Segar banget

Segar banget
bangett

Rabu, 31 Agustus 2011

6 Pilar Penyangga Perkawinan





Bagikan
Di masa pacaran, boleh jadi cinta memang sejuta rasanya. Namun ketika memasuki perkawinan, modal cinta saja tak cukup untuk mempertahankan kelangsungan sebuah keluarga. Dalam mencari pasangan hidup, budaya Jawa mengenal sejumlah kriteria yang dikenal dengan istilah bobot, bibit, bebet. Namun pada kenyataannya, banyak orang beranggapan salah satunya saja sudah cukup memenuhi kriteria pasangan hidup. "Cari pasangan ya lihat pribadinya dong! Punya mobil pribadi, rumah pribadi, dan kalau perlu vila pribadi!" ujar seorang perempuan tanpa maksud bergurau. "Kalau menurut saya sih, yang penting harus punya tanggung jawab," sela seorang teman bicaranya. "Yang paling penting ya cinta dong!" yang lain menyergah tak kalah semangat.

Sebetulnya apa saja sih pilar penyangga yang kokoh bagi kelanggengan sebuah perkawinan? Benarkah cinta bisa diandalkan? Sepenuhnya ditentukan oleh kelimpahan materi? Bagaimana soal komitmen dan tanggung jawab? Seberapa penting aspek kepribadian kedua belah pihak? Bagaimana dengan hal-hal lain, bisakah diabaikan?

"Proses menimbang-nimbang memang seharusnya sudah dimulai sebelum suami-istri memasuki gerbang pernikahan," kata Titi P. Natalia, M.Psi. Meski ia tak menyangkal banyak pasangan yang tidak "sempat" melewati proses seleksi. Meminjam istilah anak zaman sekarang, ada tahapan yang mesti dilalui, yakni koleksi, seleksi, baru resepsi. Akan tetapi Titi mengingatkan agar kita tidak perlu lagi menoleh ke belakang hanya untuk mempertanyakan apakah tahapan-tahapan tersebut sudah dilalui atau belum. "Sebaiknya lihat saja ke depan. Komitmen dan kesungguhan suami istrilah yang paling dibutuhkan begitu janur kuning sudah dipasang melengkung," tandasnya.

6 Pilar Yang Dibutuhkan

Pilar-pilar yang dibutuhkan demi kokohnya sebuah pernikahan memang tidak sedikit.
Berikut di antaranya:

Latar belakang keluarga Tak bisa dipungkiri

latar belakang keluarga kedua belah pihak pastilah memegang peran penting. Yang termasuk di sini antara lain suku, bangsa, ras, agama, sosial, kondisi ekonomi, pola hidup dan sebagainya. Namun bukan berarti pasangan dengan latar belakang yang sangat berbeda dan bertolak belakang tidak mungkin bersatu. Hanya saja mereka mesti lebih siap dituntut berupaya lebih keras dalam proses penyesuaian diri.
Kesetaraan

Kesetaraan akan mempermudah suami istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Adanya kesetaraan dalam banyak hal dapat meminimalkan friksi yang mungkin timbul. Kesetaraan ini antara lain meliputi kesetaraan pendidikan, pola pikir dan keimanan.
Karakteristik individu

Setiap individu memiliki karakteristik yang unik dan ini menjadi salah satu pilar yang menentukan langgeng tidaknya sebuah rumah tangga. Individu dengan karakter sulit yang bertemu dengan individu yang juga berkarakter sulit, tentu lebih berat dalam mempertahankan pernikahannya. Sebaliknya, yang berkarakter sulit bila bertemu dengan pasangan yang berkarakter mudah, tentu proses penyesuaian yang harus dijalaninya bakal lebih mulus.
Cinta

Jangan anggap sepele kata yang satu ini. Walaupun tidak berwujud, cinta dapat dirasakan. Pernikahan tanpa cinta bisa dibilang ibarat sayur tanpa garam, serba hambar dan dingin. Cinta yang dimaksud adalah cinta yang mencakup makna melindungi, memiliki tanggung jawab, memberi rasa aman pada pasangan dan sebagainya.
Ada yang bilang, setelah sekian tahun menikah cinta biasanya akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Sementara yang tersisa tinggal tanggung jawab. Benarkah? "Tidak harus seperti itu karena cinta bisa dipupuk supaya terus subur. Apalagi menjalani tanggung jawab akan terasa lebih ringan kalau ada cinta di dalamnya," ujar Titi. Meski tentu saja, mempertahankan rumah tangga tidak cukup bermodalkan cinta semata!

Kematangan dan motivasi

Kematangan suami/istri memang ditentukan oleh faktor usia ketika menikah. Mereka yang menikah terlalu muda secara psikologis belum matang dan ini akan berpengaruh pada motivasinya dalam mempertahankan biduk rumah tangga. Namun usia tidak identik dengan kematangan seseorang karena bisa saja orang yang sudah cukup umur tetap kurang memperlihatkan kematangan.
Partnership

Pilar rumah tangga berikutnya adalah partnership alias semangat bekerja sama di antara suami dan istri. Tanpa adanya partnership, umumnya rumah tangga mudah goyah. Selain itu perlu "persahabatan" yang bisa dirasakan keduanya. Coba bayangkan, alangkah nikmatnya bila masalah apa pun yang menghadang senantiasa dihadapi bersama dengan seorang sahabat.
Bila Terjadi Kepincangan

Idealnya, ucap Titi, semua pilar tersebut sama-sama ikut menyangga bangunan rumah tangga agar segala sesuatunya menjadi lebih kokoh dan kuat. Namun dalam realitas sering terdapat kepincangan di sana-sini, entah dalam hal motivasi, kesetaraan dan sebagainya. Kalau hal seperti ini yang terjadi, apa yang harus dilakukan?

"Semua terpulang pada tujuan pernikahan itu sendiri. Kalau memang tujuan mereka jelas dan motivasi suami maupun istri kuat, tentu akan ada �usaha� dari kedua belah pihak untuk menyelaraskan semuanya," jawab psikolog yang antara lain berpraktik di Empati Development Center. Keduanya akan bersedia menerima pasangannya, apa pun adanya. "Tapi ingat, menerima di sini bukan berarti pasrah begitu saja lo, melainkan harus ada penyesuaian di sana-sini yang bisa diterima bersama."

Mengarungi biduk perkawinan tanpa masalah memang mustahil karena friksi-friksi sangat mungkin muncul kapan saja dan mencakup aspek apa saja. "Namun sekali lagi kembali pada usaha suami dan istri untuk mempersepsikan perbedaan yang ada. Apakah perbedaan itu akan dibesar-besarkan atau dicarikan jalan keluarnya."

Saat menentukan pilihan mungkin saja calon suami/istri adalah yang terbaik. Namun dalam perjalanan hidup perkawinan mereka, di mata istri atau suami, ternyata pasangannya bukan lagi yang terbaik. Lo, kok bisa begitu? "Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang dinamis. Selalu saja ada perubahan. Oleh karena itulah dibutuhkan kesadaran kedua belah pihak untuk terus-menerus menyesuaikan diri."

Singkatnya, walaupun semua pilar yang disebutkan itu ada dalam rumah tangga, tidak ada jaminan bahwa pernikahan ini akan mulus tanpa batu sandungan. Namun setidaknya dengan adanya pilar-pilar kokoh tadi, suami dan istri akan dipermudah dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

--

Mematahkan Belenggu Materialisme


Bagikan
Oleh: Sunanto

Saat ini kita hidup dalam sebuah jaman yang sangat bersifat
konsumtif dan materialistis. Ketika saya masih kecil dulu, pusat
perbelanjaan (Mal) yang saat ini menjamur dimana-mana masih sangat
jarang sekali. Tanpa disadari banyak orang kristen yang terjebak
dengan gaya hidup yang konsumtif dan materialistik ini. Memiliki
kelimpahan bukanlah hal yang buruk tetapi dikendalikan oleh kelimpahan
merupakan sebuah bentuk penyembahan berhala (keserakahan). Tuhan tidak
melarang kita untuk memiliki kelimpahan tetapi Ia tidak ingin kita
menjadi orang yang sengsara oleh karena keserakahan.

Ketika berada di Calcutta, Miller diperingatkan untuk tidak memuji
barang-barang yang ada dia lihat di rumah-rumah yang dia kunjungi
sebab saudara-saudara seiman disana akan memberikan barang-barang
tersebut kepada orang yang memujinya. Kelimpahan materi tidaklah dapat
menjamin kebahagiaan seseorang malahan justru bisa membuat hidup orang
tersebut semakin menderita. Sikap hidup yang senantiasa mengucap
syukur dan berserah total kepada Tuhan merupakan kunci untuk menuju
hidup yang bahagia. Bila kita tahan uji dalam kesesakan padang gurun
ini maka segala keserakahan akan lenyap. Baru setelah itu kita siap
untuk menerima warisan yang telah disediakan oleh Bapa kita.

Tujuan utama Tuhan memberkati hidup kita bukan untuk kenikmatan
pribadi kita sendiri melainkan agar kita bisa memberkati orang lain.
gaya hidup yang bersifat konsumtif dan materialistis. Ingatlah bahwa
hidup kita ini bukan milik kita lagi sebab kita telah dibeli dan
harganya telah lunas dibayar (I Kor 6:20). Marilah kita
mempersembahkan diri kita secara total kepadaNya dan hidup hanya untuk
menyenangkanNya !

--

Sukses Di Mata Allah


Bagikan
Oleh: Sunanto

Hampir setiap kali berkunjung ke toko buku saya menemukan sebuah buku baru yang berhubungan dengan bagaimana cara menjadi sukses atau kaya.

Para penerbit memang sangat suka menebitkan buku-buku motivasional seperti ini sebab biasanya buku jenis ini akan laku dijual (best seller). Tidak semua isi buku-buku ‘sukses’ ini tidak benar atau tidak berguna tetapi saya menemukan ada satu hal yang salah dalam banyak buku jenis seperti ini. Salah satu hal salah yang dipesankan oleh banyak buku motivasional ini adalah untuk memperoleh kebahagiaan manusia harus mencapai atau memiliki sesuatu. Merupakan sebuah dusta jika seseorang berhasil mencapai posisi tinggi atau memiliki pendapatan sampingan (passive income) yang besar maka ia pasti akan memiliki kebahagiaan. Saya mengenal seseorang yang memiliki ‘passive income’ sangat besar tetapi saya tidak melihat kebahagiaan dalam dirinya melainkan yang saya lihat adalah kekosongan. Saya tidak bermaksud mengatakan kita tidak boleh memiliki jabatan yang tingggi atau memiliki passive income tetapi kita tidak boleh mengejar hal itu untuk memperoleh kebahagiaan atau kepuasan dalam hidup ini sebab tatkala anda memperolehnya maka anda pasti tidak akan berbahagia, malah sebaliknya mungkin anda akan semakin menderita.

Sejak kejatuhannya, manusia memang berusaha untuk mencari sukses dalam ukuran dunia atau mengindentifikasikan dirinya dengan sesuatu sebab dosa telah membuat manusia kehilangan jati dirinya yang sejati sehingga tidak heran jenis buku-buku motivasional sangat disukai banyak orang. Akibat masuknya dosa, manusia telah kehilangan kemuliaan Allah (telanjang) sehingga kita tidak lagi memiliki jati diri yang sejati. Sejak itu manusia berusaha menutupi ketelanjangannya tersebut dengan mengindentifikasikan dirinya dengan sesuatu (memakai topeng).

Alkitab mencatat bahwa manusia mulai mengindentifikasikan dirinya dengan kesuksesan secara dunia sejak dari mulai keturunan kain yaitu Yabal, Yubal dan Tubal–Kain yang dikenal karena keahlian mereka. Bila manusia ingin bahagia maka mereka tidak akan memilih memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat. Sebenarnya yang menginginkan manusia menjadi bahagia adalah Tuhan Allah sendiri sehingga Ia mencari manusia bukan manusia yang mencari Tuhan tatkala mereka jatuh ke dalam dosa. Tuhan Allah menginginkan manusia menjadi bahagia sehingga Ia mengaruniakan anakNya yang tunggal agar kita bisa kembali memiliki kemuliaan Allah. Oh betapa besar kasihNya kepada kita semua sehingga diberikanNya anakNya yang tunggal untuk mati disalib bagi kita semua. Semuanya hanya karena kasih karuniaNya saja bukan karena kita layak untuk menerimaNya. Kita semua sebenarnya layak untuk binasa karena telah memilih untuk jatuh ke dalam dosa tetapi karena kemurahanNya semata maka kita boleh diselamatkan. Allah mana yang seperti Allah kita, Dia begitu penuh kasih dan kemurahan kepada umatNya. Kita berusaha mencari gelar, kedudukan dan harta yang kita pikir akan membuat kita bahagia tetapi itu semua hanyalah tipuan belaka. Semuanya itu, yang dalam ukuran dunia artinya sukses hanyalah sebuah tipuan belaka yang mana bila kita memperolehnya tetap akan membuat kita tidak bahagia malah sebaliknya akan membuat kita semakin menderita. Yang kita butuhkan adalah memperoleh identitas atau jati diri kita yang sejati sehingga kita menjadi manusia yang seutuhnya. Hal itu hanya akan terjadi bila oleh kasih karuniaNya, kita ditransformasikan menjadi manusia baru yang dipenuhi oleh kemuliaan Allah yaitu posisi yang sama seperti sebelum dosa masuk ke dalam kehidupan manusia.

Sukses di mata Allah artinya kita menjadi manusia seutuhnya yang dipenuhi oleh kemuliaan Allah. Yesus merupakan gambaran manusia yang dipenuhi oleh kemuliaan Allah sebab di dalam dirinya sama sekali tidak ada unsur dosa. Itulah sebabnya dapat dikatakan sukses di mata Allah artinya kita berubah menjadi serupa dengan Kristus. Yesus melakukan pekerjaan Bapa bukan untuk membuat dirinya menjadi bahagia melainkan karena Ia sendiri sudah memiliki kebahagiaan itu. Oleh karena itu pelayanan yang sejati tidak boleh lahir untuk memuaskan keakuan kita. Kita melayani bukan untuk mencari kebahagiaan melainkan karena kita sudah menemukan kebahagiaan (kepuasan) tersebut dari hubungan dengan Allah sehingga kita ingin orang lain boleh memikili kebahagiaan yang kita miliki itu. Salah satu tanda bahwa kita telah memperoleh kesuksesan yang sejati adalah kita memiliki kepuasan yang sejati yang diperoleh dari hubungan dengan Allah. Yesus juga tidak perlu mengidentifikasikan dirinya dengan kesuksesan secara dunia sebab Ia telah memiliki jati diri yang sejati. Bila diukur dalam ukuran dunia maka Yesus sama sekali tidak sukses sebab setelah tiga tahun melayani Ia tidak memiliki jabatan apapun bahkan para muridNya sendiri menyangkal dan menghianati Dia. Akan tetapi di mata Allah, Yesus sangat sukses sebab Ia taat melakukan kehendak Allah sampai mati.

Seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa natur kita sebagai manusia itu cenderung ingin hidup nyaman dan tidak ingin berubah. Oleh karena itu Tuhan akan mengijinkan penderitaan dan kekecewaan terjadi dalam hidup kita agar kita terdorong untuk berubah. Kadang kita merasa Tuhan seakan menjebak (tentunya dalam kasih) kita sehingga kita berada dalam posisi terjepit mirip seperti posisi Yakub di sungai Yabok. Memang seringkali kita tidak menyadari bahwa tangan Tuhanlah yang membawa kita dalam posisi terjepit tersebut. Bahkan kadangkala kita merasa itu merupakan pekerjaan musuh, padahal sebenarnya tangan Tuhan sendiri yang sedang membentuk dan menjunan diri kita menjadi bejana yang indah dan mulia. Dalam kamus Tuhan tidak ada yang namanya kebetulan, semuanya diijinkan untuk mendatangkan kebaikan bagi hidup kita. Oh semuanya baik, sungguh teramat baik apa yang telah Ia perbuat dalam hidupku.

Percayalah, Tuhan sangat menginginkan anda menjadi sukses dan bahagia. Tuhan sangat peduli dengan kita sehingga Dia telah merancangkan sebuah masa depan yang penuh harapan bagi kita semua. Bila Tuhan tidak ingin anda menjadi bahagia dan sukses maka Ia tidak akan memberikan anakNya yang tunggal kepadamu. Namun ukuran sukses di mata Allah sangat berbeda dengan ukuran sukses di mata dunia. Sukses di mata Allah artinya kita berubah menjadi serupa dengan karakter Kristus yaitu menjadi seorang pribadi yang taat dan setia melakukan kehendak Allah. Kesuksesan sejati tidak diukur dari posisi, kekayaan dan ketenaran yang kita miliki melainkan diukur dari keberhasilan kita untuk taat kepada kehendak Bapa. Doa saya kiranya kita semua dapat menjadi orang-orang yang sukses di mata Allah !

--

Pembaharuan Pikiran


Bagikan
Oleh: Sunanto

Rom 12:2 “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”

Dalam artikel sebelumnya saya telah membahas tentang proses perubahan (metamorfosis) manusia batiniah yang memakai contoh proses perubahan yang terjadi pada ulat kepompong menjadi kupu-kupu. Beberapa waktu yang lalu ketika berkunjung ke sebuah toko buku, secara kebetulan saya melihat sebuah buku bergambar yang dengan sangat jelas menggambarkan proses metamorfosis yang terjadi pada kupu-kupu. Lewat buku itu saya semakin memahami proses metamorfosis yang terjadi dari ulat menjadi kupu-kupu. Sebelum seekor ulat berubah menjadi kupu-kupu, ia harus lebih dulu membungkus dirinya dalam sebuah kepompong yang ia buat sendiri. Hari demi hari sang ulat merajut tanpa lelah sampai seluruh dirinya terbungkus oleh kepompong yang biasanya akan tergantung di sebuah batang pohon. Di dalam kepompong tersebut sang ulat mengisolasi dirinya dari dunia luar dan melepaskan kulit lamanya agar ia bisa berubah menjadi kupu-kupu. Proses pelepasan kulit lama ini menggambarkan proses pembaharuan pikiran yang harus dialami oleh semua orang yang ingin mengalami proses perubahan menjadi manusia baru. Perhatikan, sang ulat tidak melepaskan kulit lamanya sebelum ia terisolasi (terpisah dari dunia luar) di dalam kepompong. Seringkali Tuhan akan membawa kita ke dalam posisi yang mirip seperti ulat dalam kepompong dimana kita merasa terpisah dari dunia ini dan dicekam oleh perasaan kesepian. Saya sendiri pernah mengalami masa-masa kesepian saat Tuhan sedang membentuk saya untuk menjadi lebih serupa dengan Dia. Dalam masa-masa kesepian ini Tuhan memulihkan hidup saya dan melepaskan banyak kepercayaan (pola pikir) saya yang lama.

Cara kerja dan tampilan sebuah aplikasi dalam sebuah komputer sangat tergantung dari program (skrip,pikiran) dari aplikasi sofware tersebut. Sebagai seseorang yang dulunya pernah bekerja sebagai programmer saya sangat memahami bahwa untuk mengubah sebuah isi aplikasi maka perlu mengubah programnya (otaknya). Bila saya salah dalam menulis skrip program dari sebuah aplikasi maka dapat dipastikan aplikasi komputer yang saya buat tersebut akan bekerja dengan tidak semestinya. Demikian juga untuk mengubah seorang manusia maka perlu mengubah pikirannya. Kita semua merupakan orang-orang yang telah diprogram pikirannya sedemikian rupa dan program tersebut mempengaruhi tingkah-laku luar kita. Apa yang kita pikirkan akan menjadi apa yang kita katakan dan apa yang kita katakan akan menjadi apa yang kita buat. Untuk menilai seseorang kita dapat menilainya dari kata-kata yang ia ucapkan sebab kata-kata tersebut mencerminkan pikiran orang tersebut. Ada orang tertentu yang mudah marah atau tersinggung bila di kritik sebab pikirannya telah diprogram untuk marah bila di kritik. Ada orang yang mudah nangis bila ditekan sebab pikirannya telah diprogram untuk menangis bila sedang mengalami tekanan.

Beberapa tahun yang lalu, Indonesia dikejutkan dengan meledaknya bom Bali yang berdaya ledak sangat dasyat sehingga mengakibatkan jatuhnya banyak korban. Polisi bekerja dengan baik sehingga salah satu pelakunya tertangkap yaitu yang bernama Amrozi. Saya sangat terkejut ketika melihat ekspresi muka Amrozi yang penuh tawa saat muncul di televisi. Bahkan ia tidak merasa menyesal atau takut dengan hukuman mati yang mengancamnya. Ia percaya bahwa ia telah melakukan jihad dan pasti akan masuk surga bila mati nanti. Kisah Amrozi ini menggambarkan bagaimana seseorang yang telah di cuci otak ( diprogram) sedemikian rupa sehingga ia sampai tega melakukan sebuah tindakan terorisme yang tidak berprikemanusiaan.

Pernahkah anda menonton sebuah pertunjukkan di mana terdapat seseorang sedang di hipnotis ? Saya pernah beberapa kali melihatnya dalam sebuah acara yang disiarkan oleh sebuah stasiun TV. Dalam adegan tersebut seseorang yang disebut ahli hipnotis akan mengatakan beberapa kata ke alam bawah sadar dari orang yang sedang dihipnotis. Orang yang sedang terhipnotis tersebut akan melakukan apa yang diperintahkan ke dalam pikirannya sampai ia “dibangunkan” oleh sang penghipnotis. Bila anda pernah menyaksikan maka anda pasti akan tertawa menyaksikan tingkah laku dari orang yang sedang dihipnotis tersebut. Namun tahukah anda bahwa tanpa disadari kita semua sebenarnya sedang tidur/terhipnotis? Tahukah anda bahwa kita semua hidup dalam sebuah ilusi sampai Roh Kudus “membangunkan” diri kita untuk hidup dalam realita (kebenaran)? Dunia ini dipenuhi oleh manusia-manusia yang sedang tidur dan tidak menyadari apa yang sedang mereka buat. Oleh karena itu Tuhan memerintahkan kita untuk berubah oleh pembaharuan pikiran. Dengan kata lain kita diperintahkan untuk bangun/sadar dari semua ilusi yang telah menghipnotis hidup kita.

Salah satu ilusi yang kita miliki adalah bahwa untuk menjadi bahagia kita membutuhkan sesuatu atau seseorang. Salah satu kebodohan manusia adalah kita percaya bahwa kita tidak dapat hidup tanpa berada dalam sebuah kelompok. Manusia memang makhluk sosial dalam pengertian untuk memenuhi kebutuhan hidup maka kita saling membutuhkan tetapi kita sebenarnya tidak membutuhkan orang lain untuk menjadi bahagia. Kebahagiaan yang sejati bersumber dari dalam yaitu dari sukacita dan sejahtera oleh Roh bukan bersumber dari luar. Merupakan sebuah ilusi bila kita tidak dicintai oleh seseorang maka kita tidak dapat berbahagia sebab ternyata ada wanita cantik yang dicintai dan dikejar-kejar oleh banyak pria tetap saja ia tidak merasa bahagia. Sebenarnya orang lain tidak memiliki kekuatan untuk membuat kita bahagia atau menderita. Tatkala kita berubah menjadi manusia baru yang telah mengalami pembaharuan pikiran (pencerahan) maka tidak ada seorangpun yang dapat membuat kita kecewa lagi.

Karir, jabatan, harta, keluarga dan sahabat bukanlah sumber kebahagiaan kita sebab semuanya itu tidak kekal dan dapat berubah dalam sekejab. Karir kita dapat menurun, harta kita dapat ludes dibakar api dalam sekejab, sahabat kita dapat berubah sikap menjadi seorang penghianat. Kebahagiaan yang sejati terjadi bila kita telah mengalami pencerahan dan bersentuhan dengan realita dari kehidupan ini. Pembaharuan pikiran merupakan sebuah proses pencerahan/penyadaran dimana kita menyadari bahwa selama ini kita telah hidup dalam sebuah ilusi. Yesus mengatakan bahwa Roh Kudus diberikan kepada kita untuk membawa kita kepada seluruh kebenaran. Roh Kudus diberikan kepada kita sebagai penolong agar kita dapat mengalami proses pembaharuan pikiran sehingga kepercayaan-kepercayaan kita yang salah dapat digantikan oleh kebenaran Firman Allah. Yesus berkata, “ Kamu akan mengetahui kebenaran dan kebenaran akan memerdekakanmu”. Yesus yang juga adalah Firman kebenaran datang ke dunia ini untuk memberikan kehidupan yang berkelimpahan agar kita menjadi orang yang bebas dan merdeka. Jadilah manusia yang merdeka dan setelah itu bantulah orang lain agar mereka bisa mengalami hidup dalam kemerdekaan yang sejati ini!

--

6 Kiat Sukses versi Salomo


Bagikan

Andalkan Tuhan dalam segala hal

"Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan jangan bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." (Amsal 3:5-6)

Sertakanlah Tuhan di dalam segala hal khususnya di dalam usaha dan pekerjaan kita untuk meraih kesuksesan. Ada banyak hal yang tidak kita dapat di bangku sekolah, tetapi bila kita mampu mengerjakannya dengan baik, akan ada sukacita tersendiri yang memenuhi hati kita.


Jangan Pernah Berhenti Belajar

"Tanpa pengetahuan kerajinanpun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah." (Amsal 19:2)

"Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan." (Amsal 19:20)

Cara bekerja yang benar dan efisien perlu menjadi bagian di dalam kehidupan kita. Jangan pernah malu untuk belajar, meminta petunjuk dan menggali pengalaman dan pengetahuan yang belum Anda ketahui.


Rajin dan Selalu Giat

"Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya." (Amsal 10:4)

"Dalam tiap jerih payah ada keuntungan, tetapi kata-kata belaka mendatangkan kekurangan saja." (Amsal 14:23)

Orang yang rajin dan giat akan selalu diingat oleh pemimpinnya, terutama ketika sang pemimpin mau menetapkan promosi jabatan dan kenaikan gaji.


Berlaku Jujur dan Benar

"Lebih baik penghasilan sedikit disertai dengan kebenaran, daripada penghasilan banyak tanpa keadian." (Amsal 16:8)

"Siapa bersih kelakuannya, aman jalannya, tetapi siapa berliku-liku jalannya, akan diketahui." (Amsal 10:9)

"Upah pekerjaan orang benar membawa kepada kehidupan, penghasilan orang fasik membawa kepada dosa." (Amsal 10:16)

Renungkanlah ayat-ayat ini sekali lagi dan temukanlah di mana Anda berada?


Sabar dan Tenang

"Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32)

"Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukan tulang." (Amsal 14:30)

Jelas sekali perkataan penulis Amsal ini, pujian untuk orang yang sabar memang sulit dikatakan dan hati yang sabar sangat berguna bagi hidup seseorang.


Jaga Mulut

"Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri daripada kesukaran." (Amsal 21:23)

"Di dalam banyak bicara pasti ada banyak pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi." (Amsal 10:19)



--

Peran Suami Dalam Pernikahan dan Proses Penyatuan.


Bagikan
"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging" [ Kej. 2:24 ].

Ayat diatas mengungkapkan apa yang disebut hukum universal pernikahan. Ada dua poin didalam hukum universal ini. Pertama, tanggung jawab suatu pernikahan ada diatas pundak laki-laki. Mengapa ? Karena tertulis. "seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya", ini berarti inisiatif dan tindakan untuk menikah dijalankan oleh seorang laki-laki. Ini juga berarti bahwa segala hal yang terjadi didalam suatu pernikahan merupakan tanggung jawab laki-laki. Itulah sebabnya mengapa laki-laki [ suami ] disebut kepala rumah tangga. Kepala rumah tangga tentu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi didalam rumah tangganya. Kesalahan-kesalahan bisa saja dilakukan oleh seorang istri atau anak-anak didalam keluarga, tetapi tanggung jawab tetap berada dipundak suami sebagai kepala. Itu sebabnya Allah memanggil manusia ( Adam ) dan bukan Hawa, ketika keluarga pertama dimuka bumi ini jatuh dalam dosa [ Kejadian 3:9 ].

Kedua, tanggung jawab untuk memelihara dan mengusahakan kesatuan ada di pundak laki-laki. Hal ini ditegaskan oleh ayat diatas, "dan bersatu dengan istrinya". Disini juga terlihat bahwa pernikahan adalah merupakan suatu proses penyatuan antara suami dengan istrinya, tetapi tanggung jawabnya berada dipundak sang suami.

Bagaimana seorang suami dapat bersatu dengan istrinya ? Sesuai ayat diatas yaitu, "meninggalkan ayahnya dan ibunya". Artinya, sejak seorang laki-laki menikah, maka ia telah meninggalkan unit keluarga yang dibangun bapanya karena ia telah membangun suatu unit keluarga yang baru. Ia telah menjadi kepala dari suatu unit keluarga yang baru. Ia tidak lagi berada dibawah ke-kepala-an bapanya. Ini tidak berarti ia tidak perlu lagi mendengarkan nasihat bapanya, tetapi sekarang ia telah menjadi seorang kepala rumah tangga yang "independent" dimana ia harus menentukan sendiri keputusan-keputusan bagi keluarganya. Meninggalkan ayahnya, juga berarti ia harus mengutamakan kesatuan dengan istrinya, diatas segala hal yang berkaitan dengan ayahnya. Bukan berarti ia tidak menghormati ayahnya lagi, tetapi ia harus terfokus pada usaha bagaimana ia dapat bersatu dengan istrinya.

Selanjutnya, seorang laki-laki juga harus meninggalkan ibunya, agar ia dapat bersatu dengan istrinya. Hal ini berarti bahwa perempuan nomor satu bagi seorang laki-laki adalah istrinya, dan bukan ibunya. Bagi seorang laki-laki yang tidak terlalu dekat dengan ibunya, mungkin hal ini tidak menjadi masalah. Tetapi bagi seorang "anak mami", ini merupakan masalah besar. Proses penyatuan seorang laki-laki dengan istrinya terhambat karena adanya "orang ketiga",yaitu ibunya sendiri. Apalagi jika ibunya adalah seorang yang suka mencampuri dan mengatur rumah tangga anaknya, maka kesatuan suami-istri tidak mungkin tercapai. Jadi, seorang laki-laki harus mengambil keputusan tegas untuk me-nomor satu-kan istrinya demi proses penyatuan, dan tidak me-nomor satu-kan ibunya. Apabila kata "meninggalkan" ini kita perluas artinya, maka seorang laki-laki harus meninggalkan segala sesuatu, yang menghambat proses penyatuan dengan istrinya. Artinya ia harus mengutamakan penyatuan dengan istrinya, daripada apa yang disebut pelayanan, pekerjaan, hobby, dst.

Memang ada harga yang harus dibayar untuk bersatu dengan istri kita. Tetapi suami yang memperoleh hikmat Tuhan, akan mengetahui kehendakNya serta menentukan prioritas dengan benar.

--

Jodoh (Perspektif Psikologis)


Bagikan
Penulis : Pdt. Paul Gunadi, Ph.D

Perjodohan memang masalah yang pelik. Berapa banyak di antara kita yang begitu yakin akan jodoh kita sebelum menikah namun mengalami kebingungan setelah menikah? Sebelum menikah dengan pasti kita mengatakan bahwa dia adalah jodoh kita tetapi setelah menikah, dengan keyakinan yang sama kita berkata bahwa dia bukan jodoh kita.

Salah satu kesalahpahaman yang acap muncul adalah keyakinan prematur bahwa seseorang yang baru kita jumpai adalah jodoh kita. Saya mengatakan prematur sebab kita mengklaim bahwa dia adalah jodoh kita jauh sebelum kita memastikan adanya kecocokan. Bahkan ada di antara kita yang langsung mengklaim "Dia adalah jodoh saya!" pada pertemuan pertama. Terlalu tergesa-gesa dan tidak bijaksana!

Klaim bahwa seseorang adalah jodoh hanya boleh kita ajukan setelah kita berhasil membangun kecocokan, bukan sebelumnya. Jodoh adalah akhir bukan awal dari proses menyesuaikan diri untuk mencapai kecocokan. Dalam praktik konseling kerapkali saya mendengarkan keluh kesah orang yang menyesali nasibnya karena telah memilih pasangan yang keliru. Masalahnya adalah kadangkala saya harus mengiyakan bahwa memang mereka telah keliru memilih pasangan hidup. Begitu banyak perbedaan yang diabaikan dan begitu banyak peringatan yang dikesampingkan demi memenuhi hasrat untuk menikahi si jantung hati. Malangnya, setelah pernikahan si jantung hati ternyata lebih banyak menimbulkan sakit hati.

Kecocokan antara dua orang yang berbeda sudah tentu merupakan hasil kerja keras yang tak kenal lelah, namun sebelumnya diperlukan kriteria yang jelas dan tepat. Kriteria adalah saringan pertama menuju pelaminan; saringan kedua adalah kecocokan. Jika pasangan tidak memenuhi kriteria, jangan berharap kita akan mampu menjalin kecocokan. Kadang saya melihat kebalikannya: Sudah tahu tidak memenuhi kriteria namun terus berusaha mencocok-cocokkan. Hasil akhirnya adalah kefrustrasian dan keputusasaan.

Suami seperti apakah yang layak kita pertimbangkan dan istri seperti apakah yang seharusnya kita perhitungkan? Kepada Saudara yang belum menikah saya ingin membagikan kriteria pemilihan pasangan hidup yang saya timba dari Efesus 5:22-33. (Sudah tentu termaktub dalam kriteria ini bahwa Saudara hanya akan memilih pasangan yang seiman dalam Kristus.) Kepada Saudara yang pria, inilah kriteria dasar yang layak Saudara pertimbangkan tatkala memilih istri: Carilah wanita yang takut akan Tuhan dan takut akan Saudara. Kepada Saudara yang perempuan inilah kriteria yang layak Saudara pertimbangkan dalam memilih suami: Carilah pria yang mengasihi Tuhan dan mengasihi Saudara.

Ketundukan kepada suami haruslah berawal dari dan berdasar pada ketundukan kepada Tuhan. Tidak selalu kita dapat tunduk dengan mudah kepada suami (atau kepada siapapun) namun jika kita tunduk kepada Tuhan yang meminta kita untuk tunduk kepada suami, maka ketundukan kepada suami akan lebih dimungkinkan. Ketundukan merupakan sikap yang keluar dari karakter pribadi; jika kita berkarakter keras, kepada siapa pun kita akan sulit untuk tunduk, termasuk kepada Tuhan. Jadi, kita mesti membangun karakter yang bersedia tunduk dan Tuhan adalah pihak pertama yang kepada-Nya kita tunduk, setelah itu barulah kita tunduk kepada manusia, dalam hal ini kepada suami.

Ketundukan, tidak bisa tidak, berkaitan erat dengan takut. Takut sudah tentu tidak sama dengan ketakutan sebab ketakutan merupakan reaksi terhadap perasaan diteror. Tuhan tidak meneror kita, jadi, tidak seharusnyalah kita ketakutan kepada Tuhan. Kita perlu merasa takut kepada Tuhan dan dari rasa takut ini muncullah ketundukan dan hormat kepada-Nya. Demikian pulalah terhadap suami. Istri mesti memiliki rasa takut kepadanya karena tanpa rasa takut, ia akan sulit menghormati dan tunduk kepada suami. (Saya membayangkan betapa sulitnya bagi istri yang "berani" kepada suami untuk takluk kepadanya.) Jadi, kepada wanita saya ingin membagikan nasihat, carilah suami yang dapat Saudara hormati dan kepadanya Saudara takut. Ini akan memudahkan Saudara tunduk kepadanya "dalam segala sesuatu."

Tunduk juga berkaitan dengan hormat. Biasanya kita hanya akan menghormati orang yang kita kagumi dan salah satu hal yang menggugah kekaguman kita adalah karakter yang berintegritas. Kepada pria saya ingin mengingatkan, bangunlah karakter yang baik dan berintegritas karena inilah yang akan mengundang respek sejati. Janganlah Saudara mencari wanita yang tunduk kepada Saudara karena ia tidak mandiri dan justru memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang lain. Memang, ia takut kepada Saudara namun bukan karena kagum, melainkan karena terancam bahwa ia tidak dapat hidup sendirian dan membutuhkan pelindung. Ini bukanlah dasar yang baik. Sebaliknya, janganlah Saudara menjadi teror bagi istri dan membuatnya ketakutan. Suami yang berbahagia adalah suami yang mendapatkan istri yang takut bukan ketakutan kepadanya sebab dari rasa takut inilah akan muncul respek dan ketundukan.

Sekarang kepada istri saya mengimbau, carilah suami yang mengasihi Tuhan dan mengasihi diri Saudara sepenuhnya. Pria yang mengasihi Tuhan akan mengutamakan Tuhan dalam hidupnya dan akan berupaya keras hidup menyenangkan hati Tuhan. Ia tidak ingin berdosa sebab ia tidak ingin mendukakan hati Tuhan yang mengasihi dan dikasihinya. Ini adalah karakteristik yang harus dicari oleh wanita. Karakteristik kedua yang harus Saudara temukan ialah carilah suami yang mengasihi Saudara sepenuh hati. Artinya, ia hanya mencintai Saudara dan ia begitu mengasihi Saudara sehingga ia senantiasa ingin memberi yang terbaik kepada Saudara.

Jadi, kepada suami, saya mengimbau, carilah istri yang Saudara sangat cintai, bukan sekadar mencintai. Bagi Saudara ia adalah satu- satunya wanita yang Saudara inginkan dan tidak ada lagi selain dirinya yang Saudara rindukan. Kepadanyalah Saudara ingin memberi bagian terbaik dari hidup Saudara dan bersamanyalah Saudara ingin membagi hidup ini. Salah satu cara menguji cinta adalah dengan melewati rentang waktu yang relatif panjang, paling tidak setahun. Dalam kurun itu cinta tidak boleh berkurang, sebaliknya cinta makin harus bertumbuh dan mendalam. Dengan cinta yang kuat dan dalam itu barulah Saudara melangkah ke pelaminan.

Kita tidak dapat memprediksi akhir pernikahan, tetapi kita bisa memastikan awal pernikahan baik atau buruk. Pernikahan yang baik dimulai dengan takut akan Tuhan dan takut akan suami serta oleh kasih akan Tuhan dan kasih akan istri. Inilah saringan pertama perjodohan; setelah lulus kriteria mendasar ini barulah kita melangkah bersama membangun kecocokan. Jika kita berhasil melewati saringan kedua, silakan masuk ke dalam pernikahan yang Tuhan berkati dengan damai sejahtera.

--

Beda antara Cinta dan Cocok


Bagikan
Penulis: Dr. Paul Gunadi

Salah satu alasan paling umum mengapa kita menikah adalah karena cinta-- cinta romantik, bukan cinta agape, yang biasa kita alami sebagai prelude ke pernikahan. Cintalah yang meyakinkan kita untuk melangkah bersama masuk ke mahligai pernikahan.

Masalahnya adalah, walaupun cinta merupakan suatu daya yang sangat kuat untuk menarik dua individu, namun ia tidak cukup kuat untuk merekatkan keduanya.

Makin hari makin bertambah keyakinan saya bahwa yang diperlukan untuk merekatkan kita dengan pasangan kita adalah kecocokan, bukan cinta.

Saya akan jelaskan apa yang saya maksud.

Biasanya cinta datang kepada kita ibarat seekor burung yang tiba- tiba hinggap di atas kepala kita. Saya menggunakan istilah "datang" karena sulit sekali (meskipun mungkin) untuk membuat atau mengkondisikan diri mencintai seseorang.

Setelah cinta menghinggapi kita, cinta pun mulai mengemudikan kita ke arah orang yang kita cintai itu. Sudah tentu kehendak rasional turut berperan dalam proses pengemudian ini. Misalnya, kita bisa menyangkal hasrat cinta karena alasan-alasan tertentu. Tetapi, jika tidak ada alasan-alasan itu, kita pun akan menuruti dorongan cinta dan berupaya mendekatkan diri dengan orang tersebut.

Cinta biasanya mengandung satu komponen yang umum yakni rasa suka.

Sebagai contoh, kita berkata bahwa pada awalnya kita tertarik dengan gadis atau pria itu karena sabarannya, kebaikannya menolong kita, perhatiannya yang besar terhadap kita, wajahnya yang cantik atau sikapnya yang simpatik, dan sejenisnya. Dengan kata lain, setelah menyaksikan kualitas tersebut di atas timbullah rasa suka terhadapnya sebab memang sebelum kita bertemu dengannya kita sudah menyukai kualitas tersebut. Misalnya, memang kita mengagumi pria yang sabar, memang kita menghormati wanita yang lemah lembut, memang kita mengukai orang yang rela menolong orang lain dan seterusnya.

Jadi, rasa suka muncul karena kita menemukan yang kita sukai pada dirinya.

Saya yakin cinta lebih kompleks dari apa yang telah saya uraikan.

Namun khusus untuk pembahasan kali ini, saya membatasi lingkup cinta hanya pada unsur suka saja. Cocok dan suka tidak identik namun sering dianggap demikian. Saya berikan contoh.

Saya suka rumah yang besar dengan taman yang luas, tetapi belum tentu saya cocok tinggal di rumah yang besar seperti itu. Saya tahu saya tidak cocok tinggal di rumah sebesar itu sebab saya bukanlah tipe orang yang rajin membersihkan dan memelihara taman (yang dengan cepat akan bertumbuh kembang menjadi hutan). Itulah salah satu contoh di mana suka tidak sama dengan cocok. Contoh yang lain. Rumah saya kecil dan cocok dengan saya yang berjadwal lumayan sibuk dan kurang ada waktu mengurusnya.

Namun saya kurang suka dengan rumah ini karena bagi saya, kurang besar (tamannya). Pada contoh ini kita bisa melihat bahwa cocok berlainan dengan suka. Pada intinya, yang saya sukai belum tentu ocok buat saya; yang cocok dengan saya belum pasti saya sukai. Sekarang kita akan melihat kaitannya dengan pemilihan pasangan hidup.

Tatkala kita mencintai seseorang, sebenarnya kita terlebih dahulu menyukainya, dalam pengertian kita suka dengan ciri tertentu pada dirinya.

Rasa suka yang besar (yang akhirnya berpuncak pada cinta) akan menutupi rasa tidak suka yang lebih kecil dan -- ini yang penting -- cenderung menghalau ketidakcocokan yang ada di antara kita. Di sinilah terletak awal masalah.

Ini yang acap kali terjadi dalam masa berpacaran.

Rasa suka meniup pergi ketidakcocokan di antara kita, bahkan pada akhirnya kita beranggapan atau berilusi bahwa rasa suka itu identik dengan kecocokan. Kita kadang berpikir atau berharap, "Saya menyukainya, berarti saya (akan) cocok dengannya." Salah besar!

Suka tidak sama dengan cocok; cinta tidak identik dengan cocok!

Alias, kita mungkin mencintai seseorang yang sama sekali tidak cocok dengan kita.

Pada waktu Tuhan menciptakan Hawa untuk menjadi istri Adam, Ia menetapkan satu kriteria yang khusus dan ini hanya ada pada penciptaan istri manusia, yakni, "Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kejadian 2:18).

Kata "sepadan" dapat kita ganti dengan kata "cocok." Tuhan tidak hanya menciptakan seorang wanita buat Adam yang dapat dicintainya, Ia sengaja menciptakan seorang wanita yang cocok untuk Adam.

Tuhan tahu bahwa untuk dua manusia bisa hidup bersama mereka harus cocok.

Menarik sekali bahwa Tuhan tidak mengagungkan cinta (romantik) sebagai prasyarat pernikahan. Tuhan sudah memberi kita petunjuk bahwa yang terpenting bagi suami dan istri adalah kecocokan. Ironisnya adalah, kita telah menggeser hal esensial yang Tuhan tunjukkan kepada kita dengan cara mengganti kata "cocok" dengan kata "cinta." Tuhan menginginkan yang terbaik bagi kita; itulah sebabnya Ia telah menyingkapkan hikmat-Nya kepada kita.

Sudah tentu cinta penting, namun yang terlebih penting ialah, apakah ia cocok denganku?

Saya teringat ucapan Norman Wright, seorang pakar keluarga di Amerika Serikat, yang mengeluhkan bahwa dewasa ini orang lebih banyak mencurahkan waktu untuk menyiapkan diri memperoleh surat ijin mengemudi dibanding dengan mempersiapkan diri untuk memilih pasangan hidup. Saya kira kita telah termakan oleh motto, "Cinta adalah segalanya," dan melupakan fakta di lapangan bahwa cinta (romantik) bukan segalanya.

Jadi, kesimpulannya ialah, cintailah yang cocok dengan kita!

--

Kemurnian Suami dan Isteri


Bagikan
"Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu" [ Kejadian 2:25 ].

Alkitab menceritakan bahwa manusia dan istrinya itu dalam kondisi telanjang. Ketelanjangan didalam Alkitab selalu menunjukkan sesuatu yang memalukan dan suatu kondisi seseorang yang menyedihkan. Namun kita lihat disini bahwa manusia dan istrinya itu tidak merasa malu dengan kondisi mereka. Mengapa ketelanjangan manusia dan istrinya itu tidak menimbulkan rasa malu diantara keduanya ? Hal ini disebabkan mereka "diselimuti" oleh kemuliaan Allah. Kemuliaan Allah telah membuat mereka saling memandang dengan "mata" yang berbeda dan mereka tidak tahu bahwa mereka telanjang. Mereka dapat menerima keadaan diri mereka sendiri dan juga keadaan pasangan mereka. Ketelanjangan mereka malah merupakan sesuatu hal yang positif dimana ini berarti diantara mereka ada keterbukaan dan kesatuan, yang memang mutlak diperlukan dalam hubungan suami-istri.

Tetapi setelah dosa masuk, maka manusia kehilangan kemuliaan Allah [ Roma 3:23 ]. Hilangnya kemuliaan Allah ini membuat manusia memiliki mata jasmani yang memandang ketelanjangan sebagai sesuatu yang memalukan, dan ketelanjangan memang merupakan sesuatu yang memalukan. Manusia telah sadar dan tahu bahwa dirinya telanjang. Selama manusia diselimuti kemuliaan Allah, ia tidak tahu bahwa dirinya telanjang. Kemuliaan Allah membuat manusia hanya memandang Allah dan tidak memandang dirinya sendiri.

Sekarang, bagaimana hubungan suami-istri ini setelah mereka melihat ketelanjangan mereka ? Alkitab menyatakan bahwa, "mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat". Manusia dan istrinya itu sekarang sibuk menutupi rasa malu yang diakibatkan kondisi mereka. Tidak ada lagi keterbukaan dan kesatuan diantara mereka. Tidak ada lagi saling menerima keadaan masing-masing. Tidak ada lagi kemurnian diantara mereka. Masing-masing telah menjadi egois dan memikirkan diri mereka sendiri. Dosa dan hilangnya kemuliaan Allah telah membuat hubungan suami-istri rusak berat.

Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari ayat diatas ? Pertama, "ketelanjangan yang diselimuti kemuliaan Allah" merupakan suatu hal yang mutlak didalam hubungan suami-istri. Adanya keterbukaan total dan saling menerima diantara suami istri, merupakan syarat mutlak menuju kesatuan yang direncanakan Allah. Suami dan istri tidak memiliki "simpanan" apapun yang tidak diketahui pasangannya. Kedua, dosa dan hilangnya kemuliaan Allah perlu diselesaikan dengan tuntas diantara suami-istri. Perlu adanya saling mengaku dosa dan saling mengampuni diantara suami-istri. Suami-istri harus belajar bagaimana membiarkan Allah bekerja menempa kemuliaanNya sedikit demi sedikit didalam kehidupan mereka. Suami-istri perlu belajar memandang Allah saja didalam kehidupan rumah tangga mereka. Melalui ketekunan suami-istri, maka kemurnian hubungan itu akan tercapai. Amin.

-

Candanya, Hilang


Bagikan
Penulis : Walsinur Silalahi

Saya butuh suami yang mau duduk dan menemani saya.Bukan hanya membiayai pengobatan yg mahal,makanan yg enak dan perawatan di rumah sakit yang paling utama,"keluh seorang isteri yang sedang sakit berat.

Anaknya yg melihat penderitaan ibunya berkata,"Mam,tatkala kita masih dirumah kecil,hubungan kita terasa hangat.Ada nada2 nyanyi bersama sebelum tidur.Ada canda dan tawa ria saat menonton acara TV."Tetapi setelah rumah kita menjadi besar,dan pangkat ayah semakin tinggi,hubungan kita semakin mengecil dan dingin,semakin jauh saja. Kita kehilangan ayah".Kebahagiaan yang tadinya dimiliki keluarga ini hilang ditelan oleh kegiatan2 suami yg mempunyai jabatan yang semakin tinggi.Ada apa dengan suamimu? tanyaku balik."Dia memang pekerja keras,karirnya cemerlang sehingga sampai kedudukan seperti ini. Rumah kami besar,dan segala kebutuhan material kami dipenuhi,"desahnya sambil berhenti sejenak menyeka airmatanya.Sejak dia menjadi Pres.Direktur di perusahaannya,hubungan kami semakin renggang.Kami jarang berkomunikasi. Kelelahan fisiknya karena kerja keras setiap hari membuatnya ingin istirahat dan tdk mau diganggu tatkala tiba dirumah. Kami hanya bicara seperlunya dan kehilangan kehangatan seperti saat ia masih pimpinan tingkat menengah.Kami pun tertegun lesu mendengar penuturannya.

Sebuah harapan yang sangat sederhana.Sang isteri tdk banyak menuntut dari laki-laki yg dulu menjadi idolanya.Materi yg cukup dan kehormatan kekuasaan tdk mampu mengobati rasa sakitnya.Ia masih ingat tatkala laki-laki itu mengucapkan kalimat:"Saya akan menerimamu sebagai isteri yang sah dan satu-satunya.Saya akan selalu setia,dalam suka dan duka,dalam susah dan senang...sampai maut memisahkan kita."

Kini,ucapan itu hanya terbukti pada saat senang dan suka.dalam keadaan susah dan duka,kehangatan dan kehadiran serta perhatian itu hilang karena sebuah pertemuan dengan rekan bisnisnya/pelanggan,atau negosiasi proyek2 atau menemani rekan2nya main golf.

Menjadi suami yg baik adalah sebuah keharusan yg seringkali diabaikan.Peran sebagai seorang ayah/suami hanya dijalani sambil lalu saja. Padahal menjadi suami berarti melepaskan diri dari pangkat yg ada dikantor dalam berhubungan dengan isteri.Isteri adalah satu2nya pelanggan yg harus dilayani.Harus dipuaskan dan menjadi sumber inspirasi bagi kebahagiaan keluarga.

Kalau sdh mulai mencampur adukkan tindak-tanduk sebagai pipmpinan dikantor dengan perilaku suami,maka ikatan keluarga akan berantakan.Ini dua peran yang terpisah tapi saling berhubungan.Jangan biarkan kasih emosional meluntur.Bila kasih rasional berkuasa,maka tak heran banyak pernikahan kristen yang sebenarnya sdh runtuh dan parah tapi terbingkai rapi oleh kemunafikan karena alasan tdk bisa cerai.Secara fisik mereka bersama,tetapi secara hati sebenarnya sdh terpisah jauh sekali.Kelihatannya bersatu sebagai suami/isteri diluar.tapi didalam rumah mereka adalah seteru yg sudah tidak saling menghormati.

Menjadi ayah yang mau membimbing yg kata2nya penuh hikmat adalah harapan murni seorang anak.Anak butuh kehangatan pelukan sang ayah,bukan tebalnya selimut sutra.Anak butuh pengertian dan bukan saja peraturan yg mesti dilakukan.Anak butuh diskusi bukan perintah yg harus ditaati.Itu berarti butuh waktu yang harus dialokasikan dengan tepat,

Laki-laki itu harus bisa memainkan perannya sebagai seorang SUPERMAN

Super dibidang pekerjaan
Super sebagai ayah bagi anak2nya
Super sebagai suami bagi Isterinya.
Ini bukan pilihan,tetapi kewajiban mutlak yg tak boleh didebat bila seorang laki-laki berani mengambil langkah hidup berkeluarga.

Apakah hal diatas dapat dicapai? Ya..Bila kita selalu melibatkan Tuhan dalam perjalanan keluarga kita masing-masing dan Tidak..Bila kita menjauh dari Dia yang menciptakan kita dan mengandalkan superioritas kita sendiri.

Rekan2 pria yg belum menikah,pertimbangkanlah hal2 diatas agar memiliki keluarga yg harmonis.

--

Penolong yang Sepadan


Bagikan
"Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." [ Kejadian 2:18].

Janji Firman Tuhan ini tidak hanya diuntukkan bagi Adam saja. Artinya, Tuhan tidak hanya menjadikan seorang penolong bagi Adam, tetapi juga bagi setiap laki-laki yang melayaniNya, sebagaimana Adam melayaniNya. Kecuali bagi laki-laki yang mendapat karunia tidak menikah. Jadi, janji Tuhan ini perlu direnungkan oleh setiap laki-laki yang melayaniNya, baik ia sudah menikah maupun belum.

Seringkali seorang suami yang melayani Tuhan, memandang dan menganggap istrinya bukan sebagai penolong yang sepadan bagi dirinya. Sering terjadi bahwa seorang suami menganggap istrinya sebagai "penghambat" pelayanannya. Suami yang seperti ini telah kehilangan janji Tuhan yang sangat indah didalam hidupnya. Bukan karena Tuhan mengingkari janjiNya [ dalam ayat diatas ] melainkan karena sang suami tidak meresponi janji Tuhan dengan iman.

Suami yang seperti ini belum memahami respon Adam ketika Tuhan membawa Hawa kepadanya yaitu, "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku". Adam tidak menganggap Hawa sebagai orang asing atau penghambat dalam kehidupan dan pelayanannya. Adam menyadari penuh bahwa Hawa adalah sebagian dari dirinya. Adam merasa dirinya "utuh" atau "lengkap" ketika Tuhan memberikan Hawa kepadanya.

Tentu saja akibat manusia telah jatuh dalam dosa, maka seorang suami tidak dapat langsung memberi respon seperti Adam. Manusia telah kehilangan kemuliaan Allah, dan hal ini membuat persekutuan antara suami dan istri mengalami hambatan. Sebab hidup sang suami berpusat pada dirinya sendiri, demikian juga dengan istrinya. Bila dua orang memiliki jenis hidup yang berpusat pada diri sendiri, maka tidaklah mudah bagi mereka untuk berfellowship, bersehati dan saling berbagi. Tetapi seorang suami yang telah dijamah Tuhan, perlu belajar percaya akan janji Tuhan bahwa, "Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia". Bila seorang suami dengan tekun dan setia memegang janji Tuhan ini, maka ia akan melihat istrinya semakin hari semakin menjadi penolong yang sepadan dengan dia. Suami yang sedemikian ini akan sangat berbahagia. Tidak ada terlintas sedikitpun pikiran bahwa istrinya adalah seorang penghambat suami, atau berpikir bahwa ia telah salah memilih teman hidup. Bahkan sekarang, ia dapat berkata seperti Adam, "Inilah dia, tulang dari tulangku, dan daging dari dagingku".

Jadi, dalam satu pengertian tertentu, semuanya tergantung pada iman sang suami; apakah ia akan mendapat penolong yang sepadan dengannya atau tidak. Tentu saja ada bagian yang harus dilakukan oleh seorang istri agar ia dapat menjadi penolong yang sepadan bagi suaminya, tetapi yang kita bicarakan diatas adalah dari sudut pandang suami. Semoga semua suami yang melayani Tuhan, memperoleh penolong yang sepadan dengannya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar