Segar banget

Segar banget
bangett

Kamis, 01 September 2011

Bersatu Membangun Tembok Yerusalem





Dan patut bagi kita, umat Kristiani khususnya, untuk bersyukur karena dalam pemilihan Presiden, Wakil Presiden dan para Wakil Rakyat periode ini tidak terjadi gejolak sosial yang berarti.

Sekarang, setelah terbentuknya pemerintahan yang baru, sebagai Warga Negara yang baik, kita seharusnya mampu dan wajib memberikan kontribusi untuk ikut membangun negeri tercinta ini. Apalagi negeri tercinta ini masih utuh, dan eksis meski banyak yang mencoba mengguncang stabilitas nasional, baik dari dalam mau pun luar.

Coba saja kita tengok Nehemia dan Ezra ketika membangun tembok dan kota Yerusalem yang sudah luluh lantak, semua rakyat dari berbagai lapisan mendukung berdirinya tembok dan kota Yerusalem, meski pun mereka sendiri berstatus, “warga buangan”. Kalau begitu, alangkah naifnya kalau kita sebagai bangsa Indonesia, khususnya umat Kristiani, hanya menjadi penonton dan asyik dengan urusannya sendiri. Adalah tanggung jawab kita sebagai bagian dari bangsa ini untuk turut memikirkan tentang apa yang seharusnya kita lakukan untuk negeri ini.

Yang terpenting dan yang terbaik kita lakukan ialah, melakukan hal terbaik di setiap tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Kalau menjadi pejabat, janganlah korupsi, kalau menjadi sopir jangan melanggar rambu lalu lintas, kalau menjadi pendeta, taburlah rman Tuhan dengan benar. Itulah sebagian kecil perbuatan yang seharusnya bisa kita lakukan.

Yesus sendiri sebagai warga masyarakat juga melakukan tugasnya dengan baik. Salah satunya dengan taat dalam hal membayar pajak. Yakni, mewujudkan kewajibannya sebagai Warga Negara yang bertanggung jawab. Walau untuk itu harus melakukan mujizat yang ajaib, yaitu mengeluarkan uang dari mulut ikan.

“Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat 22:21). “ Itulah kata bijak Yesus sehubungan dengan tanggung jawabnya sebagai Warga.

Nah, kalau Yesus saja sudah mematuhi aturan dunia yang berlaku kala itu, maka seharusnya kita juga patut mengikuti langkahNya itu. Sebuah contoh jelas bahwa sebagai seorang Kristiani yang baik dan benar, kita harus taat kepada hukum dan peraturan yang berlaku. Bukan justru melanggarnya demi kepentingan pribadi atau kelompok sendiri.

Sesingkatnya, lakukanlah hal terbaik bagi Bangsa, Negara dan Pemerintah ini. Yakni, bentuk kontribusi kita sebagai anak bangsa, dan sebagai bagian dari umat Kristiani negeri ini!

--

Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.
(Mazmur 37:25-26)

--

Harga yang harus dibayar untuk sebuah prinsip dan konsistensi


Sejak duduk di SMA saya sudah menjadi guru sekolah minggu. Teman-teman sudah paham, kalau buat acara harus setelah sekolah minggu. Terkadang saya masih mengajar, teman-teman sudah menunggu dengan sepeda motor siap untuk jalan-jalan keluar kota.

Menjalankan pelayanan rohani merupakan kegiatan yang sangat disuport di keluarga saya. Setelah dewasa saya memilih untuk menjadi wartawan, memberitakan penderitaan orang, ketidak-adilan yang terjadi dan semacam itulah. Pekerjaan sebagai wartawan memang penuh tantangan, tapi relative lebih bebas, seakan tidak punya atasan, jam kerja fleksibel.

Benar saja, sebagai wartawan sangat menarik, bekerja tak mengenal waktu, masalah yang dihadapi silih berganti. Tantangan bertubi-tubi datang dari pemerintah yang manipulative dan dari berbagai pihak.
Memberitakan kebenaran dengan segala intimidasinya atau berkongkalikong untuk mendapat fasilitas yang menggiurkan merupakan godaan bagi setiap wartawan.

Salah satu sikap yang saya ambil adalah menolak menjadi anggota Persatuan Wartawan yang kala itu menurut saya sudah dikooptasi oleh pemerintah. Padahal untuk menjadi pimpinan sebuah surat kabar diharuskan menjadi anggota organisasi profesi tersebut.

Untuk tetap konsisten, surat pengunduran diri sebagai karyawan sudah disiapkan, kalau-kalau dipaksa demi perusahaan tempatku bekerja tidak “dianiaya”.

Harga yang harus dibayar untuk sebuah prinsip dan konsistensi sangatlah mahal. Tiga kali surat kabarku di hentikan penerbitannya oleh pemerintah. Yang terakhir dimatikan. Untung pemilik usaha rela bayar harga. Koran ditutup juga karena menolak masuknya orang pemerintah di Koran ketika dijanjikan izin terbit akan dikeluarkan.

Sekalipun pergumulan untuk menyatakan kebenaran sangat berisiko namun pelayanan rohani tetap berjalan sejak SMA hingga saat ini sudah 45 tahun kemudian dan selanjutnya.
Setelah menghadapi berbagai pengalaman, mengevaluasi perjuangan serta usia, saya meyakini bahwa kita harus berpikir global tapi bertindak local. Sesuatu yang lebih konkrit / nyata dan sesuai dengan panggilan Tuhan.

Hasil perenungan ini kemudian membawa hasil. Ibu Faith yang menjadi pimpinan dari Sekolah Doa dimana saya beraktivitas sejak ketika masih wartawan menerima visi: Save the poor save the needy.
Saya merasakan panggilan yang sama. Tapi bagaimana, panggilan yang begitu besar, luas dan membutuhkan potensi yang besar ini bisa dilaksanakan. Seperti tidak mungkin. Tapi kami mau meresponi panggilan ini. Kami menyediakan hati, tekad dan komitmen, selanjutnya adalah bagian Tuhan.

Lahan satu hekatare yang gersang, tanah kritis dilingkungan yang serba tak menunjang, ditangan Tuhan telah berubah menjadi lahan produksi sayur mayur, padi, ternak ayam, ikan air tawar; semua yang dibutuhkan untuk mengajarkan pertanian organic.

Kini lebih dari 300 orang hamba Tuhan, aktivis, para korban tsunami, gempa dari seluruh provinsi sudah belajar di Bogor, tempat training kami. Semua ini menjadi kenyataan benar-benar hanya karena Kasih Karunia Tuhan Yesus. ”Saya banyak belajar beriman sungguh-sungguh melalui pelayanan di tempat ini”.
Tapi nampaknya “pendidikan Tuhan” belum berhenti sampai disini. Ditengah kesibukan yang memuncak, Tuhan menarik saya dari kegiatan dan menyimpan saya 10 bulan (tahun 2010) untuk terapi karena saya mengidap kanker. Kondisi saya unik: saya tidak dicover asuransi (saya teledor), letak induk kanker di tempat yang sangat sulit sehingga 3 rumah sakit yang cukup besar tidak dapat menditeksinya.

Saya seperti mimpi ketika tanggal 31 Desember 2009 jam 12 siang dokter memberitahu mengenai penyakit ini. Mudah untuk menulis atau berbicara mengenal proses pengobatan dari operasi, chemo, sinar, mengonsumsi obat “keras” selama 5 tahun, kata dokter. Tapi sungguh sebuah perjuangan untuk melaluinya.

Namun justru melalui semua ini, saya merasakan indahnya bergantung sepenuhnya pada kekuatan Tuhan. Kini saya sudah mengalami secara nyata bagaimana Kristus bertanggung jawab memelihara anak-anak yang taat pada panggilan-Nya. Semua proses dijalani dengan tenang, damai dan sukacita. Bahkan menjalani terapi dan diopname di rumah sakit, saya mendapat kesempatan membagi Kristus kepada penderita lain.

Kini “proses sekolah” saya melalui sakit yang membuat orang sangat ketakutan sudah terlewati. Banyak sekali pelajaran yang didapat dari pengalaman ini. Yang jelas saya semakin murni mengiringi Tuhan, “ Mengapa kamu begitu takut, mengapa kamu tidak percaya?”, seperti sayup terdengar kata-kata Kristus dari buritan kapal ketika badai menerpa kapal yang ditumpangi murid-muridnya (Markus 4:35-40). “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu, Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau, Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan” (Yes. 41:10). Amin !

--

Jika Tinggal Sehari...


Pernahkah Anda membayangkan hidup ini tinggal sehari saja? Apa yang akan Anda perbuat jika usia kehidupan Anda tinggal 24 jam saja.

Dalam status jejaring sosial, seorang kawan menyatakan rasa tertegunnya, saat ia mendengar seorang ayah yang berduka. Dengan tegar, sang ayah berkata ke hadapan jenazah puteranya yang meninggal karena sakit,, ''Perjuanganmu sudah selesai, Nak…''

Begitulah, kehidupan ini adalah sebuah misteri. Semakin canggih manusia menemukan rekayasa kedokteran dan juga teknologi digitalisasi, tetap tak ada yang mampu menebak kapan kematian seseorang. Kematian tetaplah sebuah misteri. Inovasi demi inovasi dilakukan dunia medis, termasuk penemuan obat pereda sakit, alternatif penyembuh kanker sampai HIV, tapi mencegah kematian seseorang hingga titik akhir atau menebak berapa jatah usia seseorang tetap gagal dilakukan oleh siapapun di muka bumi ini.

Baru-baru ini, Guinness World Records melaporkan kematian orang tertua di dunia berusia 114 tahun 357 hari, seminggu sebelum ulang tahun ke-115-nya. Ia seorang warga Jepang bernama Kama Chinen, yang tinggal di suatu pulau sub-tropis di Okinawa. Chinen meninggal pada tanggal 2 Mei 2010 dan dia telah hidup melihat tiga abad yang berbeda. Tentu, usia Chinen ini tak ada apa-apanya jika dibandingkan manusia tertua yang pernah dicatat Kitab Suci, Metusalah, yang tutup usia di umur 969 tahun. Tapi toh, banyak juga kenyataan lain kita dapati, keanehan-keanehan menyangkut misteri kehidupan yang tak bisa diterka.

Faktanya, ada pejabat yang hidupnya korup tapi belum juga dijemput ajal hingga lebih dari 8 dekade usianya. Tapi ada juga anak muda, belum menikah, sangat potensial, tiba-tiba meninggal dunia karena penyakit yang menggerogoti tubuhnya secara cepat. Apakah ini bisa disebut adil? Saat seorang yang begitu cerah harapannya ternyata harus menghadap Sang Pencipta lebih dulu, sementara mereka di “urut kacang” terdepan tak kunjung tiba gilirannya? Bagi kita terkesan tak adil, tapi bagi-Nya tetap semua hal ada skenario sendiri.

Karena itu, yang perlu kita lakukan saat ini hanyalah mensyukuri kehadiran kita di dunia. Sembari merenungkan: sudah bergunakah hidup saya bagi orang lain? Menilik misteri besar kematian, kunci kehidupan bukanlah berapa lama usia kita di dunia, tapi seberapa bergunanya kita bagi sekeliling kita. Seberapa jauh kita akan dikenang dalam kehidupan ini, dalam berapapun usia kita, begitulah seharusnya kita memanfaatkan umur ini bagi lngkungan sekitar.

Sebuah lagu pop dari satu kelompok musik sekuler liriknya menarik untuk direnungkan :

” Jika tinggal sehari hidupmu di dunia ini,
engkau kan perbuat apa yang tak sia sia
'Kan kupeluk orang tercinta, syukuri karunia
coba hibur hati mereka yang pernah kuhina…
Jika tinggal sehari usiamu di dunia ini
Engkau kan perbuat apa suatu yang bermakna…”

Lagu itu menegaskan, mumpung masih ada kehidupan, marilah kita berbuat terbaik, dalam karya di pekerjaan, kehidupan berkeluarga, maupun menyangkut relasi dengan orang lain. Semasa masih ada kehidupan diberikan Sang Pencipta, jangan sampai ada dendam berkuasa, yang akan disesali saat nafas pemberi nyawa itu benar-benar ditarik dari diri ini.

Selamat merenungkan dan memperbaiki kehidupan, karena tak ada yang tahu, berapa lama usia kita usai membaca artikel ini.

--

Daun Ubi Jalar Akhiri Diabetes


"Daun ubi jalar nan murah itu ternyata pengganti insulin bagi penderita diabetes"

Bagi para pekebun, daun ubi jalar hampir tak ada harganya. Mereka hanya menjual umbi Ipomoea batatas ketika panen. Namun, bagi penderita diabetes mellitus daun ubi jalar justru sangat berharga. Daun tanaman itu mampu menurunkan kadar gula darah. Itulah hasil riset Wahyu Widyaningsih, Apt. M.Si, beserta mahasiswanya, dari Fakultas Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

Pankreas memproduksi hormone insulin untuk mengatur metabolisme karbohidrat, menyerap glukosa darah, lalu menyimpannya sebagai glikogen di hati dan otot sebagai sumber energi. Namun, pada penderita diabetes mellitus terjadi penurunan sekresi insulin, penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya.

Kekurangan insulin menyebabkan daya tahan tubuh manurun karena pembentukan zat antibodi terhambat, sehingga mudah timbul infeksi serta susahnya penyembuhan infeksi pada penderita diabetes. Oleh karena itu penderita diabetes mellitus, memerlukan insulin dari luar tubuhnya. Celakanya harga insulin di pasaran tergolong mahal, mencapai Rp.150.000 per 3 ml. Sebagai alternatif pengobatan yang murah dan alami, daun ubi jalar bekerja seperti insulin, yakni menurunkan kadar glukosa darah.

Menurut Wahyu Suprapto, herbalis di Malang, Jawa Timur, konsumsi daun ubi jalar dapat mempercepat proses penyembuhan diabetes. Penderita dapat merebus 50 gram basah daun ubijalar dalam dua gelas air hingga mendidih dan tersisa satu gelas. Atau dengan mengolah daun ubi jalar menjadi sayur. Saat ini penderita diabetes mellitus kian meningkat. Pada tahun 2000 tercatat 175 juta jiwa penduduk dunia menderita diabetes, meningkat menjadi 197 juta jiwa pada tahun 2003.

Angka kematian akibat diabetes mencapai 3,2 juta orang. Badan Kesehatan Dunia memprediksi penderita diabetes menjadi 366 juta pada tahun 2030. Masyarakat memang sudah lama mengenal daun ubi jalar sebagai obat tradisional untuk mengatasi bisul, penurun panas, maupun luka bakar. Namun, jarang herbalis yang meresepkan daun ubi jalar kepada pasien diabetes. Herbalis di Depok, Jawa Barat, Bruri Mahendra, menggunakan daun ubi jalar untuk mengobati luka. Kini daun tanaman asal Tanjung Yukatan, Meksiko, itu terbukti berkhasiat sebagai antidiabetes mellitus.

--

Menikmati Hidup Di Dunia yang Tidak Nikmat


”Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau bersertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” (Maz.23:4).

Berita tentang Indonesia kalau kita mengikuti media, baik cetak maupun elektronik, cukup heboh. Betapa tidak, masalah ekonomi, harga berbagai barang makin menjulang; politik, hiruk pikuk baik di eksekutif maupun legislative, secara sembunyi maupun terang-terangan sering saling menyalahkan; hukum –apalagi- semakin membingungkan mana yang salah, mana yang benar; moral yang sedang mencuat kisah video porno artis atau mirip artis; bencana alam, dan musibah berbagai kecelakaan transportasi, dan ledakan kompor tabung gas, penyakit semakin banyak jenisnya, dan mahal pengobatannya. Wah pokoknya kalau ditulis semua, jangan-jangan bisa penuh Berita Yamari dengan berita tak sedap. Padahal tugas kita adalah menyebarkan ”kabar baik”, ”penuh pengharapan”, dan ”suka cita.”

Sebagai orang percaya, meskipun kita boleh mengikuti perkembangan berita-berita diatas, tetapi kita diajar untuk menghitung berkat Allah Bapa, yang hari lepas hari kita nikmati. Meskipun dalam masalah bahkan musibah? Apa boleh buat, jawaban Firman Tuhan adalah ” Ya ”, titik. Karena di dalam lembah kekelamanpun kita tak boleh takut, cemas atau gelisah, karena Dia, yang Maha Perkasa menyertai kita.

Mari kita simak kisah orang percaya, baik dalam Perjanjian Lama, maupun Perjanjian Baru. Orang percaya, beriman, dan taat kepada Tuhan bahkan jalan hidupnya selalu disertai-Nya pun tak lepas dari pergumulan. Contoh, Yusuf yang dipenjara tanpa melakukan kesalahan, Yeremia nabi yang selalu didera aniaya, Daud yang hidupnya dikejar-kejar musuh dan nyaris selalu terlibat dalam pertempuran. Kita tentu kenal siapa Paulus, Petrus, Yohanes, bahkan Yesus sendiri, tak pernah lepas dari aniaya, penderitaan, dan cemooh. Semuanya itu sungguh bukan pengalaman yang indah.

Bagaimana dengan kehidupan bukan orang percaya? Sami mawon. Mereka juga mengalami peristiwa yang sama. Contohnya tentang penyakit kanker, gagal ginjal, jantung bocor dan penyakit lain yang mematikan dan membuat kocek jebol. Penderitaan adalah bagian dari kehidupan, baik orang percaya maupun tidak, baik miskin maupun kaya, baik bangsa Indonesia, Cina, Eropa, Arab dan Amerika. Pokoknya selama dunia berkembang, penderitaan itu akan terus berlangsung.

Tetapi harus ada perbedaan antara orang percaya yang hidupnya sudah ditebus oleh darah Kristus, dengan orang yang tidak percaya. Bukan penderitaan, masalah, atau musibah, tetapi berkat dan kasih Allah. Kalau saat ini anda masih bisa membaca tulisan ini, itu berarti kasih karunia Allah masih menyertai anda, betapapun tidak baik kondisi kehidupan anda, bahkan sulit. Hitunglah setiap tarikan nafas yang menghirup oksigin dengan gratis, padahal harga oksigen di rumah sakit cukup hemm. Nah bagaimana kalau saat ini anda terpaksa sedang menghirup oksigen di rumah sakit? Bersyukurlah, masih ada harapan sembuh karena mujizat darah Yesus yang membawa kesembuhan masih berlaku sampai saat ini. Meskipun tidak sembuh? Bukankah anda meyakini, bahwa kerajaan sorga yang indah tanpa air mata menjadi milik anda setelah anda percaya kepada Kristus?

Itu baru soal penyakit. Soal masalah dan penderitaan lain, mari kita nikmati bersama Yesus. Seperti Daud mengatakan di Mazmur 23:5 ”Engkau menyediakan hidangan bagiku dihadapan lawanku”. Siapa lawan anda, masalah, penyakit, penderitaan atau bahkan lingkungan yang tidak membuat nyaman? Yesus berkata, ”Lihatlah Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk, barangsiapa mendengar suaraku, aku akan masuk dan dia akan makan bersama Aku, dan Aku bersama Dia” (Wah.3:20). Nah, ajakan yang sangat menyenangkan, dan tak perlu diulang. Tinggalkan semua hal yang membuat susah dan ribet, nikmati makan bersama Kristus dalam sukacita-Nya. Undangan makan selalu nikmat, apakah hidangan itu bersama sayur asem, atau bebek Peking. Apa lagi makan sehidangan dengan Kristus. Sungguh Mak Nyuusss....

--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar