Segar banget

Segar banget
bangett

Kamis, 01 September 2011

ALLAH MENYEDIAKAN ANUGERAH BAGI YANG MENCARINYA



Ditulis oleh Administrator


Apabila kamu membacanya, kamu dapat mengetahui dari padanya pengertianku akan rahasia Kristus,yang pada zaman angkatan-angkatan dahulu tidak diberitakan kepada anak-anak manusia, tetapi yang sekarang dinyatakan di dalam Roh kepada rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya yang kudus,yaitu bahwa orang-orang bukan Yahudi, karena Berita Injil, turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus.

(Ef. 3:4-6)

Anugerah!!! Sebuah kata yang sering kita dengar. Saya mendefinisikan kata anugerah sebagai sesuatu pemberian yang gratis atau cuma-cuma dari Allah. Anugerah itu bisa berupa keselamatan, kesejahteraan, kesukacitaan, kedamaian, kebahagiaan, dan masih banyak lagi. Semua anugerah tadi itu bersifat gratis dari Allah. Artinya, Allah memberikan anugerah-anugerah itu kepada setiap orang tanpa imbalan atau ganti rugi. Selain itu semua anugerah itu diberikan kepada semua orang tanpa batasan dan kecuali. Anugerah tidak diberikan kepada orang-orang tertentu saja, tetapi untuk semua orang. Manusia hanya tinggal menerimanya saja. Sampai di sini semuanya terlihat sangat mudah dan sederhana. Tidak sulit untuk kita terima dan mengerti.

Namun ironisnya, hal ini ternyata sering kali tidak menjadi mudah pada kenyataannya, terutama pada saat ini. Anugerah yang seharusnya mudah diperoleh oleh setiap orang justru menjadi tidak mudah. Seolah-olah anugerah itu tidak lagi menjadi gratis, namun semuanya penuh dengan batasan dan persyaratan. Lebih membingungkan lagi adalah ketika banyak orang yang mengklaim mendapatkan anugerah keselamatan, namun pada saat yang sama sekaligus membatasi keselamatan untuk orang lain. Ada orang yang mengaku memperoleh kebahagiaan namun pada saat yang sama membuat orang lain tidak bahagia. Ironis !!! Justru manusialah yang seolah-olah berhak memutuskan dan menentukan siapa yang pantas untuk mendapatkan keselamatan. Sebagai contoh: issue rasialisme, sukuisme, nasionalisme sempit, fanatisme agama, dsb. Hal-hal inilah yang saya maksudkan tadi. Manusia justru membuat batasan dan tembok-tembok itu sendiri. Karena alasan keyakinan, manusia merasa berhak membatasi keselamatan bagi orang lain. Karena warna kulit, manusia seolah-olah membuat nilai bahwa ada warna kulit yang lebih baik dari warna kulit yang lain. Karena perbedaan suku, seolah-olah ada suku yang lebih tinggi dan lebih rendah daripada yang lain. Karena perbedaan politik, orang merasa berhak untuk merendahkan dan mendiskreditkan orang lain.

Sikap inilah yang juga sering disebut sebagai primordalisme. Primordialisme!!!! Siapa dari kita yang tidak pernah mendengar istilah ini... sebuah istilah yang sering dipakai untuk menyebut sikap yang katanya "cenderung untuk selalu melihat segala sesuatu dari subjektifitas diri atau asal muasalnya". Di satu sisi sebenarnya hal ini bermaksud baik yaitu mempertahankan identitas, namun di sisi lain justru menjadi negatif bahkan merusak... Kenapa saya mengatakan demikian? Bayangkan saja akibat yang ditimbulkan akibat tembok-tembok itu, hubungan manusia menjadi tidak wajar, orang lain akan selalu ditempatkan sebagai outsider (orang luar), bahkan sebagai ancaman. Sukuisme, rasialisme, nasionalisme sempit, fanatisme agama, dan lain sebagainya adalah contoh-contoh dari primordialisme itu. Di satu sisi primodialisme adalah suatu sikap yang baik, yaitu untuk melestarikan budaya atau identitas kelompoknya, tetapi jika sikap primordialisme ini berubah menjadi sempit dan negatif (Etnosentrisme) maka tentulah ini akan menjadi buruk dan sangat berbahaya. Pintu rahmat dan anugerah Allah untuk semua orang justru ditutup kembali oleh manusia dan dikunci rapat.

Pertanyaan yang patut kita renungkan adalah, apakah kita juga sering menjadi bagian di dalamnya? Sebagai korban, mungkin kita sudah sering mengalaminya. Namun, pertanyaan yang perlu kita renungkan lebih mendalam adalah, apakah kita justru juga sering menjadi pelaku di dalamnya? Apakah kita juga sering membangun tembok-tembok sehingga anugerah yang Allah yang gratis dan cuma-cuma itu tidak lagi menjadi gratis dan cuma-cuma bagi orang-orang di sekitar kita? Apakah karena kita, anugerah yang seharusnya bisa dinikmati oleh banyak orang justru berubah menjadi sesuatu yang membuat orang lain menjadi susah dan menderita?

Hal ini bisa kita renungkan berdasarkan Nas Alkitab dari Efesus 3:1-12. Dalam teks Alkitab itu diceritakan bahwa saat itu Paulus sedang dipenjara di Roma dan sedang menunggu pemeriksaan pengadilan untuk dirinya di hadapan Kaisar Nero (Kis. 23:23-35). Suatu keadaan yang sangat tidak nyaman tentunya. Namun, Paulus justru menunjukkan kesungguhannya untuk terus setia dalam pekerjaan pemberitaan Injil yang dipercayakan Tuhan kepadanya (Kis. 9:15). Dalam bagian Alkitab ini Paulus kembali kepada pemikiran yang menjadi inti surat ini. Ia telah menerima wahyu mengenai rahasia Allah yang besar di dalam hidupnya. Rahasia itu ialah bahwa kasih karunia dan damai sejahtera Allah itu tidak hanya diperuntukkan bagi orang Yahudi saja, tetapi untuk seluruh umat manusia. (William Barclay, Pemahaman Alkitab Sehari-hari Galatia-Efesus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, hlm.182-183).

Hal ini tentu saja merupakan hal baru dan sama sekali berbeda dengan pemahaman orang Yahudi pada saat itu mengenai konsep keselamatan. Namun ketika Paulus menyampakan hal ini, tentunya kita tidak dapat melepaskan kaitannya dengan pengalaman rohani Paulus yang telah memutarbalikkan jalan hidupnya. Kita bisa membaca pengalaman rohani Paulus itu secara detail dalam Kisah Para Rasul 9. Yang jelas adalah, bahwa Paulus menyadari tentang keberadaan dirinya dahulu sebelum Tuhan "menangkap" dirinya. Dahulu dia adalah seorang "outsider" bagi rencana Allah. Tidak saja karena dia tidak percaya kepada Kristus, namun karena ia juga menjadi penganiaya yang kejam bagi orang-orang Kristen di sekitar wilayah Yerusalem pada saat itu. Namun, ketika Tuhan menemuinya di jalan menuju Damsyik itu, Paulus sadar bahwa apa yang dia lakukan adalah salah. Meskipun demikian, Tuhan justru memberikan anugerah keselamatan kepada Paulus. Sejak saat itulah Paulus bukan lagi seorang outsider, malahan dia berubah menjadi seorang yang sangat gigih dan berani memberikan Injil. Ia melakukan itu semua karena ia menyadari sepenuhnya bahwa dia adalah orang yang telah mendapat anugerah keselamatan dari Allah, dan karena itu jugalah ia menginginkan supaya semua orang juga mendapatkan keselamatan itu. Itu sebabnya ia menyampaikan suatu hal yang sangat penting dalam bagian ini, yakni tentang berita (wahyu rahasia) mengenai "Universalitas anugerah Allah". Allah menyediakan anugerah untuk Israel dan bangsa-bangsa lain, untuk umat yang mencari-Nya, dan selanjutnya melalui umat, pintu anugerah dibuka bagi siapa saja yang mencari-Nya. Dalam perikop sebelumnya yakni dalam Efesus 2:11-22, hal ini semakin dikuatkan bahwa di dalam Kristus, tidak ada lagi perbedaan apakah kita "jauh" atau "dekat". Di dalam Kristus kita beroleh masuk kepada Bapa. Karena Kristus, kita semua telah menjadi ahli waris, anggota tubuh dan peserta dalam janji keselamatan yang diberikan (Ef. 3:6). Hal ini sungguh menjadi berita yang memberikan kita penghiburan, keyakinan dan kekuatan iman. Tentunya hal ini juga mendekonstruksi pemahaman kita yang mungkin kurang tepat selama ini.

Sangat tepat juga menurut saya jika hal ini kita renungkan dalam kaitannya dengan minggu-minggu Epifania (Menurut kalender gerejawi) selama bulan Januari 2009 ini. Kenapa? Karena Epifania itu sendiri berarti perayaan penampakan Tuhan Yesus di dunia. Yesus menampakkan diri-Nya tidak hanya untuk sebagian orang atau hanya untuk orang-orang tertentu saja, tetapi Ia menampakkan diri-Nya kepada semua orang termasuk kita semua. Itulah yang kita rayakan dalam minggu-minggu Epifania ini.

Anugerah, menurut saya juga adalah bagian dari apa yang kita rayakan dalam minggu Epifania ini. Sebagai orang yang sudah menerima anugerah yang begitu banyak dari Tuhan, sudah sepatutnya kita mensyukuri hal itu. Itu adalah sikap yang pertama. Sikap berikut yang harus kita lakukan adalah "mengkondisikan" agar anugerah Allah itu juga bisa dirasakan dan diperoleh oleh banyak orang, baik yang dekat maupun yang jauh dari kita. Kita pun harus menjadi pintu anugerah bagi orang yang mencari anugerah itu. Jika Allah yang Transenden itu saja sudah memberikan anugerahNya kepada kita dengan cuma-cuma, maka kita pun wajib melakukan hal yang sama dengan itu.

Sikap kongkret yang bisa kita lakukan berkaitan dengan renungan ini antara lain adalah bahwa kita diharapkan menjadi pribadi yang tidak bersikap rasialis, tidak bersikap sukuisme, tidak memiliki pendangan nasionalisme yang sempit, tidak memiliki paham fanatisme agama yang sempit, dan lain sebagainya. Atau mungkin hal yang sederhana dalam kehidupan kita sehari-hari baik di rumah, kantor, masyarakat, dan gereja. Janganlah kiranya kita menjadi orang yang suka merendahkan orang lain dari status pendidikan, ekonomi, sosial, perkawinan, fisik dan sebagainya. Hendaklah sikap-sikap seperti ini tidak nampak dalam keseharian kita sebagai orang Kristen.

Pada akhirnya hanya ada dua kesimpulan yang ingin saya sampaikan sebagai penutup tulisan ini yakni: pertama, bahwa Allah memberikan anugerah kepada siapa saja yang mencari-Nya. Yang kedua, bahwa Allah menginginkan kita menjadi jalan pembuka pintu anugerah bagi sesamanya. Tuhan memberkati!

-
Bai Fang Li : Sebuah Kasih Luar Biasa
Ditulis oleh Admin2
Ayat bacaan: 1 Yohanes 3:18
"Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran."

Sebuah email yang mampir hari ini dari seorang teman membuat saya menitikkan air mata. Email itu menceritakan tentang seorang kakek tua di Tianjin, Cina bernama Bai Fang Li. Ia bukanlah orang yang berkelimpahan harta. Li adalah kakek yang miskin secara materi, tetapi punya hati yang luar biasa kaya.

Kemiskinan tidak membuatnya punya alasan untuk memberi. Ia terpanggil untuk memberi sumbangan kepada sekolah-sekolah dan universitas di kotanya untuk menolong lebih dari 300 anak miskin agar mampu memperoleh pendidikan demi masa depan mereka. Selama 20 tahun ia menggenjot becaknya demi memperoleh uang agar bisa menambah jumlah sumbangannya. Ia memilih hidup secukupnya agar bisa semakin banyak memberi. Makan siangnya hanyalah dua buah kue kismis dan air tawar, sedang malamnya ia hanya makan sepotong daging atau sebutir telur. Baju yang ia kenakan diambil dari tempat sampah, jika mendapat beberapa helai pakaian itu sudah merupakan suatu kemewahan. Li menarik becak tanpa henti, 365 hari setahun tanp peduli kondisi cuaca. Baik ketika salju turun atau panas terik menyengat, dia terus mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi hingga jam 8 malam. "Tidak apa-apa saya menderita",tetapi biarlah anak-anak yang miskin itu dapat bersekolah" katanya. Ketika usianya menginjak 90 tahun, ia tahu ia tidak mampu lagi mengayuh becaknya. Tabungan terakhirnya berjumlah 500 yuan atau sekitar Rp 650.000, dan semuanya ia sumbangkan ke sekolah Yao Hua. Dia berkata, "Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin terakhir yang dapat saya sumbangkan.." Dan semua guru disana pun menangis. Tiga tahun kemudian, Bai Fang Li wafat dan dikatakan meninggal dalam kemiskinan. Tetapi lihatlah dibalik kemiskinannya itu ia telah menyumbang 350.000 yuan secara total, atau sekitar Rp 455 juta rupiah selama hidupnya. Ia membaktikan hidupnya secara penuh demi membantu anak-anak miskin yang tidak sanggup sekolah. Sebuah kisah inspiratif yang sungguh mengharukan, dan saya pun tak kuasa untuk membendung air mata ketika membaca dan melihat foto-fotonya.

Di tengah kehidupan dunia yang berpusat pada kepentingan pribadi, kalau perlu saling sikut dan membinasakan demi keuntungan sendiri, apa yang dilakukan Bai Fang Li menunjukkan bahwa ternyata masih ada orang-orang berhati mulia melebihi emas di muka bumi ini. Ketika orang terus merasa dirinya tidak mampu dan menolak membantu orang yang susah meski hanya sedikit saja sekalipun, Bai Fang Li menunjukkan bahwa ia masih terus bisa memberi dalam kekurangannya. Jika kita membaca rincian kasih yang sangat luar biasa indahnya oleh Paulus dalam 1 Korintus 13:4-7, maka kita pun akan mendapati bahwa gambaran kasih yang sejati itu semuanya tercakup dalam apa yang dilakukan Li semasa hidupnya. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." Demikian bunyi rangkaian ayat yang menjelaskan secara rinci mengenai kasih yang sebenarnya, dan lihatlah bahwa semua itu terangkum indah dalam perbuatan Li. Kontribusinya bukanlah sebatas kata-kata simpati saja, tetapi semua tertumpah nyata lewat pengorbanan-pengorbanan yang ia lakukan demi membantu anak-anak yang tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Dari milyaran orang di dunia ini, ada berapa banyak Bai Fang Li yang peduli terhadap sesamanya dan mau mengorbankan diri demi membantu mereka? Orang miskin seperti Bai Fang Li mau melakukan itu, sementara banyak orang kaya masih saja merasa tidak cukup untuk bisa berbuat sesuatu bagi sesamanya.

Alkitab berkata: "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (1 Yohanes 3:18). Ini adalah seruan yang sangat penting dimana perbuatan kakek Li mencerminkan keteladanan yang bersinar cemerlang akan hal ini. Ia tidak memikirkan dirinya sendiri, ia bahkan rela berkorban habis-habisan sampai batas terakhir kekuatannya demi menolong sesamanya. Dan perhatikan bagaimana Tuhan menghargai orang-orang berhati mulia seperti ini. Ketika Yesus melihat seorang janda miskin memberi dua peser seperti yang bisa kita baca dalam Markus 12:41-44, kita bisa melihat seperti apa suara hati Tuhan menyikapi orang-orang dengan hati seperti Li. "Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." (Markus 12:43-44). Tuhan menghargai betul pengorbanan sekecil apapun yang dilakukan orang atas dasar kasih. Betapa langkanya orang-orang seperti Li, betapa mahalnya hati yang tulus dan penuh kasih seperti yang ia miliki. Dan betapa memalukannya jika kita yang mengaku anak-anak Tuhan ternyata tidak memiliki secuilpun hati seperti dia.

Bai Fang Li sudah tiada, namun jasanya akan terus dikenang orang. Ia tidak membutuhkan pujian, ada atau tidak ia terus memberi kepada sesamanya. Saya yakin meskipun secara fisik ia menderita, tetapi hatinya bahagia karena mampu melakukan sesuatu bagi orang lain. "Sebuah cinta yang istimewa untuk seseorang yang luar biasa", itu bunyi tulisan di atas foto terakhirnya. Sebuah ungkapan kasih untuk orang yang memiliki kasih yang begitu luar biasa. Bai Fang Li membuktikan bahwa kasih tidak mengenal batas dan sekat. Dia membuktikan bahwa tidak ada alasan apapun bagi kita untuk tidak melakukan sesuatu bagi penderitaan orang lain. Li menunjukkan bahwa talenta sekecil apapun akan mampu memberi sumbangan besar bagi dunia. Dan Li membuktikan bahwa "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Ketika dunia menunjukkan sikap penuh kebencian terhadap sesama terutama kepada orang-orang yang berseberangan, when "every men for himself" is the way to live according to the world, Li has shown the kind of heart that will shine forever like a rare diamond. Sebagai orang percaya, kita semua dipanggil untuk menunjukkan kasih Allah yang sejati, kasih yang tidak membeda-bedakan atau mengkotak-kotakkan, kasih yang rela berkorban demi sesama tanpa terkecuali. Betapa kita membutuhkan Bai Fang Li-Bai Fang Li lainnya di dunia ini agar dunia menjadi tempat yang jauh lebih indah untuk dihidupi. Mari teladani kisah ini dan nyatakan kasih Allah yang indah kepada sesama kita.

Kemiskinan tidak membatasi orang untuk bisa berbuat sesuatu dengan kekayaan hatinya

--

KEKUATAN PENGAMPUNAN
Ditulis oleh Admin2
Seorang wanita berkulit hitam yang telah renta dengan perlahan bangkit berdiri di suatu ruang pengadilan di Afrika Selatan. Umurnya kira-kira 70 tahun, di wajahnya tergores penderitaan yang dialaminya bertahun-tahun. Di depan, di kursi terdakwa, duduk Mr. Van der Broek , ia telah dinyatakan bersalah telah membunuh anak laki-laki dan suami wanita itu.

Beberapa tahun yang lalu laki-laki itu datang ke rumah wanita itu. Ia mengambil anaknya, menembaknya dan membakar tubuhnya. Beberapa tahun kemudian, ia kembali lagi. Ia mengambil suaminya. Dua tahun wanita itu tidak tahu apa yang terjadi dengan suaminya. Kemudian, van der Broek kembali lagi dan mengajak wanita itu ke suatu tempat di tepi sungai. Ia melihat suaminya diikat dan disiksa. Mereka memaksa suaminya berdiri di tumpukan kayu kering dan menyiramnya dengan bensin. Kata-kata terakhir yang didengarnya ketika ia disiram bensin adalah, "Bapa, ampunilah mereka."

Belum lama berselang, Mr. Van den Broek ditangkap dan diadili. Ia dinyatakan bersalah, dan sekarang adalah saatnya untuk menentukan hukumannya. Ketika wanita itu berdiri, hakim bertanya, "Jadi, apa yang Anda inginkan? Apa yang harus dilakukan pengadilan terhadap orang ini yang secara brutal telah menghabisi keluarga Anda?"

Wanita itu menjawab,"Saya menginginkan tiga hal. Pertama, saya ingin dibawa ke tempat suami saya dibunuh dan saya akan mengumpulkan debunya untuk menguburkannya secara terhormat." Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan, "Suami dan anak saya adalah satu-satunya keluarga saya. Oleh karena itu permintaan saya kedua adalah, saya ingin Mr. Van den Broek menjadi anak saya. Saya ingin dia datang dua kali sebulan ke ghetto (perumahan orang kulit hitam) dan melewatkan waktu sehari bersama saya hingga saya dapat mencurahkan padanya kasih yang masih ada dalam diri saya."

"Dan, akhirnya," ia berkata, "permintaan saya yang ketiga. Saya ingin Mr. Van den Broek tahu bahwa saya memberikan maaf bagi dia karena Yesus Kristus mati untuk mengampuni. Begitu juga dengan permintaan terakhir suami saya. Oleh karena itu, bolehkah saya meminta seseorang membantu saya ke depan hingga saya dapat membawa Mr. Van den Broek ke dalam pelukan saya dan menunjukkan padanya bahwa dia benar-benar telah saya maafkan."

Ketika petugas pengadilan membawa wanita tua itu ke depan, Mr. Van den Broek sangat terharu dengan apa yang didengarnya hingga pingsan.

Kemudian, mereka yang berada di gedung pengadilan, teman, keluarga, dan tetangga, korban penindasan dan ketidakadilan serupa, berdiri dan bernyanyi

"Amazing grace, how sweet the sound ....that saved a wretch like me.
I once was lost, but now I'm found.
I was blind, but now I see."


(Anugerah yang ajaib, sungguh merdu suara yang telah menyelamatkan orang yang malang seperti saya.
Saya pernah hilang, tetapi sekarang saya ditemukan.
Saya pernah buta, tetapi sekarang saya melihat).

Tuhan Yesus mengasihimu, melimpahkan kasihNYA....padamu saat ini.

... Kasih tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

--

KISAH DUA SAHABAT
Ditulis oleh Admin2
Ernie dan Mike adalah dua orang sahabat sejak masih sangat kecil. Ernie seorang anak yang kuat dan besar, sedangkan Mike berperawakan kecil namun pintar. Mereka melakukan banyak hal bersama-sama, mulai dari bermain, mencoba hal-hal baru, hingga melakukan kenakalan-kenakalan anak kecil. Ketika beranjak remaja dan kemudian dewasa, Ernie dan Mike mulai mengambil jalannya masing-masing. Dua jalan yang sangat berbeda.

Ernie selalu mencari masalah. Ia mulai dengan mengutil barang-barang kecil di toko kelontong, hingga akhirnya bergabung dengan kelompok berandalan yang kerjanya mencuri mobil. Semakin lama ia terjerumus semakin jauh dalam dunia kejahatan. Ia mulai merampok dan mencuri menggunakan senjata api. Hingga suatu ketika, dalam sebuah usaha perampokan di sebuah rumah mewah, ia terjebak dan terpaksa menembak pemilik rumah. Pemilik rumah tewas, tapi Ernie tertangkap. Ernie dimasukkan ke dalam tahanan. Setelah proses panjang pengadilan, akhirnya Ernie divonis hukuman mati.

Sementara itu, Mike menjalani hidup yang sangat berbeda. Kepintarannya membawa kesuksesan dalam pendidikan. Meski bukan berasal dari keluarga yang berada, Mike berhasil meneruskan pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Ia belajar sambil bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Bertahun-tahun ia memaksa diri hingga ke batas kemampuannya.

Selepas dari bangku kuliah, Mike terus bekerja dan membangun usaha. Perlahan tapi pasti, ia menjadi pengusaha yang sukses. Akan tetapi, karena bekerja terlalu keras selama bertahun-tahun, Mike kerap mengalami gangguan kesehatan. Yang paling parah adalah matanya. Seiring dengan bertambahnya usia, penglihatan Mike terus berkurang hingga akhirnya ia dinyatakan buta.

Suatu hari, Mike mendengar berita tentang sahabat lamanya, Ernie. Kabar tentang pembunuhan yang dilakukan Ernie sangat menusuk hatinya. Ia merasakan sedih dan duka cita mendalam ketika mendengar teman masa kecilnya itu divonis hukuman mati. Ia pun tergerak untuk mengunjungi Ernie di penjara.

Pertemuan itu begitu menyentuh. Mereka bercakap-cakap begitu lama, tentang berbagai hal menyenangkan yang mereka alami ketika masih sama-sama kecil. Mereka tersenyum, tertawa, dan kemudian menitikkan air mata. Beberapa kali mereka bertemu, Ernie mulai merasakan kehangatan dan harapan yang muncul dari sosok sahabatnya yang kini terpaksa harus dituntun karena buta.

Muncul gagasan dalam benak Ernie. Ia akan dieksekusi, tapi sahabat terbaiknya buta. Apakah mungkin ia dapat berbuat sesuatu dalam sisa kesempatan yang ia miliki. Ia mau mendonorkan matanya untuk Mike. Pada akhirnya, Mike memang berduka karena kehilangan sahabat masa kecilnya. Namun, ia juga bersyukur karena di akhir hidupnya, sahabatnya melakukan satu hal yang sangat baik sehingga ia dapat melihat kembali.

Saudara, tidak seperti Ernie, barangkali kita tidak pernah mengetahui berapa banyak lagi kesempatan yang kita miliki. Namun, selagi masih ada kesempatan, Kristus mengajarkan kita untuk terus berbuat baik dan menyatakan kasih, seperti yang telah Ia tunjukkan di atas kayu salib.*

--

AIR KEHIDUPAN
Ditulis oleh Admin2
Adalah air terjun di suatu daerah yang terpencil dan jauh yang dikenal berkhasiat menyembuhkan dan memuaskan dahaga. Tak heran, banyak orang pengunjung yang iri kepada penduduk yang tinggal di sekitar air terjun karena mereka bisa menikmati air berkhasiat serta damai, segar, dan tenangnya alam.

Air terjun ini bebas dinikmati setiap pengunjung. Ada yang bersenang-senang dan berenang di bawah guyuran air, ada yang menampung air untuk dibawa pulang ke rumah. Beberapa orang membeli dan membawa ember berwarna hijau untuk menampung air terjun yang berkhasiat itu. Beberapa orang lagi membawa ember berwarna merah dan warna-warna lain sesuai kesukaan mereka.

Setiba di rumah masing-masing, mulailah mereka bercerita tentang indahnya alam di sekitar air terjun sembari menunjukkan oleh-oleh air yang mereka bawa. Mereka lantas membagi-bagikannya pada sanak saudara dengan botol yang berwarna sama seperti embernya. Mereka yang menerima oleh-oleh itu begitu bangga sehingga menyimpannya sebagai hiasan dan bukti bahwa mereka mempunyai air dari air terjun yang sangat terkenal.

Waktu berjalan hingga si pembawa oleh-oleh air akhirnya meninggal. Oleh-oleh yang ia bagikan tetap tersimpan berikut cerita tentang keindahan air terjun dan menjadi kenang-kenangan turun-temurun. Mereka yang menyimpan air kemudian menyatakan bahwa mereka mengerti sepenuhnya tentang air terjun tersebut dan mulai bercerita dengan lancarnya. Semua orang yang mendengar terpesona dan mulailah air itu menjadi sangat berharga. Ada yang mulai mengatakan bahwa air yang diambil dari ember merahlah yang asli. Tak mau kalah, mereka yang mendapatkan air dari ember dengan warna yang berbeda pun menyatakan hal yang sama.

Pada suatu saat bertemulah penyimpan oleh-oleh air dari botol berwarna merah dengan botol berwarna biru. Mereka mulai memperdebatkan keaslian air yang mereka miliki. Tanya-jawab sengit bergulir, mulai dari pertanyaan tentang posisi air terjun, susunan batu di sekitarnya, dan habitat tanaman ataupun hewan yang ada di sana untuk membuktikan keaslian air. Perdebatan tak kunjung usai karena semua merasa bahwa hanya air merekalah yang asli.

Sementara itu, di sekitar air terjun yang menjadi perbincangan masih ditemukan penjual yang menjajakan ember berbagai warna bagi para pengunjung yang ingin membawa air sebagai oleh-oleh. Tak jauh, ada pula beberapa orang membawa ember beraneka warna yang menjumpai para pencari air terjun yang cedera, kehausan, dan belum sampai di tujuan. Dengan senangnya mereka membagi air tersebut supaya para pengunjung itu mendapatkan kekuatan untuk sampai di air terjun itu.

Kasih karunia Tuhan bagaikan air terjun yang tak pernah habis dan bebas bagi siapa saja. Hanya membuang waktu jika kita memperdebatkan keaslian air. Adalah lebih berguna jika air itu dapat kita bagi kepada siapa saja yang membutuhkan atau yang kehausan tanpa harus melihat botol warna apa yang kita punya. Sungguh melelahkan jika harus mencari orang yang membutuhkan tetapi harus dengan botol yang berwarna sama dengan ember yang kita punya, seperti air terjun yang tak memilih ember yang ingin menampung airnya, terus mengalir dengan derasnya.

Belajarlah dari Sang Pemilik air kehidupan itu dan mintalah agar Sang Pemilik itu, Yesus Kristus, dapat memberikan kelegaan atas dahaga kita dan mengalir deras ke dalam kehidupan kita sehingga kita pun dapat mengalirkan air kehidupan itu kepada setiap orang yang dahaga tanpa harus melihat status sosial yang dimilikinya.......

--

HIDUPLAH OLEH KUASA FIRMAN
Ditulis oleh Admin2
(Kejadian 2 : 15 - 17 dan 3 : 1 - 7)

Bacaan Kejadian memaparkan tentang ketidaktaatan manusia terhadap firman Allah. Sejak semula manusia dapat memilih, untuk hidup di dalam firman atau hidup dalam keinginan diri sendiri. Adam dan Hawa telah menerima firman Allah, namun mereka tidak menaatinya ketika iblis datang untuk menawarkan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Maka mereka harus menanggung akibat dari ketidaktaatan itu.

Dalam hidup sehari-hari, kita pun sering diperhadapkan dengan pilihan untuk menaati atau melanggar firman Allah. Melalui tema ini kita disadarkan bahwa semestinya kita hidup oleh kuasa firman. Kiranya firman Allah yang menjadi pegangan kita satu-satunya dalam mengambil keputusan, sehingga kita tidak jatuh dalam pencobaan.

0

Rantai Kebaikan


Pada suatu hari seorang pria melihat seorang wanita lanjut usia sedang berdiri kebingungan dipinggir jalan. Meskipun hari agak gelap, pria itu dapat melihat bahwa sang nyonya sedang membutuhkan pertolongan. Maka pria itu menghentikan mobilnya di depan mobil Benz wanita itu dan keluar menghampirinya.

Mobil Pontiac-nya masih menyala ketika pria itu mendekati sang nyonya. Meskipun pria itu tersenyum, wanita itu masih ketakutan. Tak ada seorangpun berhenti menolongnya selama beberapa jam ini. Apakah pria ini akan melukainya? Pria itu kelihatan tak baik. Ia kelihatan miskin dan kelaparan. Sang pria dapat melihat bahwa wanita itu ketakutan, sementara berdiri disana kedinginan. Ia mengetahui bagaimana perasaan wanita itu.Ketakutan itu membuat sang nyonya tambah kedinginan. Kata pria itu, "Saya di sini untuk menolonganda, Nyonya. Masuk ke dalam mobil saja supaya anda merasa hangat!

Ngomong-ngomong, nama saya Bryan Anderson." Wah, sebenarn ya ia hanya mengalami ban kempes,namun bagi wanita lanjut seperti dia, kejadian itu cukup buruk. Bryan merangkak ke bawah bagian sedan, mencari tempat untuk memasang dongkrak. Selama mendongkrak itu beberapa kali jari - jarinya membentur tanah. Segera ia dapat mengganti ban itu. Namun akibatnya ia jadi kotor dan tangannya terluka.

Ketika pria itu mengencangkan baut-baut roda ban, wanita itu menurunkan kaca mobilnya dan mencoba ngobrol dengan pria itu. Ia mengatakan kepada pria itu bahwa ia berasal dari St. Louis dan hanya sedang lewat di jalan ini. Ia sangat berutang budi atas pertolongan pria itu. Bryan hanya tersenyum ketika ia menutup bagasi mobil wanita itu. Sang nyonya menanyakan berapa yang harus ia bayar sebagai ungkapan terima kasihnya. Berapapun jumlahnya tidak menjadi masalah bagi wanita kaya itu. Ia sudah membayangkan semua hal mengerikan yang mungkin terjadi seandainya pria itu tak menolongnya.

Bryan tak pernah berpikir untuk mendapat bayaran. Ia menolong orang lain tanpa pamrih. Ia biasa menolong orang yang dalam kesulitan, dan Tuhan mengetahui bahwa banyak orang telah menolong dirinya pada waktu yang lalu. Ia biasa menjalani kehidupan seperti itu, dan tidak pernah ia berbuat hal sebaliknya.

Pria itu mengatakan kepada sang nyonya bahwa seandainya ia ingin membalas kebaikannya, pada waktu berikutnya wanita itu melihat seseorang yang memerlukan bantuan, ia dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan kepada orang itu, dan Bryan menambahkan, Dan ingatlah kepada saya."

Bryan menunggu sampai wanita itu menyalakan mobilnya dan berlalu. Hari itu ingin dan membuat orang depresi, namun pria itu merasa nyaman ketika ia pulang ke rumah, menembus kegelapan senja. Beberapa kilometer dari tempat itu sang nyonya melihat sebuah kafe kecil. Ia turun dari mobilnya untuk sekedar mencari makanan kecil,dan menghangatkan badan sebelum pulang ke rumah.

Restoran itu nampak agak kotor. Di luar kafe itu ada dua pompa bensin yang sudah tua. Pemandangan disekitar tempat itu sangat asing baginya. Sang pelayan mendatangi wanita itu dan membawakan handuk bersih untuk mengelap rambut wanita itu yang basah. Pelayan itu tersenyum manis meskipun ia tak dapat menyembunyikan kelelahannya berdiri sepanjang hari. Sang nyonya melihat bahwa pelayan wanita itu sedang hamil hampir delapan bulan, namun pelayan itu tak membiarkan keadaan dirinya mempengaruhi sikap pelayanannya kepada para pelanggan restoran. Wanita lanjut itu heran bagaimana pelayan yang tidak punya apa-apa ini dapat memberikan suatu pelayanan yang baik kepada orang asing seperti dirinya. Dan wanita lanjut itu ingat kepada Bryan .

Setelah wanita itu menyelesaikan makanannya, ia membayar dengan uang kertas $ 100. Pelayan wanita itu dengan cepat pergi untuk memberi uang kembalian kepada wanita itu. Ketika kembali ke mejanya, sayang sekali wanita itu sudah pergi. Pelayan itu bingung kemana perginya wanita itu. Kemudian ia melihat sesuatu tertulis pada lap di meja itu. Ada butiran air mata ketika pelayan itu membaca apa yang ditulis wanita itu: "Engkau tidak berutang apa-apa kepada saya. Saya juga pernah ditolong orang. Seseorang yang telah menolong saya, berbuat hal yang sama seperti yang saya lakukan. Jika engkau ingin membalas kebaikan saya, inilah yang harus engkau lakukan: 'Jangan biarkan rantai kasih ini berhenti padamu.'"

Di bawah lap itu terdapat empat lembar uang kertas $ 100 lagi. Wah, masih ada meja-meja yang harus dibersihkan, toples gula yang harus diisi, dan orang-orang yang harus dilayani, namun pelayan itu memutuskan untuk melakukannya esok hari saja.

Malam itu ketika ia pulang ke rumah dan setelah semuanya beres ia naik ke ranjang. Ia memikirkan tentang uang itu dan apa yang telah ditulis oleh wanita itu. Bagaimana wanita baik hati itu tahu tentang berapa jumlah uang yang ia dan suaminya butuhkan? Dengan kelahiran bayinya bulan depan, sangat sulit mendapatkan uang yang cukup. Ia tahu betapa suaminya kuatir tentang keadaan mereka, dan ketika suaminya sudah tertidur di sampingnya, pelayan wanita itu memberikan ciuman lembut dan berbisik lembut dan pelan, "Segalanya akan beres. Aku mengasihimu, Bryan Anderson!"

Ada pepatah lama yang berkata,"Berilah maka engkau diberi." Hari ini saya mengirimkan kisah menyentuh ini dan saya harapkan anda meneruskannya. Biarkan terang kehidupan kita bersinar. Jangan hapus kisah ini, jangan biarkan saja! Kirimkan kepada teman-teman anda! Teman baik itu seperti bintang-bintang di langit. Anda tidak selalu dapat melihatnya, namun anda tahu mereka selalu ada. Tuhan memberkati anda!

Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.

(Galatia 6 : 2)


-


BERBAGAI PERSEMBAHAN DALAM ALKITAB

Oleh: Pnt. Ramles M. Silalahi, D.Min






Pemazmur bertanya: "Bagaimana akan kubalas kepada Tuhan segala kebajikan-Nya kepadaku?" (Maz. 116: 12). Sebagai orang percaya yang telah menerima kehidupan, keselamatan, dan berkat-berkat-Nya, kita mungkin juga bertanya: bagaimana membalas segala kebaikan Tuhan itu?

Mungkin kita akan mengatakan bahwa membalas kebaikan Tuhan yang penting adalah mensyukurinya; atau berkata secara klise: "ya, dengan memberikan hidup kita kepada-Nya." Tentu saja itu baik, tapi tidak cukup jelas. Sebab pertanyaan yang muncul adalah: hidup yang mana dan bagaimana caranya? Apa yang dapat kita berikan atau persembahkan dari hidup kita kepada Dia? Pemberian atau persembahan yang dimaksudkan juga tentu tidak hanya dalam bentuk uang, yang lazim disebut sebagai uang persembahan, tetapi juga dalam segala wujud persembahan yang dapat kita berikan kepada-Nya sebagai ungkapan syukur atas kebaikan-Nya. Pertanyaannya: persembahan apa saja itu?

Alkitab mengenal berbagai bentuk persembahan. Ritual pemberian persembahan sendiri di dalam Alkitab diawali ketika Kain dan Habel mempersembahkan hasil pekerjaannya kepada Allah. Kain mempersembahkan sebagian hasil pertaniannya dan Habel mempersembahkan anak sulung hasil peternakannya. Alkitab menjelaskan, persembahan Habel diterima dan Allah mengindahkannya, sementara persembahan Kain tidak berkenan kepada Allah. Kain kemudian merasa benci kepada adiknya itu dan lalu membunuhnya (Kej. 4: 5 - 8).

Kemudian kitab Kejadian menceritakan Nuh yang memberikan persembahan setelah selamat dari murka Allah dengan air bah-Nya (Kej. 8: 20 - 22). Abraham setelah tiba di Kanaan langsung membangun mezbah dan memanggil nama Tuhan (Kej. 12: 8). Yakub juga memberikan persembahan kepada Tuhan setelah berpisah baik-baik dengan Laban mertuanya (Kej. 31: 43-55). Semua pemberian ini dilakukan dalam ritual ketika hukum Taurat belum diberikan kepada umat Israel. Allah melalui Musa kemudian meneguhkan lebih spesifik lagi berbagai jenis persembahan yang harus diberikan umat Israel sebagaimana diuraikan dalam kitab Imamat pasal 1 - 7. Persembahan atau korban dalam Perjanjian Lama dapat dikelompokkan sbb:

a. Ola, yakni korban bakaran (Im.1: 1-17), sebagai lambang penderitaan sebagai hukuman karena dosa yang ditanggungkan atasnya, dengan makna membersihkan kehidupan orang yang memberi korban dalam ketaatan sebagai bau-bauan yang harum bagi Allah.

b. Minkha, yakni korban sajian (Im.2:1-16; 5:11-12), sebagai rasa syukur yang diberikan demi kemauan baik sebagai pengganti keseluruhan dirinya.

c. Khatta't, yakni korban penghapus dosa dan juga disebut sebagai ‘Asyam (korban penebus salah), yakni bilamana seseorang bersalah karena dianggap najis dari segi upacara agama atau berbuat dosa secara tidak sengaja (Im. 4: 2, 13, 22, 27).

d. Zevakh dan Selamin, yakni korban perdamaian atau korban keselamatan berupa pernyataan syukur atau sukarela kepada Allah (Im. 7: 12; 22: 29; Bil.6: 14; 15: 3, 8).

Perjanjian Lama juga mengenal berbagai jenis persembahan lainnya, seperti persembahan sulung atau buah sulung (Kej. 4:4; Im. 2: 12; Neh.10: 35), persembahan unjukan (Im. 6: 20; Bil. 5: 15), dan persembahan persepuluhan berupa persembahan khusus yakni sepersepuluh dari penghasilan umat Israel. Persembahan atau korban yang disebutkan di atas, dinyatakan dengan pemberian hewan ternak (dari mulai lembu jantan hingga burung tekukur atau anak burung merpati yang tidak bercela), tepung, minyak, kemenyan, dan garam. Inilah ritual pemberian persembahan dalam Perjanjian Lama.

Persembahan dalam PB

Berbeda dengan yang dijelaskan di atas, Perjanjian Baru menegaskan pemberian persembahan berupa ternak atau barang lainnya bukan lagi sebagai jalan penebusan dosa atau kesalahan umat percaya. Kitab Ibrani menuliskan dengan jelas, "tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba betina dapat menghapus dosa" (Ibr. 10: 4). Penebusan dosa orang percaya dalam Perjanjian Baru hanya dapat dilakukan melalui iman dengan mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya; maka melalui tubuh dan darah-Nya yang tersalib di Golgota hal itu sudah menjadi jalan penebusan dosa-dosa kita.

Namun, Perjanjian Baru tidak langsung meniadakan persembahan sama sekali. Persembahan dalam konsep Perjanjian Baru menjadi berbeda, tidak lagi sebagai korban, melainkan sebagai ungkapan rasa syukur atas anugerah keselamatan yang telah diberikan Tuhan kita atas penebusan dosa tersebut. Artinya, pemberian tersebut adalah sebagai ungkapan syukur, bukan balas jasa, karena anugerah keselamatan yang diberikan Allah adalah cuma-cuma, tidak dapat dibalas dengan perbuatan atau upaya manusia. Jadi pengertian "membalas kebaikan Tuhan" sebagaimana dalam Mazmur di atas, dalam konteks Perjanjian Baru adalah merupakan respon atas rasa syukur penebusan tersebut, bukan dalam pengertian timbal balik.

Selanjutnya, persembahan di dalam kitab Perjanjian Baru cukup luas pembahasannya dan dapat dikategorikan dalam lima bentuk, yakni sbb:

Pertama, persembahan nyawa. Tuhan Yesus berkata bahwa inilah ungkapan kasih yang lebih besar dari umat percaya, yakni apabila seseorang yang mengorbankan nyawa untuk kemuliaan Kristus maupun untuk saudara-saudara kita (Mat. 10: 39; Luk. 14: 26; Yoh. 15: 13; Kis. 15: 26). Hal ini diperlihatkan dalam kisah Stefanus, martir pertama yang dibunuh oleh kaum Farisi dengan melemparinya dengan batu (Kis. 7: 54 - 60). Pengorbanan nyawa untuk sesama dinyatakan dalam 1Yoh. 3: 16, "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita." Kesediaan berkorban dan menderita bagi orang lain dengan mengesampingkan kepentingan diri sendiri, itulah makna dari persembahan nyawa tersebut. Akan tetapi, persembahan nyawa juga dapat dilihat dalam wujud apabila seseorang tetap setia kepada Tuhan dalam menanggung penderitaan penyakit yang mengancam nyawanya, dengan tidak mengandalkan kekuatan-kekuatan lain untuk kesembuhannya. Sebab tidak sedikit orang percaya karena putus asa atau tidak memahami rencana indah Tuhan baginya, akhirnya mengikuti cara-cara berhala untuk memperoleh kesembuhan.

Kedua, persembahan tubuh, yakni memelihara kekudusan hidup dengan menjauhkan diri dari perbuatan najis dan dosa yang tidak berkenan kepada Tuhan. Firman-Nya berkata, "Karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah, aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati" (Rm. 12:1; Yak. 1: 27b). Demikian pula dinyatakan pada bagian lain, betapa pentingnya kita memelihara tubuh, "Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus?...Atau, tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu...(1Kor. 6: 13- 15, 19 - 20). Kita diminta memelihara tubuh yang kudus sebab Allah kita itu kudus (Im. 20: 26).

Ketiga, persembahan hati dan mulut, dengan menaikkan puji-pujian dan bibir yang memuliakan Allah dengan ucapan syukur (Ibr. 13: 15; Mzm. 28: 7; 30: 4; 51: 19). Kitab Efesus menuliskan, "dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian, dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati" (Ef. 5: 19 - 20). Alkitab juga mengingatkan, dengan lidah kita memuji Tuhan (Yak. 3: 5). Artinya, di segala tempat dan situasi kita tidak boleh menggunakan lidah dan mulut kita untuk hal-hal yang menyakitkan hati Allah dan orang lain, tetapi justru dipakai untuk memuliakan Dia.

Persembahan hati juga dinyatakan melalui kerinduan untuk selalu bersekutu setiap hari melalui doa, ibadah, dan membaca Alkitab. Bentuk persembahan hati lainnya diwujudkan melalui kerendahan hati dengan menerima perkataan atau perbuatan buruk yang dilakukan oleh pihak lain (Mat. 6: 14-15; Luk. 17: 4; Ef. 4: 32). "Korban perasaan" ini biarlah menjadi persembahan yang harum bagi Allah dengan tetap melihat Allah punya rencana dan akan hak Allah untuk menegakkan keadilan bagi semua, tidak merespon dengan cepat marah dan membalas kejahatan dengan kejahatan. (Rm. 12: 19; Ibr. 10: 30).

Keempat, persembahan waktu dan tenaga, dengan mengunjungi orang sakit, orang di penjara, dan memberi mereka yang haus dan tumpangan (Mat. 25: 31 - 46). Persembahan waktu dan tenaga kita berikan juga bagi kemuliaan Tuhan dengan mengunjungi dan menyatakan kasih kepada mereka yang menderita dan membutuhkan. Kitab Yakobus menuliskan, "Ibadah yang murni dan tidak bercatat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka (Yak. 1: 27a). Memberikan waktu dengan mengunjungi mereka, menghibur, dan berdoa bersama mereka yang sakit, teraniaya, atau menderita, maka hal itu sangat besar nilainya di hadapan Allah yang Maha Pengasih. Terlebih-lebih, meski tidak utama, apabila kita ikut meringankan beban kesedihan mereka dengan memberi bantuan (makanan atau kebutuhan hidup lainnya), sehingga dengan jalan itu kita telah memuliakan Allah.

Kelima, persembahan materi, berupa persembahan uang atau barang. Perjanjian Baru mengajarkan untuk menyisihkan persembahan uang setiap minggu. Inilah biasanya yang kita berikan kepada gereja untuk dikelola sesuai dengan maksud Yesus dalam mendirikan dan memperluas kerajaan-Nya (1Kor. 16: 1-2).

Penutup

Tidak seorang pun dapat memperbandingkan persembahan yang satu dengan yang lain di hadapan Allah. Kita tidak dapat mengatakan persembahan uang atau materi "lebih tinggi nilainya" dibandingkan dengan persembahan mulut dengan memuji-muji dan memulikan Allah. Demikian pula halnya dengan memberi waktu melalui kunjungan-kunjungan ke panti asuhan, rumah sakit, atau janda-janda, tidak berarti lebih berharga di mata Allah dibandingkan dengan persembahan puji-pujian di dalam ibadah kebaktian minggu. Semua bentuk persembahan ini saling melengkapi untuk menyenangkan hati Allah. Namun, ada syarat mutlak yang harus diberikan yakni persembahan tubuh yang kudus kepada Allah. Tidak ada manfaatnya apabila kita memberikan berbagai persembahan, namun tubuh kita dikuasai oleh kenajisan dan dosa.

Hanya yang jelas, persembahan yang berkenan kepada Allah sebagaimana Alkitab menegaskan adalah seperti persembahan Habel, yakni karena iman Habel dan Allah mengetahui kebaikan hatinya (Ibr. 11: 4). Dengan didasari iman dan kebaikan hati untuk memberi yang terbaik kepada Tuhan berbagai jenis persembahan di atas, sangatlah penting dalam penerimaan Allah terhadap apa yang kita berikan sebagai respon atas kebaikan-Nya. Tuhan Yesus memberkati.

--
Jangan Mengeluh
01.05.2010 | Author: vino | Posted in Motivasi

Sebuah kata sederhana yang mungkin jarang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi seringkali kita praktekkan langsung baik secara sadar maupun tidak sadar. Beberapa waktu lalu saya berkumpul dengan teman-teman lama saya. Seperti biasanya kami membicarakan mengenai pekerjaan, pasangan hidup, masa lalu, dan berbagai macam hal lainnya.
Setelah pulang saya baru tersadar, bahwa kami satu sama lain saling berlomba untuk
memamerkan keluhan kami masing-masing seolah-olah siapa yang paling banyak mengeluh dialah yang paling hebat.
“Bos gue kelewatan masa udah jam 6 gue masih disuruh lembur, sekalian aja suruh gue nginep di kantor!”
“Kerjaan gue ditambahin melulu tiap hari, padahal itu kan bukan “job-des” gue”
“Anak buah gue memang bego, disuruh apa-apa salah
melulu”.
Kita semua melakukan hal tersebut setiap saat tanpa menyadarinya.
Tahukah Anda semakin sering kita mengeluh, maka semakin sering pula kita mengalami hal tersebut. Sebagai contohnya, salah satu teman baik saya selalu mengeluh mengenai pekerjaan dia. Sudah beberapa kali dia pindah kerja dan setiap kali dia bekerja di tempat yang baru, dia selalu mengeluhkan mengenai
atasan atau rekan-rekan sekerjanya.
Sebelum dia pindah ke pekerjaan berikutnya dia selalu ribut dengan atasan atau rekan sekerjanya. Seperti yang bisa kita lihat bahwa terbentuk suatu pola tertentu yang sudah dapat diprediksi, dia akan selalu pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan berikutnya sampai dia belajar untuk tidak mengeluh.
Mengeluh adalah hal yang sangat mudah dilakukan dan bagi beberapa orang hal ini menjadi suatu kebiasaan dan parahnya lagi mengeluh menjadi suatu kebanggaan. Bila Anda memiliki dua orang teman, yang pertama selalu berpikiran positif dan yang kedua selalu mengeluh, Anda akan
lebih senang berhubungan dengan yang mana? Menjadi seorang yang pengeluh mungkin bisa mendapatkan simpati dari teman kita, tetapi tidak akan membuat kita memiliki lebih banyak teman dan tidak akan menyelesaikan masalah kita, bahkan bisa membuat kita kehilangan teman-teman kita.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kita mengeluh? Kita mengeluh karena kita kecewa bahwa realitas yang terjadi tidak sesuai dengan harapan kita. Bagaimana kita mengatasi hal ini. Caranya sebenarnya gampang-gampang susah, kita hanya perlu bersyukur.
Saya percaya bahwa di balik semua hal yang kita keluhkan PASTI ADA hal yang dapat kita syukuri.
Sebagai ilustrasi, Anda mengeluh dengan pekerjaan Anda. Tahukah Anda berapa banyak jumlah pengangguran yang ada di Indonesia?
Sekarang ini hampir 60% orang pada usia kerja produktif tidak bekerja, jadi bersyukurlah Anda masih memiliki pekerjaan dan penghasilan. Atau Anda mengeluh karena disuruh lembur atau disuruh melakukan kerja ekstra. Tahukah Anda bahwa sebenarnya atasan Anda percaya
kepada kemampuan Anda? Kalau Anda tidak mampu tidak mungkin atasan Anda menyuruh Anda lembur atau memberikan pekerjaan tambahan.
Bersyukurlah karena Anda telah diberikan kepercayaan oleh atasan Anda, mungkin dengan Anda lebih rajin siapa tahu Anda bisa mendapatkan promosi lebih cepat dari yang Anda harapkan.
Bersyukurlah lebih banyak dan percayalah hidup Anda akan lebih mudah dan keberuntungan senantiasa selalu bersama Anda, karena Anda dapat melihat hal-hal yang selama ini mungkin luput dari pandangan Anda karena Anda terlalu sibuk mengeluh.
Try it now:
1. Bersyukurlah setiap hari setidaknya satu kali sehari.
Bersyukurlah atas pekerjaan Anda, kesehatan Anda, keluarga Anda atau apapun yang dapat Anda syukuri. Ambilah waktu selama 10-30 detik saja untuk bersyukur kemudian lanjutkan kembali kegiatan Anda.
2. Jangan mengeluh bila Anda menghadapi kesulitan tetapi lakukanlah hal berikut ini. Tutuplah mata Anda, tarik nafas panjang, tahan sebentar dan
kemudian hembuskan pelan-pelan dari mulut Anda, buka mata Anda, tersenyumlah dan pikirkanlah bahwa suatu saat nanti Anda akan bersyukur atas semua yang terjadi pada saat ini.
3. Biasakan diri untuk tidak ikut-ikutan mengeluh bila Anda sedang bersama teman-teman yang sedang mengeluh dan beri tanggapan yang positif atau tidak sama sekali. Selalu berpikir positif dan lihatlah perubahan dalam hidup Anda.
“Semakin banyak Anda bersyukur kepada Tuhan atas apa yang Anda miliki, maka semakin banyak hal yang akan Anda miliki untuk disyukuri.”
P.S.: Saya bersyukur karena Anda telah membaca email ini dan saya akan lebih bersyukur lagi jika Anda mengirimkan email ini ke rekan-rekan Anda sehingga Anda juga dapat bersyukur karena telah membuat orang lain bersyukur.

--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar