cara yang dapat kita tempuh untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, kita bisa menjawabnya dengan membuat sebuah "daftar larangan", yang boleh jadi tidak terbatas panjangnya, dan luar biasa banyaknya. Atau, kedua, kita dapat dengan ringkas mengatakan, bahwa "apa yang tidak boleh" adalah semua yang bertentangan dengan "apa yang harus".

Tentu saja, saya memilih yang kedua. Yang berarti, kita akan membicarakan terlebih dahulu apa-apa yang "seharusnya", baru apa-apa yang "dilarang".

* * *

SALAH SATU konsep terpenting dan "khas" alkitab tentang "manusia", adalah pemahamannya bahwa manusia adalah satu kesatuan yang utuh. Satu kesatuan tubuh-jiwa-roh yang tak terbagi-bagi. Tanpa dikhotomi. Tanpa dualisme.

Ini berlawanan dengan filsafat Yunani yang mengatakan, bahwa "tubuh" adalah penjara bagi "jiwa". Atau dengan dengan filsafat Timur yang mengajarkan, bahwa yang "rohani" itu mulia, dan yang "jasmani" itu hina.

Dengan ringkas tapi tegas alkitab menyatakan, bahwa "manusia" adalah kesatuan "tubuh" dan "jiwa" yang tak terpisahkan. Kejadian 2:7 memberi kesaksian, "Ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah, dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi mahluk yang hidup".

Artinya, baik tubuh maupun jiwa, kedua-duanya adalah dari Allah yang satu itu jua asalnya. Karena itu kedua-duanya baik, mulia, kudus. Manusia harus memuliakan Allah dengan segenap jiwanya, tapi juga dengan seluruh tubuhnya. Antropologi semacam ini tentu saja sangat menentukan bagi pemahaman mengenai "seksualitas".

* * *

KONSEKUENSI yang pertama adalah, bahwa - menurut alkitab - "seksualitas" pada dirinya, dan pada hakikatnya, adalah baik. Baik, sama seperti semua ciptaan Allah yang lain, menurut penilaian Allah, "sungguh amat baik" (Kejadian 1:31). Tidak kotor, nista atau hina. Sebaliknya, ia suci, mulia, menyenangkan.

Pada satu pihak, kebutuhan maupun dorongan seksual diterima sebagai sesuatu yang alamiah. Sama seperti kebutuhan manusia akan makanan atau minuman. Sama seperti dorongan rasa lapar atau rasa haus. Karena itu alkitab tak pernah berusaha menutup-nutupinya. Tidak jarang malah terlalu eksplisit. Karena itu, bersyukurlah - jangan merasa bersalah -- bila Anda masih dikaruniai selera makan atau . nafsu seks!

Namun, di lain pihak, toh ada sesuatu yang "lebih" atau "istimewa" pada seksualitas, yang tidak terdapat pada makan atau minum. Perkenankanlah saya memberi dua contoh sederhana.

Yang pertama adalah kemungkinan yang unik dan eksklusif , yang dIkaruniakan Tuhan melalui seksualitas. Apa itu? Yaitu, kemungkinan manusia untuk memperoleh keturunan atau ber"prokreasi". Agar melaluinya, kelangsungan eksistensi manusia bisa terus berlanjut. Apa yang lebih mulia dan lebih istimewa dari pada ini? Kegiatannya barangkali memang cuma beberapa menit, tapi jangkauannya adalah ke"akan"an yang seolah-olah tanpa batas! Itulah seksualitas.

Kemudian, yang kedua, bukan cuma menyangkut potensialitasnya semata, tapi juga realitasnya. Maksud saya, kenikmatan serta kepuasan lahir-batin yang dimungkinkan Allah untuk dialami oleh manusia, melalui kegiatan seksualnya ini! Ini juga tak terbandingkan dengan kegiatan apa pun yang lain.

Seorang bapak gereja bahkan pernah mengatakan, bahwa satu-satunya pengalaman manusiawi yang dapat dipakai sebagai "pembanding", sehingga orang bisa memperoleh sekelumit gambaran tentang kenikmatan sorga nanti, adalah orgasme. Walaupun, tentu saja, perbedaannya juga luar biasa. Orgasme cuma berlangsung beberapa detik. Sedang kenikmatan sorgawi - yaitu ketika manusia mengalami "kesatuan mistis" dengan Allah -- berlangsung abadi.

* * *

DALAM ketegangan yang dinamis antara dua aspek itulah, kita menangkap pemahaman seksualitas yang khas alkitabiah. Aspek yang pertama adalah, ke"normal"an serta ke"natural"an-nya. Bahwa seksualitas itu normal! Dorongan-dorongannya natural! Sama seperti kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikis Anda yang lain. Jadi, Anda tak perlu merasa malu atau merasa bersalah bila memiliknya. Sebaliknya, bersyukurlah!

Mengatakan bahwa seksualitas itu "normal" dan "natural" berarti mengatakan, bahwa seksualitas penting. Bahwa tanpa itu, hidup manusia menjadi tidak penuh, tidak utuh, tidak lengkap. Bahwa hidup yang a-seksual adalah a-natural. Abnormal. Boleh-boleh saja Anda memutuskan untuk tidak menikah. Tapi jangan katakan, bahwa itu Anda lakukan agar Anda bisa menjadi lebih suci dan lebih dekat kepada Tuhan!

Setelah mengatakan itu, toh kita harus segera menyatakan, bahwa seksualitas bukanlah satu-satunya yang penting. Bukan pula yang terpenting. Seksualitas bukan segala-galanya. Ia cuma "salah satu". Tak boleh kita per"setan"kan, namun jangan pula kita per"tuhan"kan!

Seksualitas adalah salah satu aspek saja dari kehidupan manusia yang lebih luas dan lebih kompleks. Karena itu ia hendaknya juga dipahami dan diperlakukan dalam inter-relasi dengan komponen-komponen kehidupan yang lain. Tidak dalam "isolasi", melainkan dalam "koordinasi" dengan yang lain-lain itu. Yang benar berkenaan dengan seksualitas adalah yang "proporsional". Tidak "sex-maniac" tidak pula "sex-o-phobia".

* * *

"JANGAN BERZINAH". Pada satu pihak, larangan ini adalah salah satu saja dari sepuluh titah yang ada. Karena itu, jangan terlampau melebih-lebihkannya. Dosa seksual tidak lebih serius dibandingkan dengan dosa di bidang ajaran, atau dengan dosa dalam keluarga, atau dengan jenis dosa-dosa lainnya.

Sebab itu bagi saya, adalah tragis dan ironis, ketika sekelompok masyarakat ribut besar dan merasa amat terganggu oleh "goyang Inul", tapi nyaris tidak bereaksi apa-apa ketika tindak korupsi semakin meluas, ketika tindak kekerasan meranggas, ketika perdagangan perempuan dan anak-anak dibiarkan semakin subur, ketika semakin banyak orang miskin yang tergusur, dan . ada orang yang malah sibuk menggagas "polygamy award".

Namun toh benar juga, bahwa sekalipun "dosa seksual" hanya "salah satu" saja, tapi ia adalah "salah-satu" yang sama sekali tidak boleh dipandang remeh! Kita tidak boleh dengan enteng mengatakan, "Ah, biar saja! Habis, memang sudah zaman-nya sih!" . Atau, "Jangan usil ngurusin apa yang terjadi di bawah selimut orang , deh! Itu ´kan tanggungjawab masing-masing!"

Tidak! Kita tidak bermaksud "usil" atau "iseng". Kita hanya mau peduli, sebab Tuhan pun sangat peduli. Dan Tuhan sangat peduli, karena dalam seksualitas ini terkait masalah "kekudusan". Baik kekudusan individual, maupun kekudusan relasional.

* * *

DALAM seksualitas terkait masalah "kekudusan relasional" antar-manusia. Telah sejak awal proses penciptaan, dengan jelas Tuhan menyatakan, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia" (Kejadian 2:18).

Kesendirian, menurut Allah, "tidak baik". Sebab kesendirian akan menciptakan ketidak-berdayaan. Ketidak-berdayaan yang hanya dapat diatasi dengan kehadiran seorang "penolong yang sepadan". Dan itulah antara lain hakikat serta fungsi seksualitas itu.

Seksualitas memungkinkan mutualitas atau hubungan timbal balik antarmanusia. Juga kesetaraan antar manusia. Dan, jangan lupa, kesatuannya! "Inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku . sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging" (Kejadian 2:23-24).

Jadi "berzinah" itu apa? "Berzinah", berarti tercemarnya kekudusan serta integritas moral individual orang-per-orang. Tapi "berzinah" juga berarti rusaknya relasi yang mutualistis antar manusia: keseteraannya, kesatuannya, tolong-menolongnya. Ketika "perzinahan" terjadi, kekudusan terinjak-injak dan relasi kemanusiaan retak. Dan ini, Saudara, sungguh, adalah bencana!

6 Pilar Penyangga Perkawinan





Bagikan
Di masa pacaran, boleh jadi cinta memang sejuta rasanya. Namun ketika memasuki perkawinan, modal cinta saja tak cukup untuk mempertahankan kelangsungan sebuah keluarga. Dalam mencari pasangan hidup, budaya Jawa mengenal sejumlah kriteria yang dikenal dengan istilah bobot, bibit, bebet. Namun pada kenyataannya, banyak orang beranggapan salah satunya saja sudah cukup memenuhi kriteria pasangan hidup. "Cari pasangan ya lihat pribadinya dong! Punya mobil pribadi, rumah pribadi, dan kalau perlu vila pribadi!" ujar seorang perempuan tanpa maksud bergurau. "Kalau menurut saya sih, yang penting harus punya tanggung jawab," sela seorang teman bicaranya. "Yang paling penting ya cinta dong!" yang lain menyergah tak kalah semangat.

Sebetulnya apa saja sih pilar penyangga yang kokoh bagi kelanggengan sebuah perkawinan? Benarkah cinta bisa diandalkan? Sepenuhnya ditentukan oleh kelimpahan materi? Bagaimana soal komitmen dan tanggung jawab? Seberapa penting aspek kepribadian kedua belah pihak? Bagaimana dengan hal-hal lain, bisakah diabaikan?

"Proses menimbang-nimbang memang seharusnya sudah dimulai sebelum suami-istri memasuki gerbang pernikahan," kata Titi P. Natalia, M.Psi. Meski ia tak menyangkal banyak pasangan yang tidak "sempat" melewati proses seleksi. Meminjam istilah anak zaman sekarang, ada tahapan yang mesti dilalui, yakni koleksi, seleksi, baru resepsi. Akan tetapi Titi mengingatkan agar kita tidak perlu lagi menoleh ke belakang hanya untuk mempertanyakan apakah tahapan-tahapan tersebut sudah dilalui atau belum. "Sebaiknya lihat saja ke depan. Komitmen dan kesungguhan suami istrilah yang paling dibutuhkan begitu janur kuning sudah dipasang melengkung," tandasnya.

6 Pilar Yang Dibutuhkan

Pilar-pilar yang dibutuhkan demi kokohnya sebuah pernikahan memang tidak sedikit.
Berikut di antaranya:

Latar belakang keluarga Tak bisa dipungkiri

latar belakang keluarga kedua belah pihak pastilah memegang peran penting. Yang termasuk di sini antara lain suku, bangsa, ras, agama, sosial, kondisi ekonomi, pola hidup dan sebagainya. Namun bukan berarti pasangan dengan latar belakang yang sangat berbeda dan bertolak belakang tidak mungkin bersatu. Hanya saja mereka mesti lebih siap dituntut berupaya lebih keras dalam proses penyesuaian diri.
Kesetaraan

Kesetaraan akan mempermudah suami istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Adanya kesetaraan dalam banyak hal dapat meminimalkan friksi yang mungkin timbul. Kesetaraan ini antara lain meliputi kesetaraan pendidikan, pola pikir dan keimanan.
Karakteristik individu

Setiap individu memiliki karakteristik yang unik dan ini menjadi salah satu pilar yang menentukan langgeng tidaknya sebuah rumah tangga. Individu dengan karakter sulit yang bertemu dengan individu yang juga berkarakter sulit, tentu lebih berat dalam mempertahankan pernikahannya. Sebaliknya, yang berkarakter sulit bila bertemu dengan pasangan yang berkarakter mudah, tentu proses penyesuaian yang harus dijalaninya bakal lebih mulus.
Cinta

Jangan anggap sepele kata yang satu ini. Walaupun tidak berwujud, cinta dapat dirasakan. Pernikahan tanpa cinta bisa dibilang ibarat sayur tanpa garam, serba hambar dan dingin. Cinta yang dimaksud adalah cinta yang mencakup makna melindungi, memiliki tanggung jawab, memberi rasa aman pada pasangan dan sebagainya.
Ada yang bilang, setelah sekian tahun menikah cinta biasanya akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Sementara yang tersisa tinggal tanggung jawab. Benarkah? "Tidak harus seperti itu karena cinta bisa dipupuk supaya terus subur. Apalagi menjalani tanggung jawab akan terasa lebih ringan kalau ada cinta di dalamnya," ujar Titi. Meski tentu saja, mempertahankan rumah tangga tidak cukup bermodalkan cinta semata!

Kematangan dan motivasi

Kematangan suami/istri memang ditentukan oleh faktor usia ketika menikah. Mereka yang menikah terlalu muda secara psikologis belum matang dan ini akan berpengaruh pada motivasinya dalam mempertahankan biduk rumah tangga. Namun usia tidak identik dengan kematangan seseorang karena bisa saja orang yang sudah cukup umur tetap kurang memperlihatkan kematangan.
Partnership

Pilar rumah tangga berikutnya adalah partnership alias semangat bekerja sama di antara suami dan istri. Tanpa adanya partnership, umumnya rumah tangga mudah goyah. Selain itu perlu "persahabatan" yang bisa dirasakan keduanya. Coba bayangkan, alangkah nikmatnya bila masalah apa pun yang menghadang senantiasa dihadapi bersama dengan seorang sahabat.
Bila Terjadi Kepincangan

Idealnya, ucap Titi, semua pilar tersebut sama-sama ikut menyangga bangunan rumah tangga agar segala sesuatunya menjadi lebih kokoh dan kuat. Namun dalam realitas sering terdapat kepincangan di sana-sini, entah dalam hal motivasi, kesetaraan dan sebagainya. Kalau hal seperti ini yang terjadi, apa yang harus dilakukan?

"Semua terpulang pada tujuan pernikahan itu sendiri. Kalau memang tujuan mereka jelas dan motivasi suami maupun istri kuat, tentu akan ada �usaha� dari kedua belah pihak untuk menyelaraskan semuanya," jawab psikolog yang antara lain berpraktik di Empati Development Center. Keduanya akan bersedia menerima pasangannya, apa pun adanya. "Tapi ingat, menerima di sini bukan berarti pasrah begitu saja lo, melainkan harus ada penyesuaian di sana-sini yang bisa diterima bersama."

Mengarungi biduk perkawinan tanpa masalah memang mustahil karena friksi-friksi sangat mungkin muncul kapan saja dan mencakup aspek apa saja. "Namun sekali lagi kembali pada usaha suami dan istri untuk mempersepsikan perbedaan yang ada. Apakah perbedaan itu akan dibesar-besarkan atau dicarikan jalan keluarnya."

Saat menentukan pilihan mungkin saja calon suami/istri adalah yang terbaik. Namun dalam perjalanan hidup perkawinan mereka, di mata istri atau suami, ternyata pasangannya bukan lagi yang terbaik. Lo, kok bisa begitu? "Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang dinamis. Selalu saja ada perubahan. Oleh karena itulah dibutuhkan kesadaran kedua belah pihak untuk terus-menerus menyesuaikan diri."

Singkatnya, walaupun semua pilar yang disebutkan itu ada dalam rumah tangga, tidak ada jaminan bahwa pernikahan ini akan mulus tanpa batu sandungan. Namun setidaknya dengan adanya pilar-pilar kokoh tadi, suami dan istri akan dipermudah dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

--

Mematahkan Belenggu Materialisme


Bagikan
Oleh: Sunanto

Saat ini kita hidup dalam sebuah jaman yang sangat bersifat
konsumtif dan materialistis. Ketika saya masih kecil dulu, pusat
perbelanjaan (Mal) yang saat ini menjamur dimana-mana masih sangat
jarang sekali. Tanpa disadari banyak orang kristen yang terjebak
dengan gaya hidup yang konsumtif dan materialistik ini. Memiliki
kelimpahan bukanlah hal yang buruk tetapi dikendalikan oleh kelimpahan
merupakan sebuah bentuk penyembahan berhala (keserakahan). Tuhan tidak
melarang kita untuk memiliki kelimpahan tetapi Ia tidak ingin kita
menjadi orang yang sengsara oleh karena keserakahan.

Ketika berada di Calcutta, Miller diperingatkan untuk tidak memuji
barang-barang yang ada dia lihat di rumah-rumah yang dia kunjungi
sebab saudara-saudara seiman disana akan memberikan barang-barang
tersebut kepada orang yang memujinya. Kelimpahan materi tidaklah dapat
menjamin kebahagiaan seseorang malahan justru bisa membuat hidup orang
tersebut semakin menderita. Sikap hidup yang senantiasa mengucap
syukur dan berserah total kepada Tuhan merupakan kunci untuk menuju
hidup yang bahagia. Bila kita tahan uji dalam kesesakan padang gurun
ini maka segala keserakahan akan lenyap. Baru setelah itu kita siap
untuk menerima warisan yang telah disediakan oleh Bapa kita.

Tujuan utama Tuhan memberkati hidup kita bukan untuk kenikmatan
pribadi kita sendiri melainkan agar kita bisa memberkati orang lain.
gaya hidup yang bersifat konsumtif dan materialistis. Ingatlah bahwa
hidup kita ini bukan milik kita lagi sebab kita telah dibeli dan
harganya telah lunas dibayar (I Kor 6:20). Marilah kita
mempersembahkan diri kita secara total kepadaNya dan hidup hanya untuk
menyenangkanNya !

--

Sukses Di Mata Allah


Bagikan
Oleh: Sunanto

Hampir setiap kali berkunjung ke toko buku saya menemukan sebuah buku baru yang berhubungan dengan bagaimana cara menjadi sukses atau kaya.

Para penerbit memang sangat suka menebitkan buku-buku motivasional seperti ini sebab biasanya buku jenis ini akan laku dijual (best seller). Tidak semua isi buku-buku ‘sukses’ ini tidak benar atau tidak berguna tetapi saya menemukan ada satu hal yang salah dalam banyak buku jenis seperti ini. Salah satu hal salah yang dipesankan oleh banyak buku motivasional ini adalah untuk memperoleh kebahagiaan manusia harus mencapai atau memiliki sesuatu. Merupakan sebuah dusta jika seseorang berhasil mencapai posisi tinggi atau memiliki pendapatan sampingan (passive income) yang besar maka ia pasti akan memiliki kebahagiaan. Saya mengenal seseorang yang memiliki ‘passive income’ sangat besar tetapi saya tidak melihat kebahagiaan dalam dirinya melainkan yang saya lihat adalah kekosongan. Saya tidak bermaksud mengatakan kita tidak boleh memiliki jabatan yang tingggi atau memiliki passive income tetapi kita tidak boleh mengejar hal itu untuk memperoleh kebahagiaan atau kepuasan dalam hidup ini sebab tatkala anda memperolehnya maka anda pasti tidak akan berbahagia, malah sebaliknya mungkin anda akan semakin menderita.

Sejak kejatuhannya, manusia memang berusaha untuk mencari sukses dalam ukuran dunia atau mengindentifikasikan dirinya dengan sesuatu sebab dosa telah membuat manusia kehilangan jati dirinya yang sejati sehingga tidak heran jenis buku-buku motivasional sangat disukai banyak orang. Akibat masuknya dosa, manusia telah kehilangan kemuliaan Allah (telanjang) sehingga kita tidak lagi memiliki jati diri yang sejati. Sejak itu manusia berusaha menutupi ketelanjangannya tersebut dengan mengindentifikasikan dirinya dengan sesuatu (memakai topeng).

Alkitab mencatat bahwa manusia mulai mengindentifikasikan dirinya dengan kesuksesan secara dunia sejak dari mulai keturunan kain yaitu Yabal, Yubal dan Tubal–Kain yang dikenal karena keahlian mereka. Bila manusia ingin bahagia maka mereka tidak akan memilih memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat. Sebenarnya yang menginginkan manusia menjadi bahagia adalah Tuhan Allah sendiri sehingga Ia mencari manusia bukan manusia yang mencari Tuhan tatkala mereka jatuh ke dalam dosa. Tuhan Allah menginginkan manusia menjadi bahagia sehingga Ia mengaruniakan anakNya yang tunggal agar kita bisa kembali memiliki kemuliaan Allah. Oh betapa besar kasihNya kepada kita semua sehingga diberikanNya anakNya yang tunggal untuk mati disalib bagi kita semua. Semuanya hanya karena kasih karuniaNya saja bukan karena kita layak untuk menerimaNya. Kita semua sebenarnya layak untuk binasa karena telah memilih untuk jatuh ke dalam dosa tetapi karena kemurahanNya semata maka kita boleh diselamatkan. Allah mana yang seperti Allah kita, Dia begitu penuh kasih dan kemurahan kepada umatNya. Kita berusaha mencari gelar, kedudukan dan harta yang kita pikir akan membuat kita bahagia tetapi itu semua hanyalah tipuan belaka. Semuanya itu, yang dalam ukuran dunia artinya sukses hanyalah sebuah tipuan belaka yang mana bila kita memperolehnya tetap akan membuat kita tidak bahagia malah sebaliknya akan membuat kita semakin menderita. Yang kita butuhkan adalah memperoleh identitas atau jati diri kita yang sejati sehingga kita menjadi manusia yang seutuhnya. Hal itu hanya akan terjadi bila oleh kasih karuniaNya, kita ditransformasikan menjadi manusia baru yang dipenuhi oleh kemuliaan Allah yaitu posisi yang sama seperti sebelum dosa masuk ke dalam kehidupan manusia.

Sukses di mata Allah artinya kita menjadi manusia seutuhnya yang dipenuhi oleh kemuliaan Allah. Yesus merupakan gambaran manusia yang dipenuhi oleh kemuliaan Allah sebab di dalam dirinya sama sekali tidak ada unsur dosa. Itulah sebabnya dapat dikatakan sukses di mata Allah artinya kita berubah menjadi serupa dengan Kristus. Yesus melakukan pekerjaan Bapa bukan untuk membuat dirinya menjadi bahagia melainkan karena Ia sendiri sudah memiliki kebahagiaan itu. Oleh karena itu pelayanan yang sejati tidak boleh lahir untuk memuaskan keakuan kita. Kita melayani bukan untuk mencari kebahagiaan melainkan karena kita sudah menemukan kebahagiaan (kepuasan) tersebut dari hubungan dengan Allah sehingga kita ingin orang lain boleh memikili kebahagiaan yang kita miliki itu. Salah satu tanda bahwa kita telah memperoleh kesuksesan yang sejati adalah kita memiliki kepuasan yang sejati yang diperoleh dari hubungan dengan Allah. Yesus juga tidak perlu mengidentifikasikan dirinya dengan kesuksesan secara dunia sebab Ia telah memiliki jati diri yang sejati. Bila diukur dalam ukuran dunia maka Yesus sama sekali tidak sukses sebab setelah tiga tahun melayani Ia tidak memiliki jabatan apapun bahkan para muridNya sendiri menyangkal dan menghianati Dia. Akan tetapi di mata Allah, Yesus sangat sukses sebab Ia taat melakukan kehendak Allah sampai mati.

Seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa natur kita sebagai manusia itu cenderung ingin hidup nyaman dan tidak ingin berubah. Oleh karena itu Tuhan akan mengijinkan penderitaan dan kekecewaan terjadi dalam hidup kita agar kita terdorong untuk berubah. Kadang kita merasa Tuhan seakan menjebak (tentunya dalam kasih) kita sehingga kita berada dalam posisi terjepit mirip seperti posisi Yakub di sungai Yabok. Memang seringkali kita tidak menyadari bahwa tangan Tuhanlah yang membawa kita dalam posisi terjepit tersebut. Bahkan kadangkala kita merasa itu merupakan pekerjaan musuh, padahal sebenarnya tangan Tuhan sendiri yang sedang membentuk dan menjunan diri kita menjadi bejana yang indah dan mulia. Dalam kamus Tuhan tidak ada yang namanya kebetulan, semuanya diijinkan untuk mendatangkan kebaikan bagi hidup kita. Oh semuanya baik, sungguh teramat baik apa yang telah Ia perbuat dalam hidupku.

Percayalah, Tuhan sangat menginginkan anda menjadi sukses dan bahagia. Tuhan sangat peduli dengan kita sehingga Dia telah merancangkan sebuah masa depan yang penuh harapan bagi kita semua. Bila Tuhan tidak ingin anda menjadi bahagia dan sukses maka Ia tidak akan memberikan anakNya yang tunggal kepadamu. Namun ukuran sukses di mata Allah sangat berbeda dengan ukuran sukses di mata dunia. Sukses di mata Allah artinya kita berubah menjadi serupa dengan karakter Kristus yaitu menjadi seorang pribadi yang taat dan setia melakukan kehendak Allah. Kesuksesan sejati tidak diukur dari posisi, kekayaan dan ketenaran yang kita miliki melainkan diukur dari keberhasilan kita untuk taat kepada kehendak Bapa. Doa saya kiranya kita semua dapat menjadi orang-orang yang sukses di mata Allah !

--

Pembaharuan Pikiran


Bagikan
Oleh: Sunanto

Rom 12:2 “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”

Dalam artikel sebelumnya saya telah membahas tentang proses perubahan (metamorfosis) manusia batiniah yang memakai contoh proses perubahan yang terjadi pada ulat kepompong menjadi kupu-kupu. Beberapa waktu yang lalu ketika berkunjung ke sebuah toko buku, secara kebetulan saya melihat sebuah buku bergambar yang dengan sangat jelas menggambarkan proses metamorfosis yang terjadi pada kupu-kupu. Lewat buku itu saya semakin memahami proses metamorfosis yang terjadi dari ulat menjadi kupu-kupu. Sebelum seekor ulat berubah menjadi kupu-kupu, ia harus lebih dulu membungkus dirinya dalam sebuah kepompong yang ia buat sendiri. Hari demi hari sang ulat merajut tanpa lelah sampai seluruh dirinya terbungkus oleh kepompong yang biasanya akan tergantung di sebuah batang pohon. Di dalam kepompong tersebut sang ulat mengisolasi dirinya dari dunia luar dan melepaskan kulit lamanya agar ia bisa berubah menjadi kupu-kupu. Proses pelepasan kulit lama ini menggambarkan proses pembaharuan pikiran yang harus dialami oleh semua orang yang ingin mengalami proses perubahan menjadi manusia baru. Perhatikan, sang ulat tidak melepaskan kulit lamanya sebelum ia terisolasi (terpisah dari dunia luar) di dalam kepompong. Seringkali Tuhan akan membawa kita ke dalam posisi yang mirip seperti ulat dalam kepompong dimana kita merasa terpisah dari dunia ini dan dicekam oleh perasaan kesepian. Saya sendiri pernah mengalami masa-masa kesepian saat Tuhan sedang membentuk saya untuk menjadi lebih serupa dengan Dia. Dalam masa-masa kesepian ini Tuhan memulihkan hidup saya dan melepaskan banyak kepercayaan (pola pikir) saya yang lama.

Cara kerja dan tampilan sebuah aplikasi dalam sebuah komputer sangat tergantung dari program (skrip,pikiran) dari aplikasi sofware tersebut. Sebagai seseorang yang dulunya pernah bekerja sebagai programmer saya sangat memahami bahwa untuk mengubah sebuah isi aplikasi maka perlu mengubah programnya (otaknya). Bila saya salah dalam menulis skrip program dari sebuah aplikasi maka dapat dipastikan aplikasi komputer yang saya buat tersebut akan bekerja dengan tidak semestinya. Demikian juga untuk mengubah seorang manusia maka perlu mengubah pikirannya. Kita semua merupakan orang-orang yang telah diprogram pikirannya sedemikian rupa dan program tersebut mempengaruhi tingkah-laku luar kita. Apa yang kita pikirkan akan menjadi apa yang kita katakan dan apa yang kita katakan akan menjadi apa yang kita buat. Untuk menilai seseorang kita dapat menilainya dari kata-kata yang ia ucapkan sebab kata-kata tersebut mencerminkan pikiran orang tersebut. Ada orang tertentu yang mudah marah atau tersinggung bila di kritik sebab pikirannya telah diprogram untuk marah bila di kritik. Ada orang yang mudah nangis bila ditekan sebab pikirannya telah diprogram untuk menangis bila sedang mengalami tekanan.

Beberapa tahun yang lalu, Indonesia dikejutkan dengan meledaknya bom Bali yang berdaya ledak sangat dasyat sehingga mengakibatkan jatuhnya banyak korban. Polisi bekerja dengan baik sehingga salah satu pelakunya tertangkap yaitu yang bernama Amrozi. Saya sangat terkejut ketika melihat ekspresi muka Amrozi yang penuh tawa saat muncul di televisi. Bahkan ia tidak merasa menyesal atau takut dengan hukuman mati yang mengancamnya. Ia percaya bahwa ia telah melakukan jihad dan pasti akan masuk surga bila mati nanti. Kisah Amrozi ini menggambarkan bagaimana seseorang yang telah di cuci otak ( diprogram) sedemikian rupa sehingga ia sampai tega melakukan sebuah tindakan terorisme yang tidak berprikemanusiaan.

Pernahkah anda menonton sebuah pertunjukkan di mana terdapat seseorang sedang di hipnotis ? Saya pernah beberapa kali melihatnya dalam sebuah acara yang disiarkan oleh sebuah stasiun TV. Dalam adegan tersebut seseorang yang disebut ahli hipnotis akan mengatakan beberapa kata ke alam bawah sadar dari orang yang sedang dihipnotis. Orang yang sedang terhipnotis tersebut akan melakukan apa yang diperintahkan ke dalam pikirannya sampai ia “dibangunkan” oleh sang penghipnotis. Bila anda pernah menyaksikan maka anda pasti akan tertawa menyaksikan tingkah laku dari orang yang sedang dihipnotis tersebut. Namun tahukah anda bahwa tanpa disadari kita semua sebenarnya sedang tidur/terhipnotis? Tahukah anda bahwa kita semua hidup dalam sebuah ilusi sampai Roh Kudus “membangunkan” diri kita untuk hidup dalam realita (kebenaran)? Dunia ini dipenuhi oleh manusia-manusia yang sedang tidur dan tidak menyadari apa yang sedang mereka buat. Oleh karena itu Tuhan memerintahkan kita untuk berubah oleh pembaharuan pikiran. Dengan kata lain kita diperintahkan untuk bangun/sadar dari semua ilusi yang telah menghipnotis hidup kita.

Salah satu ilusi yang kita miliki adalah bahwa untuk menjadi bahagia kita membutuhkan sesuatu atau seseorang. Salah satu kebodohan manusia adalah kita percaya bahwa kita tidak dapat hidup tanpa berada dalam sebuah kelompok. Manusia memang makhluk sosial dalam pengertian untuk memenuhi kebutuhan hidup maka kita saling membutuhkan tetapi kita sebenarnya tidak membutuhkan orang lain untuk menjadi bahagia. Kebahagiaan yang sejati bersumber dari dalam yaitu dari sukacita dan sejahtera oleh Roh bukan bersumber dari luar. Merupakan sebuah ilusi bila kita tidak dicintai oleh seseorang maka kita tidak dapat berbahagia sebab ternyata ada wanita cantik yang dicintai dan dikejar-kejar oleh banyak pria tetap saja ia tidak merasa bahagia. Sebenarnya orang lain tidak memiliki kekuatan untuk membuat kita bahagia atau menderita. Tatkala kita berubah menjadi manusia baru yang telah mengalami pembaharuan pikiran (pencerahan) maka tidak ada seorangpun yang dapat membuat kita kecewa lagi.

Karir, jabatan, harta, keluarga dan sahabat bukanlah sumber kebahagiaan kita sebab semuanya itu tidak kekal dan dapat berubah dalam sekejab. Karir kita dapat menurun, harta kita dapat ludes dibakar api dalam sekejab, sahabat kita dapat berubah sikap menjadi seorang penghianat. Kebahagiaan yang sejati terjadi bila kita telah mengalami pencerahan dan bersentuhan dengan realita dari kehidupan ini. Pembaharuan pikiran merupakan sebuah proses pencerahan/penyadaran dimana kita menyadari bahwa selama ini kita telah hidup dalam sebuah ilusi. Yesus mengatakan bahwa Roh Kudus diberikan kepada kita untuk membawa kita kepada seluruh kebenaran. Roh Kudus diberikan kepada kita sebagai penolong agar kita dapat mengalami proses pembaharuan pikiran sehingga kepercayaan-kepercayaan kita yang salah dapat digantikan oleh kebenaran Firman Allah. Yesus berkata, “ Kamu akan mengetahui kebenaran dan kebenaran akan memerdekakanmu”. Yesus yang juga adalah Firman kebenaran datang ke dunia ini untuk memberikan kehidupan yang berkelimpahan agar kita menjadi orang yang bebas dan merdeka. Jadilah manusia yang merdeka dan setelah itu bantulah orang lain agar mereka bisa mengalami hidup dalam kemerdekaan yang sejati ini!

--

6 Kiat Sukses versi Salomo


Bagikan

Andalkan Tuhan dalam segala hal

"Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan jangan bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." (Amsal 3:5-6)

Sertakanlah Tuhan di dalam segala hal khususnya di dalam usaha dan pekerjaan kita untuk meraih kesuksesan. Ada banyak hal yang tidak kita dapat di bangku sekolah, tetapi bila kita mampu mengerjakannya dengan baik, akan ada sukacita tersendiri yang memenuhi hati kita.


Jangan Pernah Berhenti Belajar

"Tanpa pengetahuan kerajinanpun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah." (Amsal 19:2)

"Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan." (Amsal 19:20)

Cara bekerja yang benar dan efisien perlu menjadi bagian di dalam kehidupan kita. Jangan pernah malu untuk belajar, meminta petunjuk dan menggali pengalaman dan pengetahuan yang belum Anda ketahui.


Rajin dan Selalu Giat

"Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4)

"Dalam tiap jerih payah ada keuntungan, tetapi kata-kata belaka mendatangkan kekurangan saja." (Amsal 14:23)

Orang yang rajin dan giat akan selalu diingat oleh pemimpinnya, terutama ketika sang pemimpin mau menetapkan promosi jabatan dan kenaikan gaji.


Berlaku Jujur dan Benar

"Lebih baik penghasilan sedikit disertai dengan kebenaran, daripada penghasilan banyak tanpa keadian." (Amsal 16:8)

"Siapa bersih kelakuannya, aman jalannya, tetapi siapa berliku-liku jalannya, akan diketahui." (Amsal 10:9)

"Upah pekerjaan orang benar membawa kepada kehidupan, penghasilan orang fasik membawa kepada dosa." (Amsal 10:16)

Renungkanlah ayat-ayat ini sekali lagi dan temukanlah di mana Anda berada?


Sabar dan Tenang

"Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32)

"Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukan tulang." (Amsal 14:30)

Jelas sekali perkataan penulis Amsal ini, pujian untuk orang yang sabar memang sulit dikatakan dan hati yang sabar sangat berguna bagi hidup seseorang.


Jaga Mulut

"Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri daripada kesukaran." (Amsal 21:23)

"Di dalam banyak bicara pasti ada banyak pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19)



--

Peran Suami Dalam Pernikahan dan Proses Penyatuan.


Bagikan
"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging" [ Kej. 2:24 ].

Ayat diatas mengungkapkan apa yang disebut hukum universal pernikahan. Ada dua poin didalam hukum universal ini. Pertama, tanggung jawab suatu pernikahan ada diatas pundak laki-laki. Mengapa ? Karena tertulis. "seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya", ini berarti inisiatif dan tindakan untuk menikah dijalankan oleh seorang laki-laki. Ini juga berarti bahwa segala hal yang terjadi didalam suatu pernikahan merupakan tanggung jawab laki-laki. Itulah sebabnya mengapa laki-laki [ suami ] disebut kepala rumah tangga. Kepala rumah tangga tentu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi didalam rumah tangganya. Kesalahan-kesalahan bisa saja dilakukan oleh seorang istri atau anak-anak didalam keluarga, tetapi tanggung jawab tetap berada dipundak suami sebagai kepala. Itu sebabnya Allah memanggil manusia ( Adam ) dan bukan Hawa, ketika keluarga pertama dimuka bumi ini jatuh dalam dosa [ Kejadian 3:9 ].

Kedua, tanggung jawab untuk memelihara dan mengusahakan kesatuan ada di pundak laki-laki. Hal ini ditegaskan oleh ayat diatas, "dan bersatu dengan istrinya". Disini juga terlihat bahwa pernikahan adalah merupakan suatu proses penyatuan antara suami dengan istrinya, tetapi tanggung jawabnya berada dipundak sang suami.

Bagaimana seorang suami dapat bersatu dengan istrinya ? Sesuai ayat diatas yaitu, "meninggalkan ayahnya dan ibunya". Artinya, sejak seorang laki-laki menikah, maka ia telah meninggalkan unit keluarga yang dibangun bapanya karena ia telah membangun suatu unit keluarga yang baru. Ia telah menjadi kepala dari suatu unit keluarga yang baru. Ia tidak lagi berada dibawah ke-kepala-an bapanya. Ini tidak berarti ia tidak perlu lagi mendengarkan nasihat bapanya, tetapi sekarang ia telah menjadi seorang kepala rumah tangga yang "independent" dimana ia harus menentukan sendiri keputusan-keputusan bagi keluarganya. Meninggalkan ayahnya, juga berarti ia harus mengutamakan kesatuan dengan istrinya, diatas segala hal yang berkaitan dengan ayahnya. Bukan berarti ia tidak menghormati ayahnya lagi, tetapi ia harus terfokus pada usaha bagaimana ia dapat bersatu dengan istrinya.

Selanjutnya, seorang laki-laki juga harus meninggalkan ibunya, agar ia dapat bersatu dengan istrinya. Hal ini berarti bahwa perempuan nomor satu bagi seorang laki-laki adalah istrinya, dan bukan ibunya. Bagi seorang laki-laki yang tidak terlalu dekat dengan ibunya, mungkin hal ini tidak menjadi masalah. Tetapi bagi seorang "anak mami", ini merupakan masalah besar. Proses penyatuan seorang laki-laki dengan istrinya terhambat karena adanya "orang ketiga",yaitu ibunya sendiri. Apalagi jika ibunya adalah seorang yang suka mencampuri dan mengatur rumah tangga anaknya, maka kesatuan suami-istri tidak mungkin tercapai. Jadi, seorang laki-laki harus mengambil keputusan tegas untuk me-nomor satu-kan istrinya demi proses penyatuan, dan tidak me-nomor satu-kan ibunya. Apabila kata "meninggalkan" ini kita perluas artinya, maka seorang laki-laki harus meninggalkan segala sesuatu, yang menghambat proses penyatuan dengan istrinya. Artinya ia harus mengutamakan penyatuan dengan istrinya, daripada apa yang disebut pelayanan, pekerjaan, hobby, dst.

Memang ada harga yang harus dibayar untuk bersatu dengan istri kita. Tetapi suami yang memperoleh hikmat Tuhan, akan mengetahui kehendakNya serta menentukan prioritas dengan benar.

--

Jodoh (Perspektif Psikologis)


Bagikan
Penulis : Pdt. Paul Gunadi, Ph.D

Perjodohan memang masalah yang pelik. Berapa banyak di antara kita yang begitu yakin akan jodoh kita sebelum menikah namun mengalami kebingungan setelah menikah? Sebelum menikah dengan pasti kita mengatakan bahwa dia adalah jodoh kita tetapi setelah menikah, dengan keyakinan yang sama kita berkata bahwa dia bukan jodoh kita.

Salah satu kesalahpahaman yang acap muncul adalah keyakinan prematur bahwa seseorang yang baru kita jumpai adalah jodoh kita. Saya mengatakan prematur sebab kita mengklaim bahwa dia adalah jodoh kita jauh sebelum kita memastikan adanya kecocokan. Bahkan ada di antara kita yang langsung mengklaim "Dia adalah jodoh saya!" pada pertemuan pertama. Terlalu tergesa-gesa dan tidak bijaksana!

Klaim bahwa seseorang adalah jodoh hanya boleh kita ajukan setelah kita berhasil membangun kecocokan, bukan sebelumnya. Jodoh adalah akhir bukan awal dari proses menyesuaikan diri untuk mencapai kecocokan. Dalam praktik konseling kerapkali saya mendengarkan keluh kesah orang yang menyesali nasibnya karena telah memilih pasangan yang keliru. Masalahnya adalah kadangkala saya harus mengiyakan bahwa memang mereka telah keliru memilih pasangan hidup. Begitu banyak perbedaan yang diabaikan dan begitu banyak peringatan yang dikesampingkan demi memenuhi hasrat untuk menikahi si jantung hati. Malangnya, setelah pernikahan si jantung hati ternyata lebih banyak menimbulkan sakit hati.

Kecocokan antara dua orang yang berbeda sudah tentu merupakan hasil kerja keras yang tak kenal lelah, namun sebelumnya diperlukan kriteria yang jelas dan tepat. Kriteria adalah saringan pertama menuju pelaminan; saringan kedua adalah kecocokan. Jika pasangan tidak memenuhi kriteria, jangan berharap kita akan mampu menjalin kecocokan. Kadang saya melihat kebalikannya: Sudah tahu tidak memenuhi kriteria namun terus berusaha mencocok-cocokkan. Hasil akhirnya adalah kefrustrasian dan keputusasaan.

Suami seperti apakah yang layak kita pertimbangkan dan istri seperti apakah yang seharusnya kita perhitungkan? Kepada Saudara yang belum menikah saya ingin membagikan kriteria pemilihan pasangan hidup yang saya timba dari Efesus 5:22-33. (Sudah tentu termaktub dalam kriteria ini bahwa Saudara hanya akan memilih pasangan yang seiman dalam Kristus.) Kepada Saudara yang pria, inilah kriteria dasar yang layak Saudara pertimbangkan tatkala memilih istri: Carilah wanita yang takut akan Tuhan dan takut akan Saudara. Kepada Saudara yang perempuan inilah kriteria yang layak Saudara pertimbangkan dalam memilih suami: Carilah pria yang mengasihi Tuhan dan mengasihi Saudara.

Ketundukan kepada suami haruslah berawal dari dan berdasar pada ketundukan kepada Tuhan. Tidak selalu kita dapat tunduk dengan mudah kepada suami (atau kepada siapapun) namun jika kita tunduk kepada Tuhan yang meminta kita untuk tunduk kepada suami, maka ketundukan kepada suami akan lebih dimungkinkan. Ketundukan merupakan sikap yang keluar dari karakter pribadi; jika kita berkarakter keras, kepada siapa pun kita akan sulit untuk tunduk, termasuk kepada Tuhan. Jadi, kita mesti membangun karakter yang bersedia tunduk dan Tuhan adalah pihak pertama yang kepada-Nya kita tunduk, setelah itu barulah kita tunduk kepada manusia, dalam hal ini kepada suami.

Ketundukan, tidak bisa tidak, berkaitan erat dengan takut. Takut sudah tentu tidak sama dengan ketakutan sebab ketakutan merupakan reaksi terhadap perasaan diteror. Tuhan tidak meneror kita, jadi, tidak seharusnyalah kita ketakutan kepada Tuhan. Kita perlu merasa takut kepada Tuhan dan dari rasa takut ini muncullah ketundukan dan hormat kepada-Nya. Demikian pulalah terhadap suami. Istri mesti memiliki rasa takut kepadanya karena tanpa rasa takut, ia akan sulit menghormati dan tunduk kepada suami. (Saya membayangkan betapa sulitnya bagi istri yang "berani" kepada suami untuk takluk kepadanya.) Jadi, kepada wanita saya ingin membagikan nasihat, carilah suami yang dapat Saudara hormati dan kepadanya Saudara takut. Ini akan memudahkan Saudara tunduk kepadanya "dalam segala sesuatu."

Tunduk juga berkaitan dengan hormat. Biasanya kita hanya akan menghormati orang yang kita kagumi dan salah satu hal yang menggugah kekaguman kita adalah karakter yang berintegritas. Kepada pria saya ingin mengingatkan, bangunlah karakter yang baik dan berintegritas karena inilah yang akan mengundang respek sejati. Janganlah Saudara mencari wanita yang tunduk kepada Saudara karena ia tidak mandiri dan justru memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang lain. Memang, ia takut kepada Saudara namun bukan karena kagum, melainkan karena terancam bahwa ia tidak dapat hidup sendirian dan membutuhkan pelindung. Ini bukanlah dasar yang baik. Sebaliknya, janganlah Saudara menjadi teror bagi istri dan membuatnya ketakutan. Suami yang berbahagia adalah suami yang mendapatkan istri yang takut bukan ketakutan kepadanya sebab dari rasa takut inilah akan muncul respek dan ketundukan.

Sekarang kepada istri saya mengimbau, carilah suami yang mengasihi Tuhan dan mengasihi diri Saudara sepenuhnya. Pria yang mengasihi Tuhan akan mengutamakan Tuhan dalam hidupnya dan akan berupaya keras hidup menyenangkan hati Tuhan. Ia tidak ingin berdosa sebab ia tidak ingin mendukakan hati Tuhan yang mengasihi dan dikasihinya. Ini adalah karakteristik yang harus dicari oleh wanita. Karakteristik kedua yang harus Saudara temukan ialah carilah suami yang mengasihi Saudara sepenuh hati. Artinya, ia hanya mencintai Saudara dan ia begitu mengasihi Saudara sehingga ia senantiasa ingin memberi yang terbaik kepada Saudara.

Jadi, kepada suami, saya mengimbau, carilah istri yang Saudara sangat cintai, bukan sekadar mencintai. Bagi Saudara ia adalah satu- satunya wanita yang Saudara inginkan dan tidak ada lagi selain dirinya yang Saudara rindukan. Kepadanyalah Saudara ingin memberi bagian terbaik dari hidup Saudara dan bersamanyalah Saudara ingin membagi hidup ini. Salah satu cara menguji cinta adalah dengan melewati rentang waktu yang relatif panjang, paling tidak setahun. Dalam kurun itu cinta tidak boleh berkurang, sebaliknya cinta makin harus bertumbuh dan mendalam. Dengan cinta yang kuat dan dalam itu barulah Saudara melangkah ke pelaminan.

Kita tidak dapat memprediksi akhir pernikahan, tetapi kita bisa memastikan awal pernikahan baik atau buruk. Pernikahan yang baik dimulai dengan takut akan Tuhan dan takut akan suami serta oleh kasih akan Tuhan dan kasih akan istri. Inilah saringan pertama perjodohan; setelah lulus kriteria mendasar ini barulah kita melangkah bersama membangun kecocokan. Jika kita berhasil melewati saringan kedua, silakan masuk ke dalam pernikahan yang Tuhan berkati dengan damai sejahtera.

--

Beda antara Cinta dan Cocok


Bagikan
Penulis: Dr. Paul Gunadi

Salah satu alasan paling umum mengapa kita menikah adalah karena cinta-- cinta romantik, bukan cinta agape, yang biasa kita alami sebagai prelude ke pernikahan. Cintalah yang meyakinkan kita untuk melangkah bersama masuk ke mahligai pernikahan.

Masalahnya adalah, walaupun cinta merupakan suatu daya yang sangat kuat untuk menarik dua individu, namun ia tidak cukup kuat untuk merekatkan keduanya.

Makin hari makin bertambah keyakinan saya bahwa yang diperlukan untuk merekatkan kita dengan pasangan kita adalah kecocokan, bukan cinta.

Saya akan jelaskan apa yang saya maksud.

Biasanya cinta datang kepada kita ibarat seekor burung yang tiba- tiba hinggap di atas kepala kita. Saya menggunakan istilah "datang" karena sulit sekali (meskipun mungkin) untuk membuat atau mengkondisikan diri mencintai seseorang.

Setelah cinta menghinggapi kita, cinta pun mulai mengemudikan kita ke arah orang yang kita cintai itu. Sudah tentu kehendak rasional turut berperan dalam proses pengemudian ini. Misalnya, kita bisa menyangkal hasrat cinta karena alasan-alasan tertentu. Tetapi, jika tidak ada alasan-alasan itu, kita pun akan menuruti dorongan cinta dan berupaya mendekatkan diri dengan orang tersebut.

Cinta biasanya mengandung satu komponen yang umum yakni rasa suka.

Sebagai contoh, kita berkata bahwa pada awalnya kita tertarik dengan gadis atau pria itu karena sabarannya, kebaikannya menolong kita, perhatiannya yang besar terhadap kita, wajahnya yang cantik atau sikapnya yang simpatik, dan sejenisnya. Dengan kata lain, setelah menyaksikan kualitas tersebut di atas timbullah rasa suka terhadapnya sebab memang sebelum kita bertemu dengannya kita sudah menyukai kualitas tersebut. Misalnya, memang kita mengagumi pria yang sabar, memang kita menghormati wanita yang lemah lembut, memang kita mengukai orang yang rela menolong orang lain dan seterusnya.

Jadi, rasa suka muncul karena kita menemukan yang kita sukai pada dirinya.

Saya yakin cinta lebih kompleks dari apa yang telah saya uraikan.

Namun khusus untuk pembahasan kali ini, saya membatasi lingkup cinta hanya pada unsur suka saja. Cocok dan suka tidak identik namun sering dianggap demikian. Saya berikan contoh.

Saya suka rumah yang besar dengan taman yang luas, tetapi belum tentu saya cocok tinggal di rumah yang besar seperti itu. Saya tahu saya tidak cocok tinggal di rumah sebesar itu sebab saya bukanlah tipe orang yang rajin membersihkan dan memelihara taman (yang dengan cepat akan bertumbuh kembang menjadi hutan). Itulah salah satu contoh di mana suka tidak sama dengan cocok. Contoh yang lain. Rumah saya kecil dan cocok dengan saya yang berjadwal lumayan sibuk dan kurang ada waktu mengurusnya.

Namun saya kurang suka dengan rumah ini karena bagi saya, kurang besar (tamannya). Pada contoh ini kita bisa melihat bahwa cocok berlainan dengan suka. Pada intinya, yang saya sukai belum tentu ocok buat saya; yang cocok dengan saya belum pasti saya sukai. Sekarang kita akan melihat kaitannya dengan pemilihan pasangan hidup.

Tatkala kita mencintai seseorang, sebenarnya kita terlebih dahulu menyukainya, dalam pengertian kita suka dengan ciri tertentu pada dirinya.

Rasa suka yang besar (yang akhirnya berpuncak pada cinta) akan menutupi rasa tidak suka yang lebih kecil dan -- ini yang penting -- cenderung menghalau ketidakcocokan yang ada di antara kita. Di sinilah terletak awal masalah.

Ini yang acap kali terjadi dalam masa berpacaran.

Rasa suka meniup pergi ketidakcocokan di antara kita, bahkan pada akhirnya kita beranggapan atau berilusi bahwa rasa suka itu identik dengan kecocokan. Kita kadang berpikir atau berharap, "Saya menyukainya, berarti saya (akan) cocok dengannya." Salah besar!

Suka tidak sama dengan cocok; cinta tidak identik dengan cocok!

Alias, kita mungkin mencintai seseorang yang sama sekali tidak cocok dengan kita.

Pada waktu Tuhan menciptakan Hawa untuk menjadi istri Adam, Ia menetapkan satu kriteria yang khusus dan ini hanya ada pada penciptaan istri manusia, yakni, "Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kejadian 2:18).

Kata "sepadan" dapat kita ganti dengan kata "cocok." Tuhan tidak hanya menciptakan seorang wanita buat Adam yang dapat dicintainya, Ia sengaja menciptakan seorang wanita yang cocok untuk Adam.

Tuhan tahu bahwa untuk dua manusia bisa hidup bersama mereka harus cocok.

Menarik sekali bahwa Tuhan tidak mengagungkan cinta (romantik) sebagai prasyarat pernikahan. Tuhan sudah memberi kita petunjuk bahwa yang terpenting bagi suami dan istri adalah kecocokan. Ironisnya adalah, kita telah menggeser hal esensial yang Tuhan tunjukkan kepada kita dengan cara mengganti kata "cocok" dengan kata "cinta." Tuhan menginginkan yang terbaik bagi kita; itulah sebabnya Ia telah menyingkapkan hikmat-Nya kepada kita.

Sudah tentu cinta penting, namun yang terlebih penting ialah, apakah ia cocok denganku?

Saya teringat ucapan Norman Wright, seorang pakar keluarga di Amerika Serikat, yang mengeluhkan bahwa dewasa ini orang lebih banyak mencurahkan waktu untuk menyiapkan diri memperoleh surat ijin mengemudi dibanding dengan mempersiapkan diri untuk memilih pasangan hidup. Saya kira kita telah termakan oleh motto, "Cinta adalah segalanya," dan melupakan fakta di lapangan bahwa cinta (romantik) bukan segalanya.

Jadi, kesimpulannya ialah, cintailah yang cocok dengan kita!

--

Kemurnian Suami dan Isteri


Bagikan
"Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu" [ Kejadian 2:25 ].

Alkitab menceritakan bahwa manusia dan istrinya itu dalam kondisi telanjang. Ketelanjangan didalam Alkitab selalu menunjukkan sesuatu yang memalukan dan suatu kondisi seseorang yang menyedihkan. Namun kita lihat disini bahwa manusia dan istrinya itu tidak merasa malu dengan kondisi mereka. Mengapa ketelanjangan manusia dan istrinya itu tidak menimbulkan rasa malu diantara keduanya ? Hal ini disebabkan mereka "diselimuti" oleh kemuliaan Allah. Kemuliaan Allah telah membuat mereka saling memandang dengan "mata" yang berbeda dan mereka tidak tahu bahwa mereka telanjang. Mereka dapat menerima keadaan diri mereka sendiri dan juga keadaan pasangan mereka. Ketelanjangan mereka malah merupakan sesuatu hal yang positif dimana ini berarti diantara mereka ada keterbukaan dan kesatuan, yang memang mutlak diperlukan dalam hubungan suami-istri.

Tetapi setelah dosa masuk, maka manusia kehilangan kemuliaan Allah [ Roma 3:23 ]. Hilangnya kemuliaan Allah ini membuat manusia memiliki mata jasmani yang memandang ketelanjangan sebagai sesuatu yang memalukan, dan ketelanjangan memang merupakan sesuatu yang memalukan. Manusia telah sadar dan tahu bahwa dirinya telanjang. Selama manusia diselimuti kemuliaan Allah, ia tidak tahu bahwa dirinya telanjang. Kemuliaan Allah membuat manusia hanya memandang Allah dan tidak memandang dirinya sendiri.

Sekarang, bagaimana hubungan suami-istri ini setelah mereka melihat ketelanjangan mereka ? Alkitab menyatakan bahwa, "mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat". Manusia dan istrinya itu sekarang sibuk menutupi rasa malu yang diakibatkan kondisi mereka. Tidak ada lagi keterbukaan dan kesatuan diantara mereka. Tidak ada lagi saling menerima keadaan masing-masing. Tidak ada lagi kemurnian diantara mereka. Masing-masing telah menjadi egois dan memikirkan diri mereka sendiri. Dosa dan hilangnya kemuliaan Allah telah membuat hubungan suami-istri rusak berat.

Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari ayat diatas ? Pertama, "ketelanjangan yang diselimuti kemuliaan Allah" merupakan suatu hal yang mutlak didalam hubungan suami-istri. Adanya keterbukaan total dan saling menerima diantara suami istri, merupakan syarat mutlak menuju kesatuan yang direncanakan Allah. Suami dan istri tidak memiliki "simpanan" apapun yang tidak diketahui pasangannya. Kedua, dosa dan hilangnya kemuliaan Allah perlu diselesaikan dengan tuntas diantara suami-istri. Perlu adanya saling mengaku dosa dan saling mengampuni diantara suami-istri. Suami-istri harus belajar bagaimana membiarkan Allah bekerja menempa kemuliaanNya sedikit demi sedikit didalam kehidupan mereka. Suami-istri perlu belajar memandang Allah saja didalam kehidupan rumah tangga mereka. Melalui ketekunan suami-istri, maka kemurnian hubungan itu akan tercapai. Amin.

-

Candanya, Hilang


Bagikan
Penulis : Walsinur Silalahi

Saya butuh suami yang mau duduk dan menemani saya.Bukan hanya membiayai pengobatan yg mahal,makanan yg enak dan perawatan di rumah sakit yang paling utama,"keluh seorang isteri yang sedang sakit berat.

Anaknya yg melihat penderitaan ibunya berkata,"Mam,tatkala kita masih dirumah kecil,hubungan kita terasa hangat.Ada nada2 nyanyi bersama sebelum tidur.Ada canda dan tawa ria saat menonton acara TV."Tetapi setelah rumah kita menjadi besar,dan pangkat ayah semakin tinggi,hubungan kita semakin mengecil dan dingin,semakin jauh saja. Kita kehilangan ayah".Kebahagiaan yang tadinya dimiliki keluarga ini hilang ditelan oleh kegiatan2 suami yg mempunyai jabatan yang semakin tinggi.Ada apa dengan suamimu? tanyaku balik."Dia memang pekerja keras,karirnya cemerlang sehingga sampai kedudukan seperti ini. Rumah kami besar,dan segala kebutuhan material kami dipenuhi,"desahnya sambil berhenti sejenak menyeka airmatanya.Sejak dia menjadi Pres.Direktur di perusahaannya,hubungan kami semakin renggang.Kami jarang berkomunikasi. Kelelahan fisiknya karena kerja keras setiap hari membuatnya ingin istirahat dan tdk mau diganggu tatkala tiba dirumah. Kami hanya bicara seperlunya dan kehilangan kehangatan seperti saat ia masih pimpinan tingkat menengah.Kami pun tertegun lesu mendengar penuturannya.

Sebuah harapan yang sangat sederhana.Sang isteri tdk banyak menuntut dari laki-laki yg dulu menjadi idolanya.Materi yg cukup dan kehormatan kekuasaan tdk mampu mengobati rasa sakitnya.Ia masih ingat tatkala laki-laki itu mengucapkan kalimat:"Saya akan menerimamu sebagai isteri yang sah dan satu-satunya.Saya akan selalu setia,dalam suka dan duka,dalam susah dan senang...sampai maut memisahkan kita."

Kini,ucapan itu hanya terbukti pada saat senang dan suka.dalam keadaan susah dan duka,kehangatan dan kehadiran serta perhatian itu hilang karena sebuah pertemuan dengan rekan bisnisnya/pelanggan,atau negosiasi proyek2 atau menemani rekan2nya main golf.

Menjadi suami yg baik adalah sebuah keharusan yg seringkali diabaikan.Peran sebagai seorang ayah/suami hanya dijalani sambil lalu saja. Padahal menjadi suami berarti melepaskan diri dari pangkat yg ada dikantor dalam berhubungan dengan isteri.Isteri adalah satu2nya pelanggan yg harus dilayani.Harus dipuaskan dan menjadi sumber inspirasi bagi kebahagiaan keluarga.

Kalau sdh mulai mencampur adukkan tindak-tanduk sebagai pipmpinan dikantor dengan perilaku suami,maka ikatan keluarga akan berantakan.Ini dua peran yang terpisah tapi saling berhubungan.Jangan biarkan kasih emosional meluntur.Bila kasih rasional berkuasa,maka tak heran banyak pernikahan kristen yang sebenarnya sdh runtuh dan parah tapi terbingkai rapi oleh kemunafikan karena alasan tdk bisa cerai.Secara fisik mereka bersama,tetapi secara hati sebenarnya sdh terpisah jauh sekali.Kelihatannya bersatu sebagai suami/isteri diluar.tapi didalam rumah mereka adalah seteru yg sudah tidak saling menghormati.

Menjadi ayah yang mau membimbing yg kata2nya penuh hikmat adalah harapan murni seorang anak.Anak butuh kehangatan pelukan sang ayah,bukan tebalnya selimut sutra.Anak butuh pengertian dan bukan saja peraturan yg mesti dilakukan.Anak butuh diskusi bukan perintah yg harus ditaati.Itu berarti butuh waktu yang harus dialokasikan dengan tepat,

Laki-laki itu harus bisa memainkan perannya sebagai seorang SUPERMAN

Super dibidang pekerjaan
Super sebagai ayah bagi anak2nya
Super sebagai suami bagi Isterinya.
Ini bukan pilihan,tetapi kewajiban mutlak yg tak boleh didebat bila seorang laki-laki berani mengambil langkah hidup berkeluarga.

Apakah hal diatas dapat dicapai? Ya..Bila kita selalu melibatkan Tuhan dalam perjalanan keluarga kita masing-masing dan Tidak..Bila kita menjauh dari Dia yang menciptakan kita dan mengandalkan superioritas kita sendiri.

Rekan2 pria yg belum menikah,pertimbangkanlah hal2 diatas agar memiliki keluarga yg harmonis.

--

Penolong yang Sepadan


Bagikan
"Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." [ Kejadian 2:18].

Janji Firman Tuhan ini tidak hanya diuntukkan bagi Adam saja. Artinya, Tuhan tidak hanya menjadikan seorang penolong bagi Adam, tetapi juga bagi setiap laki-laki yang melayaniNya, sebagaimana Adam melayaniNya. Kecuali bagi laki-laki yang mendapat karunia tidak menikah. Jadi, janji Tuhan ini perlu direnungkan oleh setiap laki-laki yang melayaniNya, baik ia sudah menikah maupun belum.

Seringkali seorang suami yang melayani Tuhan, memandang dan menganggap istrinya bukan sebagai penolong yang sepadan bagi dirinya. Sering terjadi bahwa seorang suami menganggap istrinya sebagai "penghambat" pelayanannya. Suami yang seperti ini telah kehilangan janji Tuhan yang sangat indah didalam hidupnya. Bukan karena Tuhan mengingkari janjiNya [ dalam ayat diatas ] melainkan karena sang suami tidak meresponi janji Tuhan dengan iman.

Suami yang seperti ini belum memahami respon Adam ketika Tuhan membawa Hawa kepadanya yaitu, "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku". Adam tidak menganggap Hawa sebagai orang asing atau penghambat dalam kehidupan dan pelayanannya. Adam menyadari penuh bahwa Hawa adalah sebagian dari dirinya. Adam merasa dirinya "utuh" atau "lengkap" ketika Tuhan memberikan Hawa kepadanya.

Tentu saja akibat manusia telah jatuh dalam dosa, maka seorang suami tidak dapat langsung memberi respon seperti Adam. Manusia telah kehilangan kemuliaan Allah, dan hal ini membuat persekutuan antara suami dan istri mengalami hambatan. Sebab hidup sang suami berpusat pada dirinya sendiri, demikian juga dengan istrinya. Bila dua orang memiliki jenis hidup yang berpusat pada diri sendiri, maka tidaklah mudah bagi mereka untuk berfellowship, bersehati dan saling berbagi. Tetapi seorang suami yang telah dijamah Tuhan, perlu belajar percaya akan janji Tuhan bahwa, "Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia". Bila seorang suami dengan tekun dan setia memegang janji Tuhan ini, maka ia akan melihat istrinya semakin hari semakin menjadi penolong yang sepadan dengan dia. Suami yang sedemikian ini akan sangat berbahagia. Tidak ada terlintas sedikitpun pikiran bahwa istrinya adalah seorang penghambat suami, atau berpikir bahwa ia telah salah memilih teman hidup. Bahkan sekarang, ia dapat berkata seperti Adam, "Inilah dia, tulang dari tulangku, dan daging dari dagingku".

Jadi, dalam satu pengertian tertentu, semuanya tergantung pada iman sang suami; apakah ia akan mendapat penolong yang sepadan dengannya atau tidak. Tentu saja ada bagian yang harus dilakukan oleh seorang istri agar ia dapat menjadi penolong yang sepadan bagi suaminya, tetapi yang kita bicarakan diatas adalah dari sudut pandang suami. Semoga semua suami yang melayani Tuhan, memperoleh penolong yang sepadan dengannya. Amin.

Mengakui Kuasa Allah dalam Doa





Bagikan
Oleh: Puji R.

Matius 6:8

"Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya."

Perkataan yang diucapkan oleh Tuhan Yesus ini hendak mengajarkan kepada kita tentang bagaimana caranya berdoa. Kalimat ini juga mau menyatakan tentang Kuasa Allah. Kuasa Allah yang menembus batas sampai kedalaman hati dan pikiran manusia.

Ketika kita sakit secara jasmani atau sakit secara rohani, seringkali kita bawa dalam doa-doa kita, bahkan orang sering mengatakan bahwa kalau kita sakit atau sedang dirundung masalah datanglah kepada Tuhan dalam doa. Kita menyadari bahwa ada suatu Kuasa yang mampu melepaskan kita dari belenggu yang mengikat kita yaitu Allah. Namun dari kebanyakan orang yang mengaku sudah berdoa untuk sakitnya atau untuk masalahnya, tetapi kesembuhan atau jalan keluarnya tidak mereka temukan, lantas apa yang menjadi penyebabnya??? Ada dua hal yang harus kita lakukan untuk memperoleh kemenangan, sembuh dari sakit penyakit dan keluar dari masalah melalui doa-doa kita:

Mengakui Kuasa Allah.

Fokuskan diri kita pada Kuasa Allah dan akui dengan sungguh bahwa Kuasa Allah saja yang mampu menyembuhkan kita dari sakit penyakit. Jangan fokuskan pikiran kita pada penyakit yang sedang kita derita. Kita tidak perlu menceritakan lagi penyakit yang sedang kita derita, karena sebenarnya Allah telah mengetahui apa yang akan kita sampaikan kepada Allah sebelum kita mengucapkannya. Daripada berkata, "Ya Tuhan, aku sakit", lebih baik kita berkata, "Ya Tuhan, Engkaulah sumber kekuatanku dan keselamatanku".

Hikmat Allah

Allah memiliki hikmat untuk memecahkan setiap masalah, Ia memiliki kuasa untuk meraih setiap kemenangan. Untuk hal ini kita dapat belajar dari Nabi Daud yang selalu bersikap positif dalam doanya, sehingga ia mampu berkata pada akhir doanya dalam Mazmur 23:6, "Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa".

--

Kontraktor II


Bagikan
Oleh: Herwin

Bahan renungan ini, sebagai lanjutan dari bahan renungan "Kontraktor", mencoba menjelaskan mengapa Amsal 8:22-36 menunjuk kepada Yesus.

Perhatikan ayat 22 yang mengatakan "TUHAN telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala."

Kata "aku" dalam ayat ini tidak menunjuk kepada Salomo sebagai penggubah kitab Amsal, karena Salomo baru lahir kira-kira 1067 S.M. Sedangkan di ayat ke 23 dikatakan "sudah sejak purbakala aku dibentuk, pada mula pertama, sebelum bumi ada."

Kalau kita melihat kepada ayat-ayat sebelumnya, kata "aku" juga tidak menunjuk kepada hikmat sebagai permulaan ciptaan Allah, karena Roma 16:27 dikatakan "bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat, oleh Yesus Kristus: segala kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin." Sejak Allah ada, hikmat juga sudah ada; dan hikmat tidak diciptakan, karena hikmat merupakan pengetahuan yang dipraktikkan. Apakah kita akan menyebut seseorang sebagai seorang yang berhikmat kalau sudah tahu bahwa kompor itu panas dan masih dipegang juga olehnya, tanpa alat bantu? Tidak bukan?

Kalau begitu, kalimat "TUHAN telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya" menunjuk kepada siapa? Ini menunjuk kepada Yesus Kristus, coba perhatikan ayat-ayat berikut ini:

Kolose 1:15 mengatakan, "Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan."

Siapa yang dimaksud dengan ayat ini yang mengatakan "Ia ..., lebih utama dari segala yang diciptakan"?

Wahyu 3:14 mengatakan, "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah."

Siapa yang dikatakan sebagai permulaan dari ciptaan Allah? Untuk mendapat jawabannya coba kita jawab pertanyaan berikut, siapa yang menyampaikan wahyu kepada Rasul Yohanes? Di Wahyu 1:1 dikatakan, "Inilah wahyu Yesus Kristus ........" Jadi cocok bukan kalau Amsal 8:22 menunjuk kepada Yesus?

Perhatikan ayat ke 30 dikatakan "aku ada serta-Nya sebagai anak kesayangan, setiap hari aku menjadi kesenangan-Nya, dan senantiasa bermain-main di hadapan-Nya."

Kata sebagai "anak kesayangan", menunjuk kepada siapa? Mari kita perhatikan ayat-ayat ini:

Matius 3: 17 dikatakan, "lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah aku berkenan" ( Yesus dibabtis)

Matius 17: 5 dikatakan, "Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: "inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia (Yesus transfigurasi)

Dari dua ayat ini, jelas membantu kita mengerti bahwa yang dimaksud Amsal 8:30 "sebagai anak kesayangan" menunjuk kepada Yesus. Karena hanya kepada Yesuslah dua kali dikatakan sebagai anak yang kukasihi/kusayangi tidak ada pribadi lain yang dikatakan demikian oleh Allah.

Perhatikan ayat ke 35 dikatakan "Karena siapa mendapatkan aku, mendapatkan hidup, dan Tuhan berkenan akan dia."

Siapakah di dalam alkitab yang pernah mengatakan kata-kata yang seperti ini? Mari kita perhatikan ayat dibawah ini :

Yohanes 14: 6 dikatakan, "Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."

Roma 6: 23 dikatakan "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Krisus Yesus, Tuhan kita."

Jadi jelas dari ketiga ayat di Amsal 8: 22; 30 dan 35 ini, Yesuslah yang dimaksudkan, bukan?

--

Allah Roh Kudus


Bagikan
Oleh: Wiempy Wijaya

Di bawah ini akan saya bahas mengenai Allah Roh Kudus.

ALLAH ROH KUDUS

Siapakah Roh Kudus itu ?
Roh Kudus adalah Allah oknum ketiga

Apakah buktinya bahwa Roh Kudus adalah Allah ?
Menerima sebutan sebagai Allah. (Kisah Para Rasul 5:3-4, 26:16-25; Ibrani 10:15)
Memiliki kepribadian Allah. (Ibrani 9:14; Mazmur 139:7-10; Kisah Para Rasul 1:8; 1 Korintus 2:10)
Melakukan pekerjaan Allah. (Kejadian 1:2; 1 Korintus 6:11; 1 Petrus 1:21; Kisah Para Rasul 20:28)
Namanya disebut bersama-sama dengan Allah. (Matius 28:20; 2 Korintus 13:13)
Roh Kudus itu dilambangkan dengan apa saja ?
Angin (Yohanes 3:8)
Merpati (Lukas 3:22)
Api (Kisah Para Rasul 2:3)
Materai (Efesus 1:13-14)
Kapan Roh Kudus mulai bekerja ?
Roh Kudus sudah ada sebelum dunia ada dan segala isinya tercipta (Kejadian 1:1-2). Namun pada hari Pentakosta aktivitas Roh Kudus dinyatakan kepada manusia yang menunjukkan masa baru (Kisah Para Rasul 2).

Apakah pekerjaan Roh Kudus itu ?
Mengingatkan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yohanes 16:8)
Melahir-barukan orang percaya (Yohanes 3:5-6)
Tinggal dalam hati orang percaya (Yohanes 14:17, 1 Korintus 6:19)
Memberi jaminan keselamatan (Efesus 1:13-14)
Menghibur hati yang berduka (Yohanes 14:26)
Membantu orang yang percaya berdoa (Roma 8:16-27)
Membantu orang percaya berbicara (Lukas 12:11-12, Kisah Para Rasul 2:4)
Menolong orang percaya berbuah (Galatia 5:22-23)
Memberi karunia Rohani (1 Korintus 12:8-11)
Mengutus Missionari (Kisah Para Rasul 13:2)
Memberitahukan hal-hal yang akan datang (Yohanes 16:13)
Mewahyukan firman Tuhan (2 Petrus 1:20-21)
Memberi kuasa (Kisah Para Rasul 1:8)
Mencipta (Kejadian 1:2)
Apakah buktinya Roh Kudus itu suatu bentuk pribadi ?
Roh Kudus dapat melakukan pekerjaan dan juga dapat diperlakukan sebagai pribadi antara lain sebagai berikut :
Dapat di bohongi (Kisah Para Rasul 5:3)
Dapat didukacitakan (Efesus 4:30)
Dapat dihujat (Lukas 12:10)
Dapat mengajar (Lukas 12:11-12)
Dapat menghibur (Yohanes 14:26)
Dapat mengutus (Kisah Para Rasul 13:2)
Bagaimana seseorang dapat dipenuhi dengan Roh Kudus ?
Setiap orang percaya menerima Roh Kudus untuk memimpin hidupnya. Jika orang tersebut membuang dosanya dan berada dalam ketaatan penuh pada pimpinan Roh Kudus maka orang itu dipenuhi dengan Roh Kudus (Kisah Para Rasul 4:31)

Apakah tanda-tanda orang yang dipenuhi dengan Roh Kudus ?
Berani memberitakan firman Tuhan (Kisah Para Rasul 4:8)
Mempunyai iman yang besar (kuat) (Kisah Para Rasul 11:24)
Penuh kuasa (Kisah Para Rasul 2:37-41)
Lebih mengerti kitab suci (Alkitab) (Kisah Para Rasul 2:14-36)
Berbuah Roh (Galatia 5 :22-23)
Berapa lamakah Roh Kudus berdiam dalam diri seseorang ?
Roh Kudus tinggal selama-lamanya dalam diri orang yang percaya (Efesus 1:13-14, Yohanes 14:17)

Apakah artinya dibaptiskan dengan Roh Kudus ?
Dibaptiskan dengan Roh Kudus yaitu masuknya Roh Kudus dan berdiam dalam diri orang yang menerima Yesus sebagai Juru Selamat. Baptisan Roh Kudus terjadi satu kali saja dalam hidup seorang percaya (Kisah Para Rasul 1:5). Jadi jika ada di antara saudara sekalian mau pindah dari gereja aliran Protestan ke gereja aliran Pantekosta, dan oleh Pdt. dari gereja Pantekosta tsb minta dibaptis ulang dengan cara baptis selam untuk bisa menjadi jemaat di gereja tersebut atau agar bisa mengikuti pelayanan di gereja tersebut, saya sarankan jangan mau dibaptis ulang untuk yg kedua kalinya. Baptisan hanya berlaku dan terjadi satu kali saja dalam hidup kita sebagai orang Kristen. Jika hanya gara-gara pindah gereja dan lalu kita dibaptis ulang untuk yang kedua kalinya, hal ini tidak diperkenankan.

Apakah orang yang dipenuhi dengan Roh Kudus harus berbahasa Roh ?
Dengan tegas saya katakan Tidak harus !!! Kita ambil contoh Rasul Petrus yang penuh dengan Roh Kudus namun berbahasa biasa (Kisah Para Rasul 4 :8, 13:9-10)

Apakah yang perlu diketahui tentang bahasa Roh atau bahasa lidah ?
Hanya berkata-kata kepada Allah (1 Korintus 14:2)
Tidak ada seorang pun yang mengerti (1 Korintus 14:2)
Mengucapkan hal-hal yang rahasia (1 Korintus 14:2)
Membangun diri sendiri (1 Korintus 14:4)
Tidak terlalu berharga (1 Korintus 14:5)
Dapat ditafsirkan (1 Korintus 14:5)
Berdoa dengan Roh dan tidak menggunakan akal budi (1 Korintus 14:14)
Tidak berguna di depan jemaat (1 Korintus 14:19)
Tanda untuk orang yang tidak beriman (1 Korintus 14:22)
Apakah segi negatif dari bahasa Roh ?
Tidak dapat dibedakan antara bahasa Roh yang sungguh dan yang palsu.
Menimbulkan kesombongan Rohani.
Menjadi batu sandungan (1 Korintus 14:23)
Memanipulasi pekerjaan Tuhan.

--

Hadiah yang Dijanjikan


Bagikan
Baca: Yesaya 8:23-9:1-6

"Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita." (Yesaya 9:5)

Beberapa tahun yang lalu, saya membaca satu artikel tentang seorang wanita yang membeli lima puluh kartu Natal dengan terburu-buru tanpa melihat pesan yang tertulis di dalamnya. Dengan tergesa-gesa, ia membubuhkan tanda tangan, menuliskan alamat pada kartu-kartu tersebut, dan segera memasukkannya ke kotak pos. Namun, ia masih menyisakan sebuah kartu. Bayangkan betapa terkejutnya dirinya ketika membaca tulisan dalam kartu yang belum terkirim itu:

Kartu ini hanya menyampaikan pesan
Sebuah kado kecil akan datang untuk Anda.
Tidak heran jika 49 orang yang menerima kartu tersebut akan bertanya-tanya mengenai kado yang memang tidak ada dalam rencana wanita tadi.

Janji Allah sungguh berbeda! Bertahun-tahun sebelum kelahiran Sang Juru Selamat, Tuhan telah berbicara melalui perantaraan Nabi Yesaya, demikian: "Seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel!" (Yesaya 7:14). Selanjutnya pada pasal 9:5, kita membaca, "Seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita." Lalu, apakah Allah menepati janji-Nya? Ya! Galatia 4:4 menyatakan, "Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya."

Pada hari yang istimewa ini, ketika kita memperingati kelahiran Kristus, marilah kita bersyukur kepada Allah karena Dia menepati janji-Nya. "Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu!" (2 Korintus 9:15). --RWD

Pada pagi Natal dahulu kala,
Ke dalam dunia penuh dosa dan kutuk,
Sang Juru Selamat datang,
Ia adalah hadiah kasih Allah yang luar biasa,
Hadiah Allah untuk manusia yang terhilang,
O muliakanlah nama-Nya!
-- Staples --
Tak ada hadiah yang lebih dibutuhkan dunia yang sekarat ini selain Juru Selamat yang hidup.

--

Kecewa


Bagikan
Oleh: Ev. Sudiana

Kata kecewa sangat intim dengan kita:

karena ada banyak hal yang kita harapankan tidak sesuai keinginan kita

kenapa kita kecewa? Karena kita tidak bertanya apa yang Tuhan harapkan dari diri kita

kekecewaan akan membawa kita pada perubahan

kekecewaan juga akan membawa kita mengerti dan menyadari bahwa hanya Tuhan yang sanggup membahagiakan kita

buanglah kekecewaan, karena kekecewaan akan menghambat kita bertumbuh

Perayaan Natal sudah berlalu. Kebahagiaan yang kita dapati dalam Natal seharusnya menghiasi atau menjadi dasar kita melangkah pasti bersama Tuhan Yesus yang penuh kuasa. Tetapi dalam kenyataan ada jemaat yang sharing sangat kecewa, karena merasa seperti tidak merayakan Natal dan tidak memiliki komitmen untuk melangkah menyongsong tahun 2011 yang penuh dengan tantangan.

Alkitab memberi jawaban Mazmur 143 bahwasanya Tuhan Yesus selalu baik.

Mazmur 143:10 "Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!"

Mari kita melangkah sesuai harapan Tuhan Yesus; sehingga kita tidak akan pernah kecewa lagi. Selamat Natal dan tahun baru -- melangkah pasti bersama dengan Tuhan Yesus.

--

Janganlah Takut, Kabarkanlah Injil!


Bagikan
Oleh: Eullhenya Nabroza

Tuhan Yesus sudah berfirman bahwa seseorang dapat datang kepada Yesus jika Bapa menarik orang tersebut ( Yoh 6 :44-45 " Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-KU, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku dan Ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi. Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepadaku").

Karena itu tugas kita sebagai pengikut Kristus, perkenalkanlah Yesus kristus kepada siapa saja yang kita temui, karena Bapa menyertai kita selamanya (Mat 28:19-20 " Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh kudus. Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu, yang telah Kuperintahkan kepadamu, Dan ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampaikepada akhir zaman"). Bahkan Tuhan Yesus sudah berjanji kepada kita akan mengirimkan Roh kudusnya untuk menjadi penolong bagi kita ( Yoh 7:8 "Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu; Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi.

Sebab jika aku tidak pergi penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu. Dan kalau Ia datang. Ia akan menginsafkan dunia akan dosa,kebenaran, dan penghakiman") Oleh karena itu kita tidak perlu takut untuk memberitakan keselamatan itu karena kita tidak bekerja berdasarkan kemampuan kita sendiri. Allah sudah berjanji dalam Yohanes 60:61 "Roh Tuhan Allah ada padaku, oleh karna Tuhan telah mengurapi aku ; ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik untuk orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitahukan pembebasan bagi orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara". Jadi marilah kita maju untuk kebenaran, karena kita tidak sendiri melainkan Allah beserta kita. Amin! GBU

--

Mengapa Tuhan Mengijinkan Kita Kecewa


Bagikan
Oleh: Sunanto

Saya menemukan banyak orang kristen yang mundur sebab mereka mengalami kekecewaan dalam hidup mereka. Mereka kecewa terhadap saudara seiman, pemimpin rohani bahkan kecewa kepada Tuhan. Kekecewaan merupakan hal yang wajar dalam kehidupan ini, malah sebenarnya kekecewaan itu dibutuhkan bagi pertumbuhan rohani kita. Kasih yang terbesar tumbuh dalam tanah kekecewaan yang tak tertahankan terhadap kehidupan ini.

Setiap kali kita merasa kecewa terhadap sesuatu sebenarnya kita telah menggantungkan kebahagiaan kita kepada hal yang mengecewakan kita. Kekecewaan pasti akan terjadi sebab akibat natur dosa yang kita bawa menyebabkan kita cenderung meletakkan kebahagiaan kita di luar Tuhan. Respon kita menghadapi kekecewaan sangat penting sebab hal itu akan menentukan apakah kita akan naik atau turun. Milikilah sikap yang positif dan bersyukur saat menghadapi kekecewaan sebab hal itu pasti akan menyebabkan kita menjadi naik. Rajawali tidak takut dengan badai tetapi ia justru terbang semakin tinggi saat badai datang. Orang kristen yang memiliki iman sejati akan semakin kuat saat badai kehidupan datang menerpanya.

Satu hari Tuhan mengijinkan saya kehilangan seseorang yang sangat saya kasihi sehingga saya sangat kecewa dan hati saya serasa mau mati. Malamnya saya bermimpi melihat sebuah makam dengan batu nisan yang bertuliskan nama saya. Lewat mimpi tersebut Tuhan hendak berbicara bahwa Ia mengijinkan hal itu untuk mematikan keakuan saya. Proses pengosongan memang sangat menyakitkan tetapi tanpa pengosongan tidak akan ada pengisian. Kita harus semakin kecil dan Kristus harus semakin besar. Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku (Gal 2:20a). Mengatakan atau menghafalkan ayat ini tidak sukar tetapi untuk mengalaminya sangat sukar.

--

Ketika Allah Melangkah Keluar


Bagikan
Baca: Kolose 1:15-20

Kita tidak perlu bertanya-tanya seperti apakah Allah itu. Kita juga tidak perlu bertingkah seperti anak kecil yang menatap ke langit dan bertanya kepada ibunya, "Apakah Allah ada di atas sana?" Ketika ibunya meyakinkan anak itu bahwa Allah ada di atas sana, si anak menanggapi, "Bukankah lebih baik bila Ia memperlihatkan wajah-Nya supaya kita dapat melihat-Nya?"

Apa yang tidak dimengerti anak tersebut ialah bahwa Allah telah mengizinkan kita untuk melihat-Nya. Dengan mengutus Anak-Nya, Yesus, ke dunia, Bapa di surga benar-benar memperlihatkan diri-Nya sendiri. Yesus adalah Allah "yang menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia" (1 Tim. 3:16). Ia mengatakan dengan jelas kepada Filipus, "Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa" (Yoh. 14:9). Para ahli teologi menyebut kebenaran ini sebagai inkarnasi.

Ini adalah kabar baik yang terkandung dalam

Natal, bahwa Allah telah menunjukkan kepada kita seperti apakah diri-Nya dalam diri Anak-Nya. Ia meninggalkan kemuliaan surga dan datang ke bumi untuk lahir dari seorang perawan. Semua atribut Allah yang tidak terbatas berdiam dalam diri sang Bayi yang dibaringkan oleh Maria di dalam palungan Betlehem. Ia adalah "gambar Allah yang tidak kelihatan", pribadi yang "di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu" dan "segala sesuatu ada di dalam Dia" (Kol. 1:15-17).

Saat kita berhenti sejenak untuk merayakan kelahiran Yesus, ingatlah siapa Dia. Di dalam Yesus, kita melihat kekudusan, kasih, dan anugerah dari Allah yang kekal.

Pada hari Natal, Allah sungguh-sungguh keluar dari surga. -- PVG

Suatu hari Allah membuka pintu surga
Dan datang untuk tinggal di dunia:
Menjelma dalam tubuh manusia --
Seorang bayi yang lahir sederhana. -- D. De Haan

Kandang Betlehem adalah langkah pertama dalam perjalanan kasih Allah menuju ke salib Kalvari.

--

Mengapa Persembahan Tidak Diterima


Bagikan
Oleh: Yoanna Greissia

Sudah waktunya memberi persembahan untuk Tuhan

Korban penghapusan dosa...Pencurahan darah

Kedua pemuda itu bersiap-siap

Memberikan yang seharusnya diberikan...

Si sulung, petani yang rajin, hasil tanahnya baik

Si bungsu, peternak yang ulet, kambing dombanya gemuk

Sudah waktunya memberi persembahan untuk Tuhan

Korban penghapusan dosa...pencurahan darah

Si bungsu memilih ternak terbaik

dicurahkan darah, diambil lemak-lemaknya

dibakarnya sebagai korban persembahan untuk Tuhan

Penghapusan dosa...

Si sulung berpikir

"Ah, mengapa harus mencurahkan darah,

mengapa banyak sekali aturan

Aku punya hasil tanahku

Ku rasa aku dapat memberikannya untuk Tuhan

Aku tetap memberikan yang terbaik"

Kayu disiapkan, korban disiapkan

dari mezbah yang satu darah tercurah

lemak-lemak terbakar...

dari mezbah yang lain dedaunan disimpan

dan dibakar...

Tuhan melihat... Tuhan memilih...

Si sulung berteriak dalam hati...

"mengapa persembahanku tidak diterima?"

"aku rasa sudah memberikan yang terbaik"

"Apa yang salah?"

Si sulung tak mengerti

Persembahan...

Seharusnya menyukakan hati Tuhan

Seharusnya sesuai dengan yang Tuhan mau

dan bukan apa yang kita mau....

Saat Tuhan menjadi fokus...

kita memberikan persembahan

Saat diri kita menjadi fokus...

kita memberikan diri kita hiburan

Persembahan, adalah tentang memberi, bukan menonjolkan diri

Persembahan, adalah tentang kerendahan hati, bukan kesombongan

Persembahan, adalah tentang yang terbaik menurut Tuhan, bukan menurut kita...

Persembahan adalah soal hati...dan bukan sekedar harta